Pengusaha Bingung, Nelayan Pasrah

Senin 12-03-2012,04:24 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

BBM Naik, Bahan Baku dan Biaya Operasional Membengkak LEMAHABANG - Pengusaha roti yang ada di Desa Asem, Kecamatan Lemahabang khawatir, jika harga BBM naik. Pasalnya, hal tersebut akan berdampak pada kenaikan harga bahan baku roti seperti tepung terigu, gula, telur, dan mentega. Salah seorang pengusaha roti setempat, Nuriyah tidak setuju jika pemerintah menaikkan harga BBM, karena sangat berpangaruh terhadap kelangsungan usahanya yang sudah dirintis bertahun-tahun. Pengaruh yang paling kuat adalah pada kenaikan harga bahan baku. “Jika harga seluruh bahan baku naik, ya kita tidak tahu harus berbuat apa. Cara satu-satunya menaikkan harga roti, sebab jika mengurangi cetakan atau komposisi bahan baku, kecil kemungkinan terjadi,” tuturnya. Dijelaskan, untuk menaikkan harga pun tidak semudah yang dikira, karena harus menghitungkan beberapa faktor, seperti keseragaman kenaikan harga dengan pengusaha yang lain, melihat respons pasar dan lain sebagainya. “Jika kita naikan harga sendirian, produk kita tidak akan laku, karena untuk Desa Asem saja industri rumahan pembuatan roti berjumlah sekitar 12 unit usaha,” jelasnya. Ia mengatakan, dengan adanya kenaikan salah satu bahan baku saja misalnya telur, pihaknya harus putar otak agar cost produksi tidak terlalu banyak. Apalagi, jika harga BBM akan dinaikan, tentu akan berpengaruh pada kenaikan harga lainnya. “Jadi, ya kita bingung, bagaimana caranya BBM tidak naik lagi,” kata pemilik merek roti Bonita Bakery ini. Perlu diketahui, saat ini Bonita Bakery menjual produknya dengan harga yang variatif, mulai dari harga Rp1.000 hingga Rp12.000. Untuk sekali produksi, perusahaan rumahan ini membutuhkan cost sekitar Rp1,25 juta dengan taksiran keuntungan antara Rp1,5 juta hingga Rp2 juta. “Untuk solar, kita memerlukan 3 liter per hari, sementara untuk bensin 25 liter per hari. Jika naik, tentu ongkos kirim pun akan naik,” ungkapnya. Keresahan tidak hanya dirasakan oleh pengusaha, para pekerja pun merasakan hal yang sama. Jaja khawatir jika BBM naik akan memengaruhi penghasilannya. “Otomatis khawatir, karena biaya produksi akan besar, sementara keuntungan belum tentu besar,” ucapnya. Ia pun hanya pasrah menghadapi kondisi ke depan, karena mau bagaimanapun juga, pemerintah tetap akan menaikkan harga BBM. “Saya hanya bisa pasrah,” pungkasnya. Pada bagian lain, nelayan di kampung Bondet Desa Mertasinga, Kecamatan Suranenggala mengaku pasrah atas rencana kenaikan harga BBM nanti. Suhartono, yang setiap hari mengandalkan kehidupan keluarga dari hasil tangkapan mengaku pasrah atas rencana kenaikan BBM. Pasalnya, kenaikan BBM itu tidak dapat menaikkan harga ikan hasil tangkapan seperti halnya angkot bisa menaikkan tarif saat harga BBM naik. “Tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Kenaikan BBM tentu saja memberatkan kami, tetapi kami harus tetap melaut demi mendapatkan sesuap nasi,” ujarnya. Menurutnya, sekali berlayar setidaknya setiap perahu menghabiskan hampir 40 liter solar belum dengan perbekalan selama melaut. Bagi nelayan yang tidak memiliki perahu atau menumpang, maka hasil tangkapannya harus dipotong 20 persen guna membantu memenuhi biaya operasional. Nelayan lainnya, Sadi menjelaskan saat ini masuk musim angin barat. Hal ini menguntungkan bagi para nelayan di Bondet dan sekitarnya. “Musim barat menguntungkan kami, karena kami mendapatkan hasil tangkapan lebih banyak dari biasanya,” ujarnya. (jun/ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait