LEMAHWUNGKUK - Selama ini masyarakat mengenal ada tiga keraton di Cirebon, yakni Keraton Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan. Padahal ada satu lagi yakni Kaprabonan yang berada di kawasan Jalan Lemahwungkuk, meski keberadaannya sempat menjadi pro-kontra di kalangan masyarakat, karena disebut tidak memiliki syarat sebagai sebuah keraton. Humas Kaprabonan Pangeran Haerudin Kaprabonan mengatakan, dengan adanya isu itu, pihaknya mengambil sisi positif. Sehingga masyarakat banyak yang ingin mencari tahu dan bertanya sejarah dari Kaprabonan. Selain itu, dia juga menjelaskan posisi Kaprabonan sebagai keraton. Menurutnya, istilah keraton bukanlah yang terpenting. Karena keraton itu hanya istilah dari bahasa Yunani yang memiliki arti tempat. \"Keraton itu kan cuma istilah saja, yang terpenting itu historisnya. Kaprabonan memiliki historis yang panjang sejak dulu,\" terangnya. Menurutnya, dalam Undang-Undang setiap tempat bisa diusulkan menjadi keraton apabila memang memiliki sejarah yang panjang. Kaprabonan, lanjutnya, selama ini memiliki sejarah dalam perjalanan Cirebon. Dari sisi bangunan, Kaprabonan memiliki ciri khas tersendiri bila dibandingkan dengan tiga keratin yang ada di Kota Cirebon. Menurut Haerudin, Kaprabonan merupakan salah satu keraton yang lahir karena mempertahankan warisan Islam dari Syekh Syarif Hidayatullah. Kaprabonan sendiri mulai dibangun pada sekitar tahun 1696. Adanya Keraton Kaprabonan tak lepas dari perselisihan internal di tubuh Keraton Kanoman yang saat itu dipimpin Sultan Badrudin. Sultan Kaprabonan saat itu memilih meninggalkan Keraton Kanoman karena berseberangan dengan kerabatnya di Keraton Kanoman. Ia akhirnya pindah dan menetap di sebuah tempat yang kini diberi nama Kaprabonan. Keraton Kaprabonan saat ini dipimpin oleh Sultan Pangeran Hempi Raja Kaprabonan. \"Bila dirunut dari silsilah Nabi Muhammad, Sultan Kaprabonan saat ini merupakan keturunan ke-38 dari Nabi Muhammad. Kalau dari silsilah sinuhun keturunan ke-16, sedangkan dari sultan Kaprabonan pertama keturunan ke-10, lebih tua dari keraton lain di Cirebon,\" ungkapnya. Setelah berpisah dengan Keraton Kanoman, Sultan Kaprabonan lebih mengutamakan kembali ke ajaran Syekh Syarif dan menentang kolonial Belanda yang saat itu memecah belah keraton. Ia mengajarkan tarikat ajaran Syekh Syarif Hidayatullah kepada masyarakat. \"Dulu tempat luas, tapi sekarang karena memang sudah banyak yang sudah menjadi hak milik pribadi, jadi area Kaprabonan tinggal menyisakan satu haktare,\" ucapnya. Keraton Kaprabonan sendiri, memiliki peninggalan di antaranya kitab-kitab ajaran Islam dan juga peninggalan keris turun temurun yang merupakan pemberian dari Syekh Syarif Hidayatullah. Sebagai mana bangunan keraton, area yang memiliki luas kurang lebih 1 Ha ini sekarang ditempati oleh anggota keluarga Sultan Kaprabonan. Di sana juga terdapat salah satu tajug atau langgar yang kerap digunakan sebagai tempat salat lima waktu. Tajug atau langgar pusaka Kaprabonan ini berdiri tahun 1707 M Tempat ini kerap digelar tawasulan setiap malam Jumat dan kegiatan keagamaan pada bulan Rajab dan Maulid Nabi. (jml)
Kaprabonan, Lahir dari Kisah Perselisihan di Kanoman
Jumat 18-03-2016,10:20 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :