DPKAD Intensifikasi Potensi PBB untuk PAD MAJALENGKA - Sesuai amanat yang tertuang dalam APBD dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menargetkan pemasukan PBB untuk PAD tahun 2016 sebesar Rp52,5 miliar, DPKAD Kabupaten Majalengka melakukan langkah-langkah strategis dengan menggali potensi PBB yang belum tergarap intensif yang bisa mendongkrak pemasukan ke kas daerah. Ditemui Radar di ruang kerjanya kemarin (3/3), Kabid Pendapatan DPKAD H Waryo Effendi SSos melalui Kasi Pengelolaan PBB dan BPHTB Aay Kandar Nurdiansyah SSTP mengungkapkan, untuk mencapai target itu instansinya sudah mempunyai gambaran detil berikut pemetaannya. Menurut perhitungannya bila potensi PBB itu bisa tertagih, dia yakin Rp52,5 miliar yang ditargetkan bisa terpenuhi. “Seiring pesatnya pembangunan di berbagai bidang di Majalengka, lahan kosong yang dulu kurang produktif sekarang telah berdiri industri besar seperti pabrik, hotel, mal, ruko dan perumahan. Demikian pula lahan yang kini menjadi ruas jalan tol serta proyek BIJB tak luput dari sasaran kita. Di beberapa tempat juga telah berdiri tower-tower provider telekomunikasi, yang tentunya nilai PBB-nya berbeda dengan semula yang hanya lahan kosong biasa. Potensi-potensi itu yang akan menjadi target terbesar pemasukan PBB,” terang Aay. Untuk BIJB karena pembangunannya menggunakan APBD provinsi, maka penagihannya ditujukan ke provinsi. Tahun 2015 pihak provinsi masih belum ada pembayaran, sehingga dimasukan pada piutang tahun 2016. Sedangkan ruas jalan tol yang melalui wilayah Majalengka karena perusahaan atau operatornya baru beroperasi pertengahan tahun kemarin, maka perhitungannya dilakukan tahun ini. “Kita juga menginformasikan ke masyarakat, kenapa PBB nya naik, itu disebabkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanahnya naik sedangkan nilai bangunannya tetap. Sebenarnya masyarakat diuntungkan dengan kenaikan NJOP ini. Pasalnya bila suatu saat nanti tanahnya dijual apalagi dijual kepada investor, maka akan berpatokan pada nilai NJOP. Jadi dengan NJOP yang tinggi, daya tawar jual juga semakin tinggi,” terangnya. Ditanya mengenai asumsi pendapatan pajak lain selain PBB, Aay memaparkan salah satunya adalah pajak penerangan jalan umum yang dikelola dishub dengan instansi PLN. Tetapi mengenai besarannya dia tidak mengetahui secara pasti. Pajak hiburan, restoran, reklame, sarang burung walet, air tanah, serta pajak mineral bukan logam dan batuan. Kemudian pajak jual beli tanah dan lainnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang dulu sepenuhnya disetorkan ke pemerintah pusat, kini ada pembagiannya. Untuk PPH yang dibebankan kepada penjual, pajaknya masuk ke kas negara. Pembeli yang dibebankan BPHTB sekarang pajaknya masuk ke kas daerah. Pada Tahun 2015, pihak DPKAD berhasil memungut PBB mencapai 94 persen dari target Rp27,5 miliar, 6 persen yang belum tertagih adalah piutang PBB dari jalan tol dan BIJB dan dimasukan ke tagihan tahun 2016. Sementara untuk wajib pajak (WP) PBB yang dikolektifkan di desa sebenarnya tidak ada masalah. Apalagi dengan turunnya dana desa yang mensyaratkan pelunasan PBB, jadi perangkat desa terpacu untuk segera menagih ke WP PBB warga. Hanya saja sekarang WP juga bisa membayar langsung ke bank persepsi yakni BJB. “Permasalahan upah pungut PBB yang dulu menjadi polemik, sekarang harusnya tidak terjadi lagi. Karena telah masuk anggarannya ke alokasi dana desa (ADD) sesuai PP Nomor 69, jadi pihak desa yang akan mengatur dan membayar upah pungut. Kalau mengandalkan insentif PBB nilainya kecil hanya 0,25 sampai 5 persen saja dari yang tertagih pada masing-masing desa. Sedangkan untuk menagih diperlukan waktu, tenaga dan biaya yang cukup besar terutama untuk desa-desa yang terpencil,” ungkapnya. Distribusi Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), segera dilakukan apada minggu ke dua Maret atau paling lambat awal April. “Sehinga WP yang telah mendapatkan SPPT bisa langsung memenuhi kewajiban sebagai warga negara dengan membayarnya PBB ke bank atau ke desa,” pungkasnya. Sementara itu, anggota Komisi II DPRD Majalengka Hanurajasa Tatang Riyana meminta instansi terkait harus menyosialisasikan naiknya nilai pajak. Apalagi dengan target kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dicanangkan tahun ini. “Memang setiap kebijakan akan menimbulkan pro dan kontra terutama di kalangan masyarakat yang mengeluhkan kenaikan PBB. Harusnya DPKAD gencar sosialisasi agar diketahui masyarakat umum,” tegas Tatang. Pihaknya menilai, DPKAD minim pemberitahuan kepada masyarakat sebelum kenaikan PBB. Sejak tahun 2015 lalu PBB naik 100 persen. Meski sosialisasi sudah dilakukan dengan munculnya sejumlah baliho di sejumlah titik, namun bukan menyosialisasikan kenaikan pajak melainkan pemberitahuan ajakan agar tidak telat membayar pajak. Cara tersebut juga dinilai kurang maksimal, pasalnya sosialisasi yang dibutuhkan harus menyeluruh ke tingkat bawah atau kepada wajib pajak. “Saat ini tidak sedikit masyarakat yang mengeluh karena tidak tahu tentang naiknya PBB. Memang PBB itu dianggap sebagai sumber PAD. Namun belum banyak tahu jika pajak tersebut naik. Sehingga hal itu belum menyentuh sampai tahap sosialisasi dari instansi terkait,” katanya. (gus/ono)
BIJB dan Tol Masuk Piutang 2016
Jumat 04-03-2016,15:43 WIB
Editor : Harry Hidayat
Kategori :