Belum Bebas dari Permukiman Kumuh, Cirebon Timur Disentuh Program Kotaku

Jumat 09-12-2016,20:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Wilayah Timur Cirebon (WTC) masih belum terbebas dari permukiman kumuh. Dari tujuh indikator kawasan kumuh, WTC masuk di dalamnya. Karena itu, pemerintah pusat meluncurkan program penataan Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) sebagai pengganti Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) pedesaan. \"Program Kotaku ini baru akan berjalan mulai tahun depan, hingga akhir Desember kita tengah menyusun rencana penataan lingkungan pemukiman (RPLP) terlebih dahulu,\" ucap Senior Fasilitator Kotaku, Atik Safitri. Saat ini pihaknya tengah menyosialisasikan penerapan Kotaku kepada masyarakat pedesaan di Kabupaten Cirebon, Kamis (8/12). Mereka menggelar pelatihan di Desa Mertapada Kulon, Kecamatan Astanajapura. Atik mengatakan, sosialisasi dan pelatihan itu bertujuan agar masyarakat tahu lebih jelas arah dari program Kotaku. Kawasan yang dianggap paling kumuh, berubah menjadi kota. \"PNPM dan Kotaku ini kan berbeda, jadi kita melatih masyarakat mengenai program Kotaku. Kita berikan pemahaman, salah satunya menyusun RPLP,\" katanya. Ada beberapa perbedaan antara PNPM dan Kotaku. Pertama, kalau PNPM dulu anggaran bantuan bisa dibagi rata, masing-masing RW meskipun ada kawasan skala prioritas utama. Sementara untuk program Kotaku hanya menyentuh kawasan yang benar-benar kumuh. \"Misalnya saja di Desa Mertapada Kulon, masyarakat harus terlebih dahulu menyusun desain yang nantinya muncul kawasan paling kumuh. Kawasan RT/RW yang paling kumuh ini yang akan menjadi priortas utama. Untuk menuju ke sana harus membuat perencanaan,\" jelasnya. Dalam penerapan program Kotaku, pihaknya melibatkan masyarakat melalui Badan Keswadyaan Masyarakat (BKM). Akan tapi sekarang pemerintah banyak terlibat aktif. Pelatihan diberikan untuk mencoba kepada masing-masing RW memberika usulan kegiatan yang diusulkan melalui pemerintah desa. Di lain sisi, perbedaan yang paling utama dalam sumber anggaran program Kotaku. Jika dulu PNPM merupakan murni pendanaan dari pemerintah pusat. Untuk program kotaku, anggaran diatur berdasarkan luas kawasan kumuh. Apabila luas lahan kumuh 10 ha ke atas, maka dianggarkan dari APBN. \"Kalau luas lahan di bawan 10 ha, itu dibantu pemerintah provinsi. Apabila luas kawasan kumuh 5 ha cukup dibantu dari anggaran pemerintah kabupaten. jadi ini anggaran nya kolaburasi dari pemerintah pusat, provinsi dan kabupaten,\" jelasnya. Ada tujuh kategori dalam menentukan kawasan kumuh, yakni dilihat dari rumah tidak layak huni, infrastruktur jalan, drainase, air minum, sampah, potensi kebakaran, banjir dan ruang terbuka hijau. \"Tapi yang diutamakan sekaran ada lima kategori indikator, yakni jalan, bangunan rumah tidak layak huni, air minum, dan sampah,\" ucapnya lagi. Atik menjelaskan, hingga kini, masih belum ada penentuan anggaran yang dibutuhkan untuk penerapan program Kotaku. Hingga kini, lanjutnya, pihaknya masih dalam langkah awal dalam menyusun RPLP yang ditenggat hingga akhir Desember. \"Nanti dari sini akan dibawa ke Jakarta, dan akan muncul dana masing-masing desa,\" katanya. Sementara itu, salah seorang warga, Dulyani, mengatakan pihaknya sangat mengapresiasi adanya program Kotaku. Sebab di wilayahnya masih banyak pemukiman kumuh yang perlu mendapatkan bantuan dan penataan, baik dari sisi jalan, rumah yang tidak layak huni dan ketersediaan air bersih. \"Ya mudah-mudahan programnya bisa lebih baik dari PNPM,\" jelasnya. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait