JAKARTA- Vaksin MR (Measles Rubella) menjadi polemik di masyarakat. Berbagai alasan keagaaman diutarakan untuk menolak pemberian vaksin tersebut. Vaksin ini untuk mengatasi campak dan rubella. Keduanya adalah penyakit infeksi menular melalui saluran napas yang disebabkan virus. Campak dapat menyebabkan komplikasi yang serius seperti diare, radang paru (pneumonia), radang otak (ensefalitis), kebutaan, bahkan kematian. Sementara rubella biasanya berupa penyakit ringan pada anak. Akan tetapi bila menulari ibu hamil pada trimester pertama atau awal kehamilan, dapat menyebabkan keguguran atau kecacatan pada bayi yang dilahirkan. Kecacatan tersebut dikenal sebagai sindroma rubella kongenital. Di antaranya meliputi kelainan pada jantung dan mata, ketulian, dan keterlambatan perkembangan. Tidak ada pengobatan untuk campak dan rubella, namun penyakit ini dapat dicegah. Imunisasi dengan vaksin MR adalah pencegahan terbaik untuk kedua penyakit ini. Satu vaksin mencegah dua penyakit sekaligus. Lalu, bagaimana dengan adanya penolakan dari sebagian masyarakat? Sekretaris Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Ni\'am Sholeh, mengatakan upaya menghalangi langkah preventif atau pencegahan adalah sebuah dosa. Menurutnya imunisasi merupakan salah satu langkah preventif. Ni’am tidak menampik jika pihaknya mengetahui kalau ada pihak-pihak yang masih menolak pemberian vaksin. “Alasan yang digunakan antara lain karena konsep imunisasi itu buatan Yahudi, tidak menghargai takdir Allah, dan tidak halal karena ada kandungn babi,” ucapnya. Dia punya jawaban sendiri untuk berbagai penolakan vaksin. Ni’am membeberkan, jika takdir tidak bisa semata-mata pasrah terhadap keadaan. Seharusnya manusia harus berusaha agar memiliki takdir yang baik. Dia mengilustrasikan ketika Nabi Muhammad perang pasti menggunakan senjata dan baju besi. “Nabi tidak hanya pasrah kalau meninggal, kan takdir Allah. Beliau berusaha,” ucapnya. Mengenai kehalalan, Ni’am mengakui bahwa banyak vaksin yang belum bersertifikat halal. Dia menyarankan agar pemerintah mendorong produsen obat untuk mendaftarkan produknya. Namun menurutnya umat seharusnya tetap melakukan imunisasi. “Dalam Islam itu disarankan jika semua tindakan ada risikonya, maka pilih risiko yang paling kecil dan tidak berdampak besar,” ungkapnya. Ni’am lagi-lagi mengilustrasikan penggunaan vaksin tersebut dengan orang di tengah padang pasir yang sedang kelaparan dan hanya ada babi. “Tetap haram, babinya boleh dimakan. Setelah energi orang itu pulih, maka harus usaha untuk cari makanan yang halal dan tidak lagi makan babi,” tuturnya. Selanjutnya, Ni’am mengatakan lembaganya sudah melakukan sosialisasi dengan cendekiawan muslim dan forum ulama mengenai vaksin. Dia berharap dari para ulama mendapatkan pengetahuan yang benar tentang vaksin dan akhirnya ikut menyosialisasikan vaksin. “Kami sudah buat fatwa tentang vaksin. Fatwa nomor 4 tahun 2016 seharusnya bisa mendukung program pemerintah,” katanya yang ditemui di Kantor Kementerian Kesehatan, Rabu (19/7). Dalam aturan perundang-undangan pun diatur agar tidak menghalangi pemberian imunisasi. Sebab ditakutkan akan menjadikan wabah. Udang-udang yang dimaksud adalah UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular pasal 14. Hukumannya bisa kurungan penjara atau denda. Lalu apakah betul vaksin MR dari babi? Direktur Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra Kementerian Kesehatan Elizabeth Jane Soepardi menampik jika vaksin MR terdapat unsur babi. Sebab bibit virus rubella dikembangkan di tubuh anak ayam. “Sedangkan campak dikembangkan dari sel punca atau stemsel manusia. Saya jamin tidak ada unsur babinya,” terangnya. (lyn/byu/tau)
Kemenkes Jamin Vaksin Measles Rubella Tidak Ada Unsur Babi
Jumat 21-07-2017,07:05 WIB
Editor : Husain Ali
Kategori :