RW 10 Gumelar Asih; Pukul 18.30 Sirine Berbunyi, Tanda Belajar Dimulai

Sabtu 23-07-2016,21:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Suara sirene menandai dimulainya jam wajib belajar malam yang diterapkan warga RW 10 Gumelar Asih, Kelurahan Kecapi, Kecamatan Harjamukti, Kota Cirebon. Tepat pukul 18.30 WIB, pesawat televisi di rumah warga langsung dimatikan. Laporan: MIKE DWI SETIAWATI, Harjamukti TAK sekadar sirene yang meraung-raung. Untuk memastikan anak-anak belajar di rumah dengan pendampingan orang tur, ada pasukan khusus yang ditugasi keliling untuk mengawasi. Pasukan khusus ini terdiri dari pengurus RW dan kader PKK. Setelah sirene berbunyi, televisi dianjurkan dimatikan agar anak-anak bisa belar, mengerjakan pekerjaan rumah dan berbagai tugas sekolah. Baru setelah pukul 20.00 boleh menyalakan TV kembali. “Ini bukan kegiatan sehari dua hari. Sudah empat tahun kita seperti ini,” ujar Ketua RW 10 Gumelar Asih, Neneng Muslimah, saat berbincang dengan wartawan koran ini. Empat tahun silam, RW 10 Gumelar Asih telah mencanangkan jam wajib belajar masyarakat yang berlaku untuk siswa-siswa sekolah di kelurahan tersebut. Tepatnya, pada Hari Ibu, 22 Desember 2012. Program tersebut diberi nama \"Gerakan Jam Wajib Belajar\" dan berjalan hingga sekarang. Tak sekadar deklarasi gerakan, semua unsur juga sepakat termasuk dukungan dari kelurahan. Jam wajib belajar dijadikan kontrol orang tua kepada anak. \"Jadi aturannya anak-anak tidak boleh keluyuran dari jam 18.30 ke atas dan orang tua tidak boleh menyalakan televisi di tempat anak belajar. Kita semua berkomitmen untuk hal ini,\" tuturnya. Gerakan Wajib Belajar, kata Neneng, dilahirkan dari rasa khwatir para orang tua karena semakin banyaknya pelajar yang kelayapan malam hari. Para orang tua takut anak-anaknya terjebak pergaulan negatif. Dengan adanya jam wajib belajar, diharapkan ada interaksi antara orang tua dan anak. Orang tua bisa melihat perkembangan anak di sekolah dari caranya mengerjakan tugas, pekerjaan rumah maupun mereview materi yang sudah didapat. Sebab, bila tidak dipaksa banyak orang tua yang lalai dan tidak memantau anaknya. \"Gerakan ini butuh kerjasama dari para orang tua. Tanpa kerjasama yang baik dan saling berkomitmen, gerakan ini tidak akan berhasil,\" tuturnya. Setelah berjalan empat tahun, Neneng mengaku, program tersebut sangat memberi manfaat bagi anak-anak sekolah di lingkungannya. Saat malam hari, mereka sudah terbiasa belajar, baik sendiri maupun secara kelompok. \"Mereka yang awalnya suka main gitar, menonton TV, nongkrong di luar rumah, ketika mendengar bunyi sirine bisa langsung belajar,\" jelasnya. Tidak hanya di RW 10 saja, program ini juga berlaku di RW 8, RW 13 dan RW 14. Neneng mengaku, penerapan program ini sesuai dengan peraturan pemerintah menuju kota layak anak yang sudah dulu diterapkan di beberapa kota seperti Solo, Jogjakarta dan Pasuruan. Selain program gerakan jam wajib belajar, RW ini juga menerapkan Taman Cerdas bagi warganya. Di sini, anak-anak bisa belajar sambil bermain. Mulai dari belajar komputer, les matematika, bahasa Inggris dan Pendidikan Agama Islam. \"Semua pengajarnya sukarela, dari warga kami sendiri. Dari warga untuk warga,\" ucapnya. Bukan saja di bidang akademik, di taman cerdas ini anak-anak juga bisa belajar karate dan tari tradisional yang seluruh kegiatannya dipusatkan di Bapermas dan digelar pada sore hari usai pulang sekolah. (*)  

Tags :
Kategori :

Terkait