JAKARTA - Mabes Polri resmi menetapkan Abu Bakar Baasyir sebagai tersangka. Baasyir diancam dengan hukuman mati dengan tudingan mengetahui dan merencanakan kegiatan terorisme. Baasyir juga disangka sebagai amir (pimpinan) tanzhim (struktur) Alqaidah Asia Tenggara. Namun, hingga tadi malam Baasyir kukuh menolak diperiksa oleh Detasemen Khusus 88 Mabes Polri. Kyai kelahiran Mojoagung, Jombang 1938 itu bungkam meski dihujani puluhan pertanyaan. ”Itu hak beliau. Kita hormati saja. Yang jelas, nanti di persidangan akan dibuktikan,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Edward Aritonang kemarin (10/8). Polisi menjerat Baasyir dengan UU Terorisme dengan pasal berlapis. Yakni, dengan pasal 14 jo pasal 7, 9, 11 dan atau pasal 11 dan atau pasal 15 jo pasal 7,9, 11 dan atau pasal 13 huruf a, huruf b, huruf c UU No 15 tahun 2003 tentang pemberantasan tindak pidana terorisme. ”Ancaman maksimalnya memang hukuman mati,” katanya. Menurut calon Kapolda Jawa Tengah itu, keterlibatan Baasyir mulai dari perencanaan, pelatihan, dan tindakan aksi teror. Putra Baasyir, Abdurrachim menegaskan ayahnya tak gentar menghadapi ancaman hukuman apapun. ”Ayah difitnah. Beliau tidak bersalah karena itu ancaman apapun akan dihadapi di persidangan dan pasti tidak akan terbukti,” ujar Abdurrachim usai menjenguk Baasyir di Mabes Polri kemarin. Menurut dia, selama menjadi anaknya yang sehari-hari mengurusi Baasyir, tak sekalipun sang ayah bicara soal teror. ”Apalagi yang ditudingkan tentang Aceh itu, tidak ada sama sekali,” ujarnya. Abdurrachim menyebut ayahnya diculik bukan ditangkap. ”Bagaimana jika orang tua polisi-polisi itu dihadang dengan sadis seperti orangtua saya. Ini tidak berakhlak dan tidak berdasar,” katanya. Polisi menurut pria yang akrab disapa Iim itu merekayasa alur penangkapan Baasyir. ”Orang-orang yang ditangkap di Jawa Barat itu tidak ada hubungannya dengan kami. Mereka juga bukan pengurus Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang dihubung-hubungkan dengan ayah saya,” katanya. Namun, tudingan Iim itu dibantah oleh Edward Aritonang. ”Ustad Abu ini adalah amir tanzhim Alqaidah Asia Tenggara. Dia juga yang mengumpulkan seluruh organisasi garis keras bergabung untuk latihan di Aceh,” katanya. Dari hasil pengungkapan latihan militer di Aceh menurut Edward ditemukan adanya gabungan kelompok-kelompok dari Kompak, Darul Islam, Negara Islam Indonesia, dan Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT). Baasyir juga adalah pemimpin tertinggi pelatihan militer jaringan teroris di Aceh. Baasyir juga diduga selalu menerima laporan kegiatan pelatihan militer di Aceh. “Kita punya rekaman videonya. Yakni, rekaman yang menunjukkan bahwa Baasyir menerima laporan,” katanya. Baasyir, kata dia, selalu menerima laporan langsung dari Dulmatin dan Abdullah Sonata sebagai selalu penanggung jawab lapangan pelatihan militer di Aceh. Menurut Edward, Baasyir meminta laporan pertanggungjawaban kegiatan pelatihan di Aceh karena dirinya sebagai salah satu penyandang dana. “Makanya dia minta pertanggungjawaban dana-dana yang dikeluarkan kepada si ini si itu,” katanya. Polisi menuding Baasyir menunjuk Dulmatin, Mustakim, dan Luthfi Haedaroh untuk menyiapkan pelatihan militer di Aceh. Luthfi lantas mencari dana dan mengajak beberapa orang lain diantaranya Haris Amir Falah (Ketua Jamaah Ansharut Tauhid DKI Jakarta) yang juga sudah tertangkap. Di Istana Presiden, Kapolri menegaskan, penangkapan terhadap Abu Bakar Baasyir merupakan rangkaian dari kegiatan yang sudah dilakukan di Aceh. Menurutnya, ada rencana dari pelaku teror untuk mendeklarasikan tandzim Alqaidah Serambi Mekah di Indonesia. Selama proses pelatihan, menurut Kapolri, mereka sudah melakukan tindakan kekerasan di Aceh. “NGO dari luar negeri yang ada di sana jadi sasaran mereka,” terangnya. Hingga saat ini, sudah ditangkap 102 orang di mana yang menjadi tersangka sebanyak 66 orang dan terbagi ke dalam 33 berkas perkara. ”Ikuti saja nanti dalam sidang terbuka. Dalam waktu dekat,” katanya. ”Fakta yuridis bisa dipertanggungjawabkan.” Mantan Kabareskrim itu mengatakan, pihaknya mendalami keterlibatan warga negara Perancis. Itu terkait dengan mobil yang disiapkan untuk melakukan bom bunuh diri. Apa hubungan dia dengan Abu Bakar Baasyir? ”Belum...belum. Tapi yang jelas, semua yang kita lakukan ini dengan suatu proses yang panjang,” jawabnya. Kondisi terkini mengenai ancaman terorisme menjadi salah satu isu yang dibahas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam sidang kabinet paripurna, kemarin (10/8). SBY terusik karena wacana yang berkembang presiden seakan-akan memberi perintah penagkapan Baasyir. Sebab, Baasyir ditangkap selang dua hari setelah SBY berkunjung di Bandung dan menyebut ada ancaman terorisme. Karena itu, SBY meminta Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri memberikan laporan dalam sidang kabinet. Namun saat penyampaian laporan tersebut, sidang berlangsung tertutup bagi media. Dalam pengantar sidang, SBY meminta isu tentang terorisme tidak dibawa ke ranah politik dan tidak dikaitkan dengan ajaran agama tertentu. ”Saya tidak pernah membawa masalah terorisme ke arena politik karena bukan politik dan kita tidak bisa kaitkan terorisme dengan agama karena bukan ajaran agama. Terorisme adalah kejahatan,” katanya. Karena itu, SBY menyerahkan sepenuhnya upaya mencegah dan menindak terorisme kepada aparat penegak hukum. Mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga penegak hukum lain. ”Itu harus kita pertahankan. Jangan dicampuradukan, jangan dibawa ke arena politik atau agama. Benar-benar terpisah dan completely different,” tegasnya. SBY juga mengingatkan penanganan masalah terorisme dilakukan secara profesional serta akuntabel. Terkait dengan ancaman terorisme pada saat peringatan HUT RI ke-65, SBY mengaku sudah mengetahuinya. ”Tapi saya harap jangan karena ancaman kita surut dalam merayakan hari bersejarah proklamasi kemerdekaan,” katanya. Yang terpenting, kepolisian bersama dengan TNI meningkatkan pengamanan dan kewaspadaan. ”Selebihnya berjalan biasa karena negara tidak boleh kalah dengan kejahatan,” katanya.(rdl/fal)
Menolak Diperiksa Densus
Rabu 11-08-2010,07:00 WIB
Editor : Dedi Darmawan
Kategori :