Kalau Azis Sendiri, Tidak Masalah

Senin 16-11-2015,14:42 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

Demokrat Nilai Walikota Berada di Jalur Prosedural KEJAKSAN - Keyakinan Partai Golkar Kota Cirebon tentang Walikota Nasrudin Azis ingin sendirian dalam memimpin kota dengan luas 38 kilometer persegi ini, semakin terlihat nyata. Setidaknya, sinyalemen ini semakin terlihat dari kalimat menunggu Peraturan Pemerintah (PP) dari Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2015. Padahal, PP tersebut sangat tidak dapat dipastikan. Bahkan, hingga jabatan selesai pada April 2018 nanti, bisa jadi PP belum juga turun. Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat Kota Cirebon Achmad Sopyan menilai, langkah Nasrudin Azis yang juga rekan semasa kecilnya itu, sudah tepat pada jalur prosedural. Untuk itu, Azis tidak perlu melakukan langkah lain. Sebab, dua nama telah diajukan kepada Panitia Pemilihan (Panlih). “Sudah menjadi tugas panlih memproses. Tapi sikap mereka seperti orang yang tidak mengerti aturan,” ujar Sopyan kepada Radar, Minggu (15/11). Untuk itu, dia mengimbau seluruh elemen yang mendesak Azis untuk bersikap, agar sabar menunggu keputusan berikutnya. Pada sisi lain, secara pribadi maupun sebagai kader partai berlambang mercy itu, telah mengambil sikap untuk menunggu turunnya PP dari UU Nomor 8 tahun 2015 yang menjadi landasan dasar pemilihan wakil walikota (wawali). Selama ini, secara kajian hukum internal, tanda ada PP aturan menjadi bias dan multitafsir. Karena itu, menunggu terbitnya PP terkait pemilihan wawali menjadi pilihan. “Sabar saja,” tukas Sopyan. Pria berkacamata ini tidak dapat menerima jika pimpinan partainya disalahkan dalam persoalan wawali. Namun, lanjutnya, jika pada akhirnya Walikota Azis berjalan sendirian dalam memimpin Kota Cirebon, karena PP belum turun setelah masa jabatan tersisa 18 bulan, Sopyan menilai hal itu tidak masalah dan merupakan takdir yang harus dijalani. Sama seperti halnya saat Ano Sutrisno wafat dan Azis menggantikan sebagai walikota. “Itu semua takdir. Kita tidak akan mengetahui ke depan seperti apa. Yang pasti kami bersikap untuk menunggu PP turun. Kapan pun itu harus ditunggu,” ujarnya. Begitupula jika PP baru turun setelah masa jabatan habis. Sopyan melihat hal itu sebagai takdir bagi Nasrudin Azis untuk memimpin Kota Cirebon seorang diri. Di samping itu, ucap Achmad Sopyan, pilkada serentak untuk Kota Cirebon akan berlangsung pada 18 Juni 2018. Artinya, seusai masa jabatan Walikota Azis selesai pada April 2018, sisa jabatan akan diisi Pelaksana Tugas (Plt) walikota. Saat itu, Partai Demokrat akan kembali bertarung dalam pemilihan kepala daerah di Kota Cirebon. Hal ini mengisyaratkan Pemilu 2018 semakin dekat dan Partai Demokrat harus mempersiapkan dari sekarang. Pengamat Kebijakan Publik Haris Sudiyana mengatakan, menunggu PP dari UU Nomor 8 tahun 2015 akan sangat lama. Pasalnya, hal itu menjadi komoditas politik di tingkat pusat. Terlebih, Indonesia mengalami perubahan aturan dengan sangat singkat. Terlihat dari perubahan UU Nomor 1 tahun 2015 menjadi UU Nomor 8 tahun 2015 hanya dalam hitungan dua bulan. Dinamika ini berlanjut pada belum turunnya PP sebagai penjabaran dari UU tersebut. Karena itu, Haris menilai Partai Demokrat menunjukan sikap untuk sendirian tanpa ada wawali. “Kalau sikapnya menunggu PP turun, ini sangat lama. Indikasi kuat Demokrat tidak ingin ada wakil walikota,” ucapnya kepada Radar, Minggu (15/11). Namun, lanjut Haris Sudiyana, akan lebih baik jika Azis memiliki wawali. Sebab, untuk mengatur pemerintahan Kota Cirebon tidak mudah. Butuh tenaga dan pikiran besar mewujudkan visi Religius, Aman, Maju, Aspiratif dan Hijau (RAMAH). “Itu akan sangat sulit. Jangan sampai lelah di tengah jalan,” pesannya. Haris menilai, dinamika politik akan selalu terjadi. Termasuk sikap partai pengusung dan Demokrat selaku tuan rumah. Padahal, solusi dari persoalan wawali sangat sederhana. Jika sikap menunggu PP diambil, itu berarti sama dengan tidak ingin ada wawali. Karena waktu turunnya PP tidak pasti. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait