Di saat daerah lain mulai gencar mempromosikan desa wisata untuk menarik banyak wisatawan berkunjung, hal berbeda di Kabupaten Kuningan. Promosi dan pembangunan fasilitas penunjang desa wisata tidaklah segencar daerah lain. Alhasil, hanya sedikit saja wisatawan yang mengenal desa wisata yang ada di Kota Kuda. LAPORAN: Agus Panther, Kuningan BELUM berkembangnya desa wisata yang ada di Kabupaten Kuningan, tidak terlepas dari minimnya anggaran yang dialokasikan pemerintah daerah. Jangankan untuk menggelar kegiatan pentas seni budaya di desa wisata setiap bulannya, untuk operasional saja nyaris tidak dianggarkan. Akibatnya, desa wisata yang digembar-gemborkan bakal menjadi sumber pemasukan bagi pendapatan asli daerah dari sektor wisata, ternyata jauh panggang daripada api. Kondisinya seperti mati segan, hidup tak mau. Ditambah lagi minimnya promosi dari dinas bersangkutan semakin membuat desa wisata terpuruk. Anggota DPRD Kuningan Drs H Momon Suherman sempat mengkritik tidak berkembangnya pariwisata di Kabupaten Kuningan. Kurangnya fasilitas, tidak adanya transportasi yang terintegrasi dengan kawasan objek wisata dan desa wisata, membuat wisatawan enggan berkunjung. “Harus ada pemikiran terbaru untuk mengembangkan objek wisata agar lebih mendatangkan PAD. Jangan hanya terpaku dengan yang sudah ada saja. Ingat sekarang Kuningan lebih mudah dijangkau dari kota besar sejak adanya Tol Cipali. Peluang ini yang harus disasar oleh para pengelola objek wisata dan instansi terkait,” ujar Momon yang juga politisi PPP. Ada 11 desa wisata yang pembinaannya di bawah Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Kabupaten Kuningan. Yaitu Cihanjaro, Ciporang, Mekarjaya, Darma, Kertayuga, Babakanjati. Kemudian, Lingasana, Linggarjati, Linggamekar, Ragawacana, dan Paniis. Malahan Desa Cibuntu, Kecamatan Pasawahan sudah menjalin kerjasama dengan Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti Jakarta. Saban tahun di desa ini diadakan kegiatan sedekah bumi, yang bertujuan mendongkrak kunjungan wisatawan ke desa tersebut. Namun, lokasi desa yang lumayan jauh dari jalan raya, dan tidak bisa masuknya bus besar ke desa tersebut, berimbas terhadap kurangnya wisatawan yang berkunjung. Padahal desa ini menawarkan keindahan alam, dan benda-benda peninggalan jaman purbakala. Begitu juga dengan Sitonjul yang berada di Desa Sangkanhurip, Kecamatan Cigandamekar. Dulu, Sitonjul digadang-gadang bakal menjadi surga baru para wisatawan. Bentangan sawah yang menghijau, udara sejuk dan dekat dengan jalan raya, menjadi andalan Sitonjul. Bahkan pemerintah sempat membangun berbagai fasilitas di Sitonjul. Namun lambat laun, nama Sitonjul redup dan nyaris dilupakan. Wisatawan lebih suka datang ke Sangkanurip Alami karena lebih dikenal. “Sitonjul? Apa itu? Saya baru dengar ada desa wisata Sitonjul. Lokasinya di mana? Ada fasilitas apa saja? Kayaknya engga ke sana ah, belum dikenal dan takut nyasar,” kata Weni, salah seorang wisatawan yang tengah berlibur di Sangkanurip Alami, kemarin (17/4). Kepala Disparbud Drs Teddy Suminar MSi mengakui kalau perkembangan desa wisata kurang sesuai yang diinginkan. Kendalanya, bukan hanya kurangnya promosi saja melainkan juga anggaran yang tersedia. Teddy tak memungkiri kalau desa wisata seperti jalan di tempat. Dia berharap agar alokasi anggaran dari APBD untuk pembenahan wisata ditambah oleh para wakil rakyat. “Untuk pengembangan desa wisata itu butuh dana tidak sedikit. Kemudian juga kegiatan pentas seni budaya di objek wisata juga membutuhkan anggaran. Masalahnya, anggaran yang ada di Disparbud tidak cukup untuk mengkaper semua kegiatan wisata,” sebut dia. (*)
Cibuntu, Desa Wisata yang Kurang Promosi
Senin 18-04-2016,15:36 WIB
Editor : Dian Arief Setiawan
Kategori :