Pensiun Dini PNS Lebih Mudah Daripada Turunkan Gaji

Senin 14-03-2016,08:20 WIB
Reporter : Harry Hidayat
Editor : Harry Hidayat

JAKARTA- Kenapa pemerintah memilih skenario rasionalisasi atau pemangkasan jumlah PNS? Deputi SDM Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB), Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, itu dilakukan lantaran rekrutmen PNS, terutama di bawah tahun 2013, sarat KKN. Masyarakat yang punya koneksi kuat bisa menjadi PNS tanpa tes. Hal inilah yang membuat 39 persen PNS di Indonesia memiliki kompetensi rendah. “Sebelum 2013, rekrutmen PNS-nya tidak kompetitif. Yang pintar tapi tidak punya uang, tidak bisa jadi PNS. PNS hanya milik kalangan tertentu saja,” terangnya. Rekrutmen yang tidak benar itulah, sambung Setiawan, membuat kualitas dan kompetensi PNS di bawah rata-rata. “Itu sebabnya kami luruskan lagi mekanismenya. Rekrutmen dibuat kompetitif dan transparan. Sedangkan PNS yang kompetensinya kurang dirasionalisasi,” bebernya. Setiawan menambahkan, rasionalisasi merupakan salah satu opsi untuk menurunkan belanja pegawai secara nasional dari 33 persen menjadi 28 persen. Selain rasionalisasi, opsi lain yang juga bisa dilakukan adalah dengan menurunkan gaji dan tunjangan. Dari dua opsi itu, kata Setiawan, lebih mudah mengambil kebijakan rasionalisasi ketimbang menurunkan gaji dan tunjangan PNS. \"Kalau menurunkan gaji dan tunjangan PNS kan tidak mungkin. Mana ada pegawai yang mau gaji serta tunjangan dipangkas,” ujarnya. Terpisah, Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman menyatakan mendukung kebijakan MenPAN-RB Yuddy Chrisnandi yang akan menerapkan rasionalisasi jumlah PNS. Hanya saja, dukungan diberikan jika Menteri Yuddy sudah menyodorkan road map yang jelas mengenai rencana kebijakannya tersebut. Road map harus disertai data jumlah PNS dan kompetensinya. Termasuk juga data mengenai kinerja tenaga honorer atau sukarelawan. “Kalau ada road map, datanya jelas, silakan saja PNS yang kompetensinya rendah cepat saja dipensiunkan (pensiun dini, red),” terang Rambe kepada JPNN (Radar Cirebon Group), kemarin. Sementara, lanjut Rambe, tenaga sukarelawan alias honorer yang punya kompetensi, harus segera diangkat menjadi PNS. Rambe mengaku, setiap kali masa reses dirinya menyerap aspirasi konstituennya, terutama keluhan para tenaga honorer yang sudah bekerja keras selama puluhan tahun tapi tidak juga diangkat menjadi CPNS. Menurut Rambe, banyak juga tenaga honorer yang punya kompetensi, terutama perawat dan bidan, yang bekerja di puskesmas-puskesmas. Mereka ini tersebar hampir di semua daerah di Indonesia. “Saya pernah bertemu beberapa bidan desa, perawat, mereka sudah tujuh tahun menjadi tenaga sukarelawan. Mereka itu punya kompetensi, yang seperti ini yang harus segera diangkat menjadi CPNS,” tegasnya. Namun, lanjut politikus senior Partai Golkar itu, banyak juga honorer yang tidak punya kompetensi. Hal ini, lanjutnya, disebabkan kepala daerah seenaknya saja mengangkat mereka menjadi honorer. “Begitu lulus SMA, merengek-rengek ingin kerja, lantas ditaruh saja di kantor kecamatan (oleh kepala daerah setempat, red). Di kantor itu tidak punya kerjaan. Ke depan, jangan ada lagi tenaga honorer,” ujar Rambe. Beberapa di antaranya sudah diangkat menjadi PNS, sehingga mereka ini yang membebani keuangan negara. Rambe setuju rasionalisasi dikenakan terhadap mereka. “Kalau saat ini ada 4,5 juta PNS, lantas berdasar kajian ada sekitar satu juta yang tidak punya kompetensi, ya sudah, dipercepat saja pensiunnya. Ingat ya, 60 persen anggaran negara itu habis untuk belanja pegawai. Kalau begini terus, kapan bisa membangun infrastruktur?” cetus Rambe. Diberitakan sebelumnya, Menteri Yuddy sudah menyampaikan bahwa rasionalisasi PNS dilakukan dengan mengurangi jumlah PNS sejuta orang plus 500 ribu lebih yang akan pensiun. Ditargetkan, hingga 2019 jumlah PNS yang saat ini 4,517 juta, tersisa tingga 3,5 juta orang. (esy/sam/jpnn)  

Tags :
Kategori :

Terkait