Oleh : Tarmudi* PEMILIHAN Umum Kepala Daerah (Pemilukada) tinggal menghitung hari. Hajat daerah yang sekaligus agenda pemerintah pusat yang termaktub dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 sedianya akan dilaksanakan serentak di beberapa daerah provinsi dan kabupaten. Regulasi UU Nomor 8 Tahun 2015 sendiri sudah ditandatangani langsung oleh Presiden Jokowi pada 18 Maret 2015 (www.utamanews.com). Namun untuk benar-benar direalisasikan secara serentak nasional, kemungkinan baru bisa dilaksanakan sekitar tahun 2027. Hal ini dapat dimaklumi, karena masa jabatan kepala daerah di masing-masing wilayah di Indonesia belum seragam. Pesta demokrasi yang rutin dilaksanakan setiap lima tahun sekali ini memiliki substansi penting dalam menentukan arah masa depan daerah selama lima tahun ke depan. Rakyat dituntut untuk benar-benar peka dan cerdas dalam menentukan siapa yang layak dan mampu menjadi pemimpin mereka. Karena sejatinya, rakyatlah yang berdaulat sepenuhnya atas pilihan dan kosekwensi yang mengikutinya. Tanpa ada intervensi dan propaganda pihak-pihak tertentu. Ilustrasinya, jika dalam sebuah bus, penumpang adalah rakyatnya sedangkan sopir adalah presidennya. Rakyat mempercayakan laju dan arah bus tersebut kepada sang sopir. Namun jika dalam perjalanannya sopir tersebut mengemudikan kendaraannya secara membabi buta, ugal-ugalan, bahkan bisa mengancam keselamatan penumpang didalamnya, maka sudah sepatutnya seluruh penumpang bus tersebut harus segera mengingatkan sang sopir untuk mengendarai kendaraannya dengan lebih berhati-hati atau berhenti bila perlu. Sejarah perjalanan pilkada dari waktu ke waktu senantiasa memberikan warna dan dinamika tersendiri bagi keberlangsungan demokrasi di Indonesia. Rakyat dihadapkan pada transformasi kepemimpinan dengan karakter yang majemuk. Masing-masing akan menunjukkan jati dirinya ketika amanat itu sudah ada di pundak. Tidak berlebihan kiranya, jika pola pikir (mainstream) masyarakat dewasa ini cenderung memberikan apresiasi kepada seorang pemimpin atas dasar kinerja nyata di lapangan (real action), bukan sekedar retorika dan bualan diatas podium pada saat musim kampanye. Maka disinilah calon pemimpin dan rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi (sesuai UUD 1945 hasil amandemen) akan menempati posisi dan fungsinya masing-masing. Calon pemimpin harus mampu meyakinkan masyarakat dengan visi dan misi yang ditawarkan, memiliki nilai jual (bargaining), kemampuan kompetitif (competitive skill), kemampuan komparatif (comparative skill), dan aspek-aspek yang lainnya. Rakyat pun harus cermat menilai figur pemimpin sebelum mengambil keputusan akhir. Sebab keputusan inilah yang akan dipertaruhkan dengan sebenar-benarnya. Ibarat pepatah “Seperti membeli kucing dalam karung”, rakyat tidak boleh “sering tertipu” dengan segala bentuk tindakan-tindakan yang menciderai semangat nasionalisme, patriotisme, toleransi, musyawarah, dan semangat kekeluargaan yang sudah dicontohkan oleh para pahlawan-pahlawan pendahulu kita. Tetap mengedepankan kesantunan dalam berpolitik, terlebih lagi, jangan sampai bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945. PEMIMPIN YANG DIRINDUKAN Hakikatnya semua umat manusia yang ada di permukaan bumi ini terlahir sebagai seorang pemimpin (khalifah). Setidaknya pemimpin bagi dirinya sendiri. Dan setiap pemimpin akan menerima amanah dari yang dipimpin. Dan setiap amanah akan dipertanggungjawabkan suatu hari nanti. Allah sendiri memberikan penegasan dalam Surat Al Baqarah ayat 30 tentang tugas dan tanggung jawab manusia, yang artinya: “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” Dalam sebuah kajian konsep syaikhul Islam dijelaskan bahwa secara garis besar kriteria pemimpin yang baik adalah yang kuat dan amanah. Definisi kuat di sini adalah seorang pemimpin harus memiliki kemampuan leadership, mampu memimpin, tegas, melindungi, memberikan rasa aman dan tentram bagi rakyat yang dipimpinnya, memiliki kecakapan, profesional, mampu menegakkan amar ma’ruf nahi munkar, serta memiliki strategi untuk membangun kesejahteraan rakyatnya. Amanah dapat dimaknai sebagai tanggung jawab seorang pemimpin dihadapan Allah dan rakyat yang dipimpinnya. Memiliki rasa takut manakala ia tidak bisa melaksanakan tanggung jawab yang diembannya. Memegang dan melaksanakan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya adalah salah satu ciri pemimpin yang amanah. Dari paparan diatas kita bisa menyimpulkan, bahwa masyarakat sekarang harus benar-benar cerdas dan selektif dalam menentukan pilihan siapa calon pemimpin masa depan yang mampu membawa perubahan positif, khususnya bagi daerah-daerah yang dipimpinnya. Setidaknya, dua kompetensi di atas bisa kita jadikan sebagai barometer untuk mengukur kemampuan dari masing-masing calon pemimpin yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas. Ingat, setiap keputusan pasti memiliki resiko. Namun jangan pernah membuat keputusan untuk tidak memilih (golput). Karena perilaku seperti ini bertentangan dengan nilai-nilai demokasi. Sekaligus membuktikan kegagalan proses demokrasi yang sudah dibangun bertahun-tahun lamanya. Semoga calon pemimpin kita nanti adalah sosok yang benar-benar kuat dan amanah. Mampu membawa kemajuan dan kesejahteraan rakyatnya. Pemimpin yang dirindukan rakyatnya. Pemimpin yang tidak hanya “tersenyum” pada saat musim kampanye, tapi lebih dari itu ia akan tetap “tersenyum” ketika mendapat tanggung jawab untuk melayani rakyatnya. (*) *Penulis adalah staf Pendidik di SMP NU Widasari Tinggal di Karangampel, Indramayu
Pemimpin yang Dirindukan
Senin 02-11-2015,09:00 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :