Di Kota Cirebon, Sudah Ada 1.677 Pengidap LGBT

Rabu 02-03-2016,09:53 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON – Jumlah Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) di Kota Cirebon, ternyata cukup mencengangkan. Berdasarkan data dari Komisi Penanggulangan HIV/AIDS (KPA) Kota Cirebon, ada sekitar 1.677 orang yang mengaku sebagai LGBT. Hahhh? Sekretaris  KPA Kota Cirebon, Sri Maryati MA menyampaikan, sasaran KPA adalah memberikan pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS. Lantaran pelaku seks lesbian belum ada yang terindentifikasi HIV/AIDS, maka pihaknya tidak menyisir pelaku lesbian. Dalam hal ini, KPA lebih memfokuskan untuk penanggulangan kepada sasaran beresiko tinggi terhadap HIV/AIDS seperti Gay, Biseksual dan Transgender. \"Perkembangan mapping (pemetaan) LGBT di Kota Cirebon cukup banyak,\" ujar Sri kepada Radar, Senin (29/2). Menurutnya, sebelum tren LGBT muncul di permukaan, istilah yang biasa dipakai KPA ialah Lelaki Sex Lelaki (LSL) atau yang disebut gay. Mantan anggota DPRD Fraksi PDIP ini membeberkan, pelaku gay dan biseksual di Kota Cirebon berjumlah 1.600 orang, sementara waria (transgender) sebanyak 77 orang. Untuk menyisir para pelalu menyimpang beresiko tinggi terhadap ancaman HIV/AIDS tersebut, KPA Kota Cirebon terus melakukan pendekatan, pendampingan dan konseling terhadap semua populasi beresiko tinggi seperti komunitas, terminal, tempat hiburan dan lain-lain. Ketika pelaku terdorong untuk melakukan konseling, maka secara tidak langsung ia bicara jujur \'apa, bagaimana, kapan, di mana dan kenapa perilaku itu bisa terjadi?\'. Faktor yang cenderung menjadi bagian dari salah satu pelaku LGBT, lanjutnya, ialah karena pergaulan dan lingkungan, penyakit hormon, gaya hidup (pilihan hidup), tidak ada beban untuk bertanggung jawab jika hamil, atas dasar suka sama suka (kesengajaan), dan tidak perlu mengeluarkan uang banyak demi memuaskan nafsunya. \"Kami tidak serta merta menuduh, mengintervensi, mendiskriminasikan orang beresiko tinggi ini. Tapi demi memberikan pemahaman dan pengertian akan bahaya dari perilaku berisiko tinggi tersebut, akhirnya mereka-mereka ini mau mengakui juga. Salah satu pengakuan mereka ini dengan alasan pilihan hidup, hanya dia dan tuhanlah yang tahu! Ngapain orang lain ngurusi kehidupannya,\" papar dia. Bahkan, kata Sri, hampir 100 persen pelaku LGBT berusia produktif yakni usia 15-70 tahun. Yang mengagetkan, pengidap LGBT ini bukan hanya warga biasa saja, tapi ada juga dari kalangan anggota dewan, PNS, pejabat, pemangku agama, dan lain-lain. Tak hanya itu, di Kota Cirebon di tahun 2015 ada 23 pelaku gay yang terkena HIV/AIDS dan 6 orang penderita HIV/AIDS dari waria. \"Yang terdata, LGBT ini dari semua kalangan,\" ucapnya. Sebetulnya lanjut Sri, perilaku demikian bisa disembuhkan dengan diarahkan untuk berperilaku seks normal, setia kepada pasangan (tidak bergonta-ganti pasangan), dan jujur. Pihaknya juga terus memberikan pendekatan dan pendampingan kepada pelaku beresiko tinggi ini dengan memberikan pemahaman bahwa secara kodrat, manusia diciptakan berpasang-pasangan. Cara naluri manusia diciptakan dengan saling berpasangan antara pria dan wanita. Membina hubungan untuk membina rumah tangga dan memiliki keturunan melalui proses hubungan biologis yang normal. \"Kehidupan normal dan sehat menjadi kunci untuk ketentraman hidup,\" tukasnya. Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Cirebon, Drs H Masykur MPd cukup terkejut mendengar angka LGBT yang dirilis KPA. Pihaknya merasa kecolongan terhadap perilaku yang sudah tidak waras dan memalukan itu. Dikatakannya, perilaku LGBT sangat berbahaya. \"Binatang saja jantan sama jantan, betina sama betina tidak doyan. Ini jelas haram, sudah tidak waras apalagi orang yang beragama,\" tegasnya. Masyarakat, ujarnya, harus mengetahui dampak negatif perilaku LGBT yaitu beresiko tertular HIV/AIDS dan penyakit kelamin lainnya. Kehamilah yang tidak diinginkan bila dilakukan lawan jenis, akan dikucilkan masyarakat dan sebagainya. Untuk itu, Kemenag Kota Cirebon dalam hal ini Seksi Bimbingan masyarakat (Bimas) dan penyuluh akan melakukan antisipasi untuk memerangi dan menghindari perilaku tersebut. \"Harus diperangi, karena ini sudah menyangkut buruknya moral, jangan sampai membawa virus menular. Orangtua harus mengawasi anak-anaknya, begitupula istri harus mengawasi suaminya, dan suami harus bisa setia terhadap istrinya,\" tandasnya. (nur via pahlawanita)  

Tags :
Kategori :

Terkait