Kasus Megakorupsi E-KTP, Miryam Saksi Kunci?

Kamis 20-04-2017,10:35 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA - Rencana jemput paksa Miryam S Haryani belum sepenuhnya dijalankan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Politikus Partai Hanura yang terseret kasus dugaan memberikan keterangan palsu di sidang E-KTP itu selalu punya alasan mangkir dari pemanggilan komisi antirasuah. Aktivis Indonesian Legal Roundtable (ILR) Erwin Natosmal Oemar menilai, perilaku Miryam itu menguatkan indikasi bila mantan anggota Komisi II yang kini duduk di Komisi V DPR itu merupakan saksi kunci E KTP. Ketidakhadiran di penyidikan bisa dikaitkan dengan upaya mengulur-ulur penanganan korupsi E-KTP. Keinginan Miryam menghambat proses pengusutan rasuah tersebut sangat mungkin dipengaruhi koleganya di DPR. Sebab, mengacu di surat dakwaan E-KTP, tidak sedikit anggota dewan yang disebut-sebut menikmati aliran uang ijon dari pengusaha yang didistribusikan melalui Miryam. “Jelas bahwa Miryam adalah saksi kunci,” ujarnya kepada Jawa Pos (Radar Cirebon Group) kemarin (19/4). Berkaca pada kasus-kasus sebelumnya, politikus yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK biasanya akan memberikan keterangan luas kepada penyidik. Nah, kekhawatiran tersebut yang ditengarai melanda para oknum anggota DPR saat ini. Mereka takut bila Miryam membeberkan nama-nama yang terlibat dalam kasusnya. “Saksi kunci ini rentan ditekan pihak-pihak yang terganggu,” ucapnya. Sebagaimana diwartakan, Miryam dua kali tidak bisa menghadiri panggilan KPK. Pertama, Miryam minta izin karena ada acara Paskah pada Jumat (14/4). Berikutnya, dia beralasan sakit setelah kelelahan mengikuti acara Paskah. Penyidik KPK dituntut segera mengambil langkah tegas menyikapi kondisi itu. Upaya jemput paksa menjadi pilihan terakhir agar Miryam hadir dalam pemeriksaan. Kewenangan itu tertuang dalam hukum acara pidana yang juga melekat di penyidik lembaga antikorupsi sebagaimana diatur dalam UU No 30/2002 tentang KPK. Disebutkan, setiap orang wajib memenuhi panggilan penyidik. Bila tidak hadir, penyidik bisa memanggil sekali lagi dengan perintah membawa alias menjemput secara paksa orang tersebut. “KPK jangan terlalu menggubris permintaan dan ancaman DPR soal rekaman Miryam untuk dibuka,” ungkap Erwin. ”Itu hanya untuk kepentingan elit parpol,” imbuh pria berkaca mata tersebut. Sementara Juru Bicara KPK Febri Diansyah menyatakan surat pemanggilan Miryam rencananya kembali dilayangkan hari ini. Rencana penjemputan paksa tetap diberlakukan bila alasan ketidakhadiran Miryam dianggap tidak patut oleh penyidik. “Tentu kami akan mempelajari itu (alasan bila Miryam tidak hadir, red),” tuturnya. (tyo/oki)

Tags :
Kategori :

Terkait