Pungutan SMA Akhirnya Dipangkas

Jumat 27-07-2012,00:43 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Kadisdikpora Pastikan Bisa Kurang dari Rp4 Juta KUNINGAN– Kendati belum diputuskan secara resmi, namun Kepala Disdikpora Kabupaten Kuningan Drs H Maman Suparman MM cenderung setuju menurunkan biaya (pungutan, red) awal tahunan SMA. Itu diisyaratkan Maman pada forum rapat Komisi D DPRD yang digelar di ruang Banmus, kemarin (26/7). Saat menjawab pertanyaan para wakil rakyat, Maman memastikan bakal ada perubahan. ”Masih banyak sekolah yang belum melaksanakan rapat dengan orang tua. Sehingga keputusan perubahan biaya awal sekolah ini tidak dapat dipastikan batas waktunya,” tandas Maman saat dimintai kesimpulan dari rapat komisi tersebut. Yang jelas, kata dia, evaluasi terhadap angka-angka yang dipatok sejumlah sekolah bakal dilakukannya. Saat ini pihaknya telah melayangkan surat kepada semua SMAN dan SMKN untuk segera menyampaikan rencana anggaran 2012-2013. ”Setelah rapat ini kami akan melakukan komunikasi dengan sekolah-sekolah. Nanti pasti ada perubahan. Yang tidak begitu penting akan kami coret. Pokoknya harus bisa, pasti ada perubahan,” tegas mantan Inspektur Kabupaten Kuningan itu. Rapat itu sendiri dipimpin langsung oleh Ketua Komisi D H Ending Suwandi MM. Selain Maman, hadir pula Ketua Dewan Pendidikan Halil Harisbaya, serta para kepsek sejumlah SMA dan SMK negeri. Seperti SMAN 1, 2 dan 3 Kuningan, SMAN 1 Cilimus, SMAN 1 Ciawigebang dan SMAN 1 Luragung. Hadir juga para Kepsek SMKN 1, 2 dan 3 Kuningan. Mereka tiba di ruangan rapat ditemani oleh ketua komite sekolah masing-masing. Rupanya, Asda II setda Drs H Kamil Ganda Permadi MM pun berada di ruangan. Tampak H Dede Ismail, Yayat Achadiatna SH, Rana Suparman SSos, KH Ajieb Maaly dan Nana Rusdiana menghujani pertanyaan kepada para penyelenggara pendidikan itu. Mulai dari pertanyaan menyangkut angka di atas Rp4 juta yang dirasa kompak. Hingga usulan agar musyawarah orang tua murid dilakukan dengan voting. ”Memang prosedurnya sudah ditempuh, tapi substansinya itu harus diteliti kembali. Misal, rapat orang tua yang biasanya dilakukan secara aklamasi, kalau bisa divoting guna mengakomodir para orang tua yang tak berani protes secara terbuka,” kata politisi asal Demokrat, Yayat Achadiatna. Dia bicara seperti itu lantaran tujuan otonomi sebetulnya agar pelayanan umum meningkat. Jika kemudian fasilitas sudah bagus namun masih terdapat pungutan maka patut dipertanyakan. Terlebih anggaran pendidikan teralokasikan 20 persen dari APBN maupun APBD. Rana sedikit menentang pendapat Yayat. Terutama soal voting dan aklamasi dalam musyawarah orang tua. Menurut dia, voting seperti yang diusulkan Yayat, bukan tergolong substansi. Yang paling substansi, menurutnya, aspek kebutuhan dan kondisi masyarakat. Dalam kesempatan itu, politisi PDIP ini menyentil Disdikpora. Menurutnya, Disdikpora jangan hanya mengurusi mutasi kepsek, tapi juga biaya bangunan sekolah. Sebagai pimpinan rapat, Ending Suwandi berhasil mengatur alur rapat dengan baik. Bahkan tatkala melemparkan pertanyaan dari anggota komisi ke pejabat Disdikpora, politisi Partai Golkar ini sesekali menyelipkan statemen yang menggugah nalar. ”Indeks pendidikan Kuningan sudah bagus yakni mencapai 84. Jika dibandingkan daerah lain yang 80, kita sudah melampaui. Tapi patut dijadikan bahan renungan pula, ternyata indeks daya belinya hanya 56. Artinya masih banyak yang tidak berkemampuan. Sehingga banyaknya orang cerdas di Kuningan tidak berdampak pada daya beli,” ungkap Ending seraya melanjutkan rapat. H Kasiyo MPd selaku Kepala SMAN 1 Kuningan sekaligus Ketua MKKS SMA menjawab semua pertanyaan dari para anggota Komisi D. Iramanya sama dengan apa yang diungkapkan sebelum-sebelumnya. Yang baru disebutkannya yakni soal tiga komponen yang bertanggungjawab dalam menyukseskan penyelenggaraan pendidikan. Di antaranya pemerintah pusat, pemerintah daerah dan masyarakat. Tanggungjawab masyarakat ini bisa dihapus jika pemda mengucurkan bantuan. Sedangkan H Bambang Sri Sadono MPd selaku Kepala RSBI SMAN 2 Kuningan menjelaskan bahwa tuntutan RSBI berbeda dengan sekolah biasa. Jika saat ini biaya yang dibebankan pada ortu murid hampir sama dengan SMAN 1, maka itu bukan atas dasar obrolan sebelumnya. Lantaran tuntutan terhadap RSBI cukup tinggi maka tingkat kebutuhannya cukup besar. RSBI diberikan limit waktu 6 tahun dan akan dihapus jika tidak mencapai target. ”Kita harus bisa mencapai target tersebut karena kaitannya dengan gengsi sekolah dan daerah. Namun untuk biaya boleh dibandingkan dengan RSBI lainnya se-Indonesia bahwa SMAN 2 paling rendah dari 167 RSBI se-Indonesia,” ungkapnya. RSBI di Kuningan berbeda dengan daerah lain. Seperti di Denpasar, tiap tahunnya mendapat kucuran dari pemda senilai Rp5,6 miliar. Begitu juga Kabupaten Cirebon sebesar Rp1,2 miliar yang kemudian diturunkan menjadi Rp300 juta. Namun pihaknya bersyukur mampu berjalan dengan target percepatan. Bahkan terdapat 73 warga kurang mampu yang dibebaskan dari biaya pada tahun lalu. Kepala SMKN 1 Kuningan, Tarmidi MPd menyebutkan angka cukup mencengangkan. Sekolahnya itu hanya memasang harga pembiayaan Rp1,4 juta. Bahkan SPP nya pun relatif kecil hanya Rp 75 ribu perbulan. Tapi prestasi para siswanya berhasil dituai hingga berhasil menjadi juara nasional pada lomba kompetensi siswa (LKS). (ded)

Tags :
Kategori :

Terkait