KPK Jemput Paksa Ali Mudhori

Selasa 28-02-2012,02:18 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Beber Calo Anggaran dalam Proyek Transmigrasi JAKARTA - Kesabaran Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan Pengadilan Tipikor sudah habis menghadapi tingkah polah Ali Mudhori. Setelah berkali-kali mangkir saat dipanggil sebagai saksi kasus suap Proyek Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID), KPK kemarin (27/2) menjemput paksa mantan anggota DPR dari Fraksi PKB itu. “Yang bersangkutan kami jemput paksa di Surabaya,” kata juru bicara KPK Johan Budi di Jakarta kemarin. Menurut Johan, upaya paksa ditempuh KPK untuk menindaklanjuti perintah Pengadilan Tipikor untuk menghadirkan Ali sebagai saksi untuk dua terdakwa. Yakni, sesditjen Pembinaan Pengembangan Kawasan Transmigrasi (P2KT) Kemenakertrans I Nyoman Suisnaya dan Kabag Perencanaan dan Evaluasi P2KT Kemenakeretrans Dadong Irbarelawan. Di awal sidang, Ali sebenarnya mengirimkan surat kepada jaksa yang isinya memberitahukan ketidakhadirannya sebagai saksi karena sakit. “Selain itu, yang bersangkutan mengirim foto yang menunjukkan dia terbaring dan diinfus,” kata jaksa penuntut umum (JPU) M Rum kepada ketua majelis Hakim Herdi Agustein kemarin sekitar pukul 10.00. Dalam surat itu disebutkan bahwa Ali dirawat di RS Premier Surabaya. Setelah menerima surat itu, tim jaksa diam-diam terbang ke Surabaya untuk mengecek keberadaan Ali. “Kalau yang bersangkutan ternyata sehat akan kami jemput paksa,” kata seorang sumber di KPK. Apalagi, dalam surat, Ali tidak menjelaskan secara detail sakit yang diidapnya. “Kan bisa saja diinfus untuk tambah vitamin,” imbuhnya. Jaksa Rum membenarkan bahwa KPK mengirim dokter ke Surabaya untuk mengecek kebenaran penyakit Ali. Menurut dia, langkah itu untuk memastikan bahwa Ali sakit atau tidak. Ternyata dugaan KPK benar. Saat ditemui di RS Primier, Ali ternyata dalam kondisi sehat, sehingga dilakukan penjemputan secara paksa. Setelah mendapatkan laporan dari jaksa, majelis pun memutuskan untuk menunda persidangan hingga Ali siap dihadirkan di persidangan. Sekitar pukul 18.50, Ali tiba di Pengadilan Tipikor. “Saya dirawat inap sejak tanggal 20 sampai sekarang. Sebenarnya nggak boleh keluar sama dokternya,” kata Ali. Dia berdalih, masih sakit pembengkakan pembuluh di jantung dan jantung koroner. Politikus PKB asal Lumajang itu juga beralasan mengalami terjadi hipertensi sering mengalami kram-kram sekujur tubuhnya setiap sepuluh menit. “Ini buktinya,” kata Ali sambil mengangkat sebuah tas kertas yang bertuliskan RS Premier Surabaya. Dalam sidang, Ali lagi-lagi berkelit tentang komitmen fee dalam kasus suap PPID. Dia beralasan bahwa waktu itu dirinya berperan mengenalkan Sindu Malik dan Iskandar Pasajo alias Acos yang mengaku suruhan Tamsil Linrung, wakil ketua Banggar DPR kepada pejabat Kemenakertrans yang mengurusi transmigrasi. “Mereka (Sindu dan Acos) menjanjikan bisa mempertemukan dengan Tamsil dan bisa meningkatkan anggaran untuk kegiatan di daerah transmigrasi,” kata Ali. Akhirnya Ali pun mengenalkan Sindu dan Acos ke Nyoman yang juga mengurusi pembangunan di kawasan transmigrasi. Dia juga membantah mengetahui tentang dana PPID yang akhirnya menjerat Nyoman, Dadong, dan Dharnawati sebagai tersangka. Namun, dia akhirnya tak bisa berkelit saat dibacakan rekaman pembicaraan dengan M Fauzi bahwa dirinya meminta bagian. “Sindu soalnya menjanjikan akan memberikan uang transportasi dan uang makan,” katanya. Ali juga kelagapan saat jaksa M Rum memutar rekaman pembicaraan antara dirinya dengan Nyoman. Dalam pembicaraan itu, Ali memerintahkan Nyoman dan Dirjen P2KT agar mereka tidak menyebut nama Sindu Malik dan namanya kepada wartawan yang sudah mengendus dana PPID Rp500 miliar yang bermasalah. “Ya, itu suara saya,” aku Ali. Selain itu, Ali menutupi keterlibatan Muhaimin. Saat disinggung tentang rekaman pembicaraan antara dirinya dan Fauzi yang banyak menggunakan istilah ketum (ketua umum), Ali berkilah ada dua ketua umum yang dimaksud. Yang pertama adalah Ketum Masyarakat Perikanan yang merupakan Tamsil Linrung. Sedangkan yang kedua adalah ketum yang dimaksud Fauzi. Ali juga mengakui, saat itu selalu kesulitan untuk bertemu Muhaimin. “Ditelepon nggak pernah diangkat dan di SMS tidak pernah dibales,” katanya. Selain Ali Mudhori, Dhani Nawawi yang merupakan orang dekat terdakwa Dharnawati juga dihadirkan sebagai saksi untuk Nyoman dan Dadong. Dalam keterangannya, Dhani mengaku pernah membantu dan membimbing Dharnawati yang kebingungan menyerahkan komitmen fee yang diminta Nyoman dan Dadong. “Saya bantu Ibu Nana (Dharnawati, red) karena dia berkali-kali mengeluh kepada saya,” kata mantan staf ahli presiden itu. Dhani juga mengakui, pernah mendatangi Muhaimin saat Dharnawati mengatakan komitmen fee itu akan diberikan ke Muhaimin atas pengakuan Nyoman dan Dadong pada 25 Agustus 2011. “Saya ingin memastikan apakah itu benar-benar perintah Muhaimin atau cuma namanya (Muhaimin, red) dicatut anak buahnya,” kata dia. Namun, upaya tidak berhasil karena dia tidak bisa menemui Muhaimin di kantor atau di rumahnya. Saat itu, Muhaimin tengah melepas pemudik di Kemayoran. Dhani hanya ditemui ajudan Muhaimin. Jawaban Dhani itu pun mengusik majelis. “Anda ini ketemu Menterinya langsung atau tidak?” kata Sudjatmiko, ketua majelis. “Saya hanya ditemui ajudan saja,” ucap Dhani. Majelis kembali mencecar Dhani dengan pertanyaan tentang THR untuk menteri”. “Itu sebenarnya tidak betul,” kata Dhani. “Jadi maksud anda pakai nama menteri itu apa” Agar agar ada dana keluar lagi (dari PT Alam Jaya Papua, red)?” cecar Sudjatmiko. Dhani pun tak bisa berkelit lagi atas pertanyaan majelis. “Betul-betul,” ucapnya. (kuh/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait