Perbankan Perlu Waspada soal Kredit Macet di Ciayumajakuning

Jumat 10-02-2017,16:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Pertumbuhan wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, Kuningan (Ciayumajakuning) rupanya bukan hanya membuat kota wali ini naik level. Di sisi lain juga berpengaruh pada Non Performing Loan (NPL). NPL atau kredit macet di Kota Cirebon sendiri per kuartal IV-2016 di angka 5,15 persen, naik dari kuartal dengan 2015 yakni 4,04 persen. Padahal target aman NPL Bank Indonesia (BI) adalah 5 persen. Kepala Kantor Perwakilan (KPw) BI Cirebon M Abdul Majid Ikram mengungkapkan, kredit macet di Kota Cirebon tertinggi dibandingkan dengan Indramayu, Kuningan, Kabupaten Cirebon maupun Majalengka. Jika di Kota Cirebon sebesar 5,15 persen di tahun 2016, maka Indramayu 3,75 persen, Kuningan 2,14 persen, Kabupaten Cirebon 1,59 persen dan Majalengka 1,45 persen. Secara sektoral, kata Majid, kredit macet Perdagangan Hotel dan Restauran (PHR), listrik gas dan air, jasa sosial dan lain-lain (kredit konsumtif) cenderung meningkat. Sementara total penyaluran kredit di Ciayumajakuning tercatat Rp 30,1 triliun di kuartal akhir 2016. Tumbuhnya terbilang positif 7,9 persen sejalan kondisi ekonomi yang diprediksi pemerintah secara nasional 5,1 persen. Dari total penyaluran kredit Rp 30,7 triliun, jika dilihat per wilayah Kota Cirebon mencapai 19,4 persen naik dari kuartal IV-2015 18,5 persen dan 17,16 di kuartal IV-2014. Sementara wilayah lainnya hanya di bawah 5 persen dari total kredit yang disalurkan. Dilihat dari sektornya, Perdagangan Hotel Restauran (PHR) tercatat tinggi. Bisa dilihat pembangunan hotel di Cirebon yang marak dan masih ada yang akan hadir. Majid mengatakan, salah satu penyebab bisnis PHR memiliki NPL tinggi ialah usaha perhotelan di Cirebon menyesuaikan tren pengunjung. \"Berdasarkan survei BI, korelasi sektor pariwisata dan bisnis penunjangnya mengacu pada kalangan menengah, mau tidak mau hotel kelas bintang menyesuaikan rate dan mengambil pangsa hotel di bawahnya,\" jelasnya. Hotel kelas melati yang akhirnya harus bertahan dengan sisa pangsa yang ada dan sulit mendapat okupansi. Akhirnya, wajar saja jika rate hotel budget pasang harga kelas melati dan akhirnya tamu lebih memilih kelas budget, begitu juga dengan kelas di atasnya. Soal ini, kata Majid, harusnya Perhimpuan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) berkomitmen agar tidak hanya bersaing dari harga, tetapi juga pelayanan. Kondisi NPL saat ini tentunya harus diwaspadai pihak perbankan. Majid menambahkan, memang secara kredit tidak besar, namun tetap harus diingatkan untuk cadangan aset. Mengantisipasi jika kondisi kredit bermasalah ini benar-benar macet. Perbankan juga terlihat masih wait and see situasi dan kemungkinan lain yang akan terjadi. \"Ini juga perlu peran serta stakeholder untuk meyakinkan iklim investasi yang baik,\" pungkasnya. (tta)

Tags :
Kategori :

Terkait