Pilot Fokker Dipastikan Sehat

Senin 25-06-2012,01:45 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Investigasi penyebab kecelakaan Fokker nomor lambung A 2708 berlanjut. Panitia Penyidik Kecelakaan Pesawat Udara (PPKPU) melakukan pengecekan secara total, termasuk riwayat medis seluruh kru sebelum terbang. “Tim dokter terlibat dalam PPKPU, dilihat lagi seluruh file rekam medisnya,” ujar Kepala Dinas Penerangan Mabes TNI-AU Marsekal Pertama TNI Azman Yunus saat dihubungi Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (24/06). Tim dokter akan memeriksa seluruh data rekam medis dari semua kru. Menurut Azman, pilot Fokker 27 A-2708 almarhum Mayor (Pnb) Heri Setyawan sangat sehat sebelum terbang. “Itu pasti. Sebab, semua dicek, bahkan tekanan darahnya,” kata Marsma TNI Azman Yunus. Jika tidak fit, lanjut Azman, seorang pilot dilarang terbang. “Nah, dokter akan membawa file-file rekaman data rekam medisnya itu sebagai syarat pemeriksaan,” tutur Azman. PPKPU berada di bawah koordinasi Dinas Keselamatan Terbang dan Kerja (Dislambangja) Mabes TNI-AU. “Selain dokter, ada pilot senior Fokker, teknisi, ahli navigasi, dan ahli avionic. Jadi, ini tim yang lengkap. Melihat semua faktor,” katanya. Azman juga memastikan PPKPU bakal memeriksa petugas tower atau air traffic controller (ATC) saat kejadian Jumat, 22 Juni 2012, itu. “Mereka juga akan dimintai keterangan,” katanya. Tak hanya itu, PPKPU akan melakukan simulasi penerbangan meniru flight plan (skenario penerbangan) yang selalu dibuat sebelum pesawat militer beroperasi. “Jam-jamnya akan kelihatan apa yang terjadi. Bahkan, dari hitungan detiknya,” katanya. Karena pengecekan itu harus detail, PPKPU diberi waktu cukup lama. “Minimal tiga bulan. Tapi, kemungkinan bisa lebih. Tentu yang penting adalah hasilnya akurat,” ujarnya. Bisa dipastikan bukan human error? “Saya tidak bisa dong memastikan. Tapi, dari sisi kesehatan jelas pilot sangat fit. Kalau tidak sehat, pasti dilarang terbang. Itu prosedur tetap,” jawab Azman. Almarhum Mayor (Pnb) Heri Setiawan sudah mengantongi lebih dari 3.000 jam terbang. Pilot asal Pengasih, Kulonprogo, Jogjakarta, itu juga dikenal sebagai instruktur penerbang yang mumpuni di Skuadron 2. “Apalagi, ini misi latihan, tentu harus dipastikan sehat, tidak hanya pilotnya, tapi juga semua kru,” tambah Azman. Secara khusus, TNI-AU mengapresiasi perintah Presiden SBY dari Brasil yang meminta seluruh pesawat Fokker 27 yang digunakan sejak 1977 distop dulu. “Istilahnya, kami sebagai anak sudah diberi tahu ayahnya agar berhenti dan akan diganti pesawat baru. Tentu ini sangat membahagiakan,” ungkapnya. Azman optimistis, penerbang-penerbang TNI-AU beradaptasi dengan pesawat baru CN-295 produksi PT Dirgantara Indonesia (DI) dan Airbus Military Spanyol. “Penerbang Skuadron 2 itu selain Fokker ada CN-235. Jadi sudah sangat familier dengan pesawat PT DI,” jelasnya. Apalagi, standar pelatihan pilot TNI-AU juga sudah baku. “Mungkin nanti penyesuaiannya membutuhkan waktu satu atau dua bulan saja. Nanti juga dibantu dengan simulator,” katanya. TNI-AU optimistis, semua pesawat yang berusia uzur segera diganti oleh negara. “Yang sudah pasti, pesawat OV Bronco yang sebelumnya digunakan di Lanud Malang sudah tidak digunakan lagi. Agustus nanti datang Super Tucano dari Brasil,” ungkapnya. Azman juga berterima kasih atas support DPR yang menyetujui rencana penggantian pesawat-pesawat TNI-AU. “Kami siap melaksanakan tugas sebaik-baiknya. Musibah yang terjadi menjadi bahan evaluasi yang sangat berharga,” tegasnya. Secara terpisah, Direktur Utama Bandung Pilot Academy Nasrun Natsir menilai, pilot adalah aset yang sangat penting. Biaya sekolah penerbangan TNI-AU jauh lebih mahal daripada sekolah penerbang swasta. Taksirannya miliaran rupiah. “Satu jam terbang training pesawat F-16 saja memerlukan biaya USD 5.000 atau sekitar Rp50 juta,” katanya kemarin. Sekolah penerbang TNI-AU berlangsung 18 bulan. Siswa yang lulus kemudian berlatih di kesatuan selama enam bulan. Setiap siswa diberikan pilihan sebagai pilot pesawat tempur, transportasi, atau helikopter. Mereka pun disiapkan lagi untuk latihan operasi perang, selama 6-12 bulan. “Karena itu, sebelum terbang dipastikan pilot dalam kondisi prima,” katanya. (rdl/c4/nw)

Tags :
Kategori :

Terkait