DP Rumah Makin Murah, Turun dari 20 Jadi 15 Persen

Kamis 01-09-2016,17:30 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

JAKARTA- Uang muka untuk pembelian rumah kini makin ringan. Bank Indonesia (BI) merelaksasi lagi ketentuan loan to value (LTV) kredit pemilikan rumah (KPR) pertama. Menurut Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Filianingsih Hendarta, dengan relaksasi tersebut rasio nilai LTV kredit pemilikan rumah pertama menjadi 85 persen. Dengan begitu, uang muka yang harus dibayar nasabah menjadi 15 persen dari total harga rumah, menurun dibandingkan sebelumnya yang 20 persen. \"Selain pelonggaran uang muka untuk rumah pertama, BI juga menurunkan uang muka untuk kredit pemilikan rumah (KPR) kedua menjadi 20 persen dari sebelumnya 30 persen, dan kredit rumah ketiga serta seterusnya menjadi 25 persen dari sebelumnya 40 persen,\" ujarnya di kompleks BI di Jakarta, Rabu (31/8). Fili- panggilan Filianingsih Hendarta- menjelaskan, relaksasi LTV tersebut tercantum dalam Peraturan BI (PBI) Nomor 18/16/PBI/2016 yang dikeluarkan pada 29 Agustus 2016. Relaksasi kredit perumahan ini diharapkan dapat melengkapi stimulus dari pemerintah untuk mendorong laju pertumbuhan ekonomi. \"Sasaran dari relaksasi ini, permintaan masyarakat dapat meningkat, serta laju kredit perbankan juga dapat terus tumbuh,\" tambahnya. Dia menjelaskan, penjualan properti yang hingga semester I-2016 masih melambat. Di sisi lain, angka kredit bermasalah atau NPL di sektor kredit rumah masih rendah di bawah rata-rata industri sebesar 2,7 persen hingga semester I-2016. “Perkembangan properti residensial melambat penjualannya dan kami lihat secara year on year (yoy) pertumbuhan harga baik kecil dan menengah dan besar dia sama, melambat. NPL KPR 2,7 persen di bawah rata-rata industri dan real estate sebesar 1,96 persen. Jadi kami mendorong mempertimbangkan risiko kredit yang melekat,\" kata Fili. Relaksasi, lanjutnya, ditujukan pada sektor properti karena dianggap memiliki multiplier effect yang besar terhadap sektor lain seperti sektor konstruksi, industri, dan juga jasa keuangan. Tercatat ada 174 sektor turunan dari sektor properti. \"Kita tidak ingin melewatkan momentum mendorong pertumbuhan ekonomi melalui kebijakan makroprudensial,\" ujarnya. Namun, lanjut Fili, pelonggaran LTV ini juga harus dibarengi dengan ketahanan industri perbankan untuk mencegah membengkaknya kredit bermasalah. Hal itu juga berkaitan dengan syarat utama dari perbankan harus memiliki total rasio kredit atau pembiayaan bermasalah (non-performing loan/NPL atau NPF) secara bersih (net) di bawah 5 persen. Kemudian, NPL atau NPF perbankan harus di bawah 5 persen secara gross di sektor penyaluran KPR. Jika tidak bisa memenuhi syarat tersebut, maka bank tidak bisa mengenakan penurunan uang muka sesuai ketentuan terbaru. Perbankan di luar syarat tersebut menggunakan ketentuan lama LTV yang dikeluarkan Juni 2015. \"Saat relaksasi LTV Juni 2015, syaratnya gross untuk total kredit dan kredit KPR, sedangkan sekarang kami ubah NPL atau NPF total kredit perbankan menjadi net, sehingga memperlonggar perbankan,\" tuturnya. Hingga Juni 2016, BI mencatat terdapat sekitar 80 bank dari 118 bank di Indonesia yang dapat memanfaatkan pelonggaran LTV ini. Selain harus memenuhi syarat dari sisi NPL tersebut, aturan terbaru relaksasi LTV tersebut juga memperbolehkan pembiayaan inden hingga rumah kedua, namun dengan pencairan pembayaran secara bertahap. \"Ini untuk melindungi konsumen dari pengembang nakal. Jangan sampai uang sudah dibayarkan semua, ternyata pengembang kabur,\" ujarnya. Dia menggarisbawahi, pelonggaran LTV tersebut tidak berlaku untuk KPR yang termasuk program perumahan dari pemerintah pusat dan daerah. Sedangkan untuk kredit atau pembiayaan tambahan, relaksasi LTV ini dapat digunakan asalkan NPL memenuhi syarat. \"Jika kualitas kredit tidak sesuai syarat, maka tambahan kredit tersebut dihitung sebagai fasilitas kredit baru,\" ujar dia. Fili berharap agar dengan adanya relaksasi LTV dapat menambah 3,7 persen terhadap pertumbuhan KPR per tahun sejak aturan ini diberlakukan. Dengan relaksasi tersebut, bank sentral juga tengah mengkaji untuk menaikkan perkiraan pertumbuhan kredit perbankan yang tahun ini sebesar 7-9 persen. \"Angka 3,7 persen itu untuk posisi Juni ke Juni kalau tidak ada noise. Tapi sekarang saja dari Juni ke Agustus banyak sekali kejadian yang memengaruhi, seperti suku bunga turun. Makanya, kami akan kaji kembali,\" katanya. (dee)

Tags :
Kategori :

Terkait