Air Kramat Tukjasi, Zam-zam dari Cirebon

Rabu 08-08-2012,01:06 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

TALUN – Setiap hari masyarakat berbondong-bondong mengambil air kramat Tukjasi, Desa Wanasaba Kidul Kecamatan Talun Kabupaten Cirebon. Konon, sumber air bersejarah itu merupakan jejak peninggalan Mbah Kuwu Sangkan atau Pangeran Cakrabuana. Setelah tongkatnya ditancapkan ke tanah, menyemburlah air dan sampai sekarang masih mengalir walaupun musim kemarau. Informasi yang diperoleh Radar, air tersebut tidak pernah habis. Meskipun kemarau, sepanjang tahun terus mengucur dan mengalir, sehingga bisa dinikmati warga sekitar kapan pun. Kemarin (7/8), banyak warga yang hilir mudik mengambil air tersebut menggunakan jeriken. Karena itu, masyarakat menjulukinya sebagai air zam-zamnya Cirebon. Menurut Satir (60), penjaga situs sumber air tersebut, pada tahun 2000-an, saat itu sebelum direnovasi, warga mesti antre mengambil air, saling rebutan bahkan bertengkar. Untuk menghindari hal itu, pihaknya inisiatif membuat saluran dari pipa dan menggunakan pompa listrik, sehingga lebih efektif. “Saya di sini setiap hari berjaga-jaga dari jam 7 pagi hingga jam 5 sore, menunggu barangkali ada yang rusak peralatanya. Untuk mendapatkan air tersebutmereka butuhkan,” ujar Satir. Yang memanfaatkan air kramat Tukjasi, bukan hanya masyarakat dari Desa Wanasaba Kidul, tapi ada juga yang datang dari Desa Kerandon, Cirebongirang, Kubang, dan Perumahan Cempaka Arum. Rata-rata ribuan jireken ukuran 20-30 liter yang diambil setiap harinya. Secara sukarela warga yang mengambil air, ada yang memberikan uang jasa untuk membantu beban listrik. “Saya ikhlas berjaga di sini. Saya hanya mendapat amanat dari orang tua saya, almarhum  bapak Dulkarim yang dulu menjaga kebersihan kramat ini. Ia berpesan jangan dibisniskan, takut tidak barokah. Kalau melanggar, saya takut terkena petaka,” bebernya. Diakuinya, pernah didatangi pengusaha air mineral yang ada di Kecamatan Talun yang ingin membeli sumber air kramat tersebut dan sudah menawar uang milyaran rupiah, diberi mobil, bahkan diberangkatkan untuk haji, tapi dirinya tetap menolak. Sementara itu, Maksuni (40) warga Blok Wanantara Desa Kubang, kepada Radar mengaku merasa sulit untuk mendapatkan air di desanya karena ini merupakan musim kemarau. “Saya sering mengambil air di sini (Tukjasi) bahkan hampir setiap hari,” ucap Maksuni. (kin)

Tags :
Kategori :

Terkait