Air Putih pun Cukup Bagi Mereka

Selasa 10-11-2015,13:16 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Pahlawan-pahlawan di Sekeliling Kita; Pahlawan bukan hanya mereka yang turun di medan pertempuran. Banyak di sekeliling kita yang juga jadi pahlawan. Momentum 10 November, redaksi meliput beberapa sosok pahlawan yang berjasa bagi banyak orang. Ada petugas pemadam kebakaran, penyapu jalan, guru, bidan, dan lainnya. BERJIBAKU dalam kobaran api merupakan santapan sehari-hari. Tak kenal rasa takut atau pun waswas dalam memadamkan api. Pekerjaan penuh risiko itu sebuah tantangan yang harus ditaklukkan. Jika panggilan darurat berbunyi. Sirene pun akan berbunyi. Ia segera mengatur strategi. Mobil pemadam meluncur dengan segera. Mengikuti kepulan asap, bertugas memadamkan api, dan membawa misi kemanusian. Ibarat turun di medan perang, para satria biru- sebutan petugas pemadam kebakaran- setiap detik bersiaga. Peralatan pun sudah siap digunakan setiap saat. Seperti itulah kebiasaan Tohir, salah satu petugas pemadam kebakaran Kota Cirebon yang sudah bertugas selama 15 tahun. Beragam cerita menarik dari kehidupan Tohir sebagai seorang penjinak api. Sebagai Komandan Regu 3 Pemadam Kebakaran Kota Cirebon, Tohir dan para petugas pemadam kebakaran bisa dibilang pahlawan. Mereka membawa misi penyelamatan, pemadaman, dan memimalisasi jatuhnya korban, jangan sampai ada korban jiwa. \"Ketika ada laporan kebakaran segera kami respon dan siap meluncur. Semuanya untuk membawa misi penyelamatan dan meminimalisir korban,\" ujarnya kepada Radar. Sebagai petugas pemadam kebakaran, Tohir dan tim harus siaga 24 jam. Ada tiga regu di dinas pemadam kebakaran Kota Cirebon. Masing-masing regu terdiri dari 28-30 petugas. Meski sistem kerjanya shift, jika ada kebakaran, walau sedang istirahat atau tidak bertugas, harus berangkat memadamkan api. \"Kalau makian dan tudingan miring dari masyarakat sudah sering kami hadapi. Biarlah itu berlalu bersama semburan air yang memadamkan api,\" ujar pria 44 tahun itu. Meski demikian, terkadang Tohir merasa bangga. Terlebih ketika mampu memadamkan api dan ada ucapan terima kasih yang tulus dari pemilik rumah yang terbakar. Itu menjadi obat baginya dan teman-teman untuk menghilangkan penat dan letih usai melawan api. \"Kalau ada yang mengucapkan terima kasih saja, itu menjadi kebanggaan bagi kami. Ini pertanda tugas kami berhasil dan memuaskan masyarakat. Tapi tak jarang kita diperlakukan seperti petugas tak berguna saja, selalu dapat makian jika datang terlambat,\" ungkapnya lagi. Berbagai pengalaman tidak enak pernah dialami oleh Tohir dan rekan-rekannya. Mulai dari kesetrum, tertimpa bangunan, dan cedera-cedera fisik lainnya yang menimpanya saat berusaha menyelamatkan korban kebakaran. \"Hal paling membahagiakan tentu saja ketika kita berhasil mengevakuasi seluruh korban tanpa ada korban jiwa,\" tuturnya. Tohir mengaku kejadian tak terlupakan adalah ketika dia harus mengevakuasi korban kebakaran yang tewas di lokasi kejadian. Ada rasa sedih namun mau tak mau ia harus mengevakuasi jasad tersebut karena misi kemanusiaan. \"Tubuhnya sudah gosong, seperti ubi bakar. Sedih sekali, gak tega,\" bebernya. Tak hanya itu, Tohir dan petugas lainnya pun sering \'dikerjai\' orang-orang yang iseng. Setiap saat telepon berbunyi. Terkadang, ada yang iseng, minta jodoh, minta pulsa atau hanya berkenalan. \"Banyak sekali, tetap harus diangkat, sebab jangan sampai kondisi darurat. Akan tetapi, jika benar terjadi akan dikroscek dulu, baru ditindak,\" jelasnya. Bagi para penakluk api itu, kebanggaan sebagai pemadam kebakaran tak ternilai harganya. Mereka merasa menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Meski penghasilan mereka tak sebanding dengan risiko kerja yang harus mereka hadapi, balasan berupa pahala lebih mereka harapkan. \"Kalau ada yang meminta bayaran setelah api berhasil dipadamkan sudah dipastikan itu oknum yang mengaku-ngaku dari petugas pemadam kebakaran atau dari kesatuan lain yang mengatasnamakan kami. Kami tidak mengharap apa-apa. Kami sudah cukup senang kalau diberi ucapan terima kasih atau air minum saja,\" ucapnya. Kepala Seksi Dinas Pemadam Kebakaran Kota Cirebon, Uri mengingatkan masyarakat agar berhati-hati terhadap bahaya kebakaran. \"Karena sudah menjadi tabiat api, kalau kecil jadi kawan, tapi besar jadi lawan. Jika kebakaran sudah terjadi, jiwa dan harta langsung jadi sasaran,\" ujarnya. Uri mengungkapkan, salah satu yang membanggakan adalah kekompakan sesama petugas yang sangat baik dan senasib sepenanggungan cukup kental. Hubungan antara petugas ibarat keluarga, sehingga dalam bertugas rasanya enjoy saja. Ia mengajak masyarakat mendukung kerja petugas pemadam kebakaran. Pihaknya bekerja dengan ikhlas dan masyarakat hendaknya juga tak berpandangan miring. Sementara itu, petugas kebersihan di Kota Cirebon pun layak menyandang gelar pahlawan. Salah satunya adalah Masira (39). Warga Desa Klayan, Kecamatan Gunungjati, Kabupaten Cirebon, itu menyandang status PNS. Tapi, dia bertugas sebagai petugas kebersihan di Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Musuh terberat sebagai petugas kebersihan bukan hanya sampah dari masyarakat. Para preman pun menjadi ancaman mereka dalam bekerja, terutama di TPS Sukalila. Tak jarang, para petugas kebersihan dipalak, bahkan dipukul. “Meski kondisinya demikian, tugas sebagai abdi negara tetap dilakoni dengan penuh rasa sabar,” ujar Masira saat berbincang bersama Radar, Senin (9/11). Dia mengatakan kadang masyarakat juga tidak pernah mengerti petugas kebersihan. Misalnya sebuah lokasi yang baru saja dibersihkan, justru dibuat kotor lagi. Padahal, pembuangan sampah sudah terjadwal. “Artinya, masyarakat kurang menghargai petugas sapuan yang selama ini membersihkan sampah di setiap pemukiman. Tapi, saat ditegur, respons masyarakat juga kadang bikin terenyuh. Mereka bilang kita sudah bayar kok,” keluh Masira. Bagi Masira, bukan masalah warga sudah bayar iuran atau belum. Tapi, yang ditekankan adalah kesadaran masyarakat dalam membuang sampah. Sebab, problematika sampah di Kota Cirebon tidak akan habis. Apalagi, pertumbuhan investasi dan pembangunan di sangat pesat. Pria dua orang anak itu mengaku tidak ada hambatan yang berarti dalam menjalankan tugasnya sebagai petugas sapuan. Terkecuali saat hujan datang, pengangkutan sampah pun terhambat. Lebih lanjut dia mengatakan, beban yang paling berat adalah saat malam tahun baru, arak-arakan, dan acara besar yang diselenggarakan di Kota Cirebon. “Pasti sampah numpuk karena warga membuang sembarangan. Mau gimana lagi, tugas kami membersihkan,” katanya. Dia membeberkan, petugas sapuan kebersihan DKP ini 80 persen didominasi warga Kabupaten Cirebon. Warga kota hanya 10 persen. “Gengsinya orang kota memang tinggi. Kebanyakan orang kota yang bekerja sebagai petugas kebersihan itu pun berasal dari warga Pesisir dan Argasunya,” tuturnya. Cerita juga datang dari Ruwisa (40), warga Suranenggala, Kabupaten Cirebon. Dia mengatakan, berbagai rintangan dan hambatan saat menjalankan tugas di lapangan selalu ada. Tidak hanya kurangnya kesadaran masyarakat yang membuat kesal, para pemulung pun membuat Kota Cirebon jadi kotor. Sebab, sampah yang sudah dibungkus rapih oleh masyarakat justru diobrak-abrik pemulung. Kendati demikian, kondisi itu harus tetap dijalani. Termasuk dimintai uang oleh preman, hingga ancaman preman yang menjaga TPS. Meski bekerja sebagai petugas kebersihan, dia tidak merasa malu. Bahkan, selama ini kerja selalu mendapat dukungan dari keluarga dan anak-anaknya. “Walaupun menyandang gelar PNS kita tidak malu. Saya merasa bangga,” ungkapnya didampingi Kasi kebersihan DKP, Suwardi. Ruwisa menilai, anggapan masyarakat bahwa petugas kebersihan itu ‘orang kecil’ justru salah. “Kita tidak pernah meminta belas kasihan. Itu (angkut sampah) tugas kami. Kita hanya ingin masyarakat menghargai kerja keras kami dalam membersihan Kota Cirebon,” ujarnya. (mik/sam)

Tags :
Kategori :

Terkait