Stok Garam Tipis, Harga Melambung

Jumat 28-07-2017,23:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON - Industri garam lokal saat ini lagi naik daun. Harga jualnya mencapai Rp3.000 per kg. Bahkan di Indramayu harga garam bisa dijual dengan harga mencapai Rp6.000 per kilogram . Tingginya harga garam saat ini, karena stok yang tipis, setelah tahun lalu sejumlah daerah penghasil garam mengalami penurunan produksi, akibat cuaca La Nina. Begitu pula di Kabupaten Cirebon, yang hanya bisa memproduksi 1.160 ton. Padahal, rata-rata produksi garam di Kabupaten Cirebon bisa mencapai 350 ribu ton per tahun. Hujan menjadi kendala utama bagi para petani garam untuk memacu produksi. \"Faktor musim tahun kemarin, total gak produksi. Di gudang, stok sudah gak ada,\" ucap Caridi salah seorang pengusaha tambak garam asal Desa Kertasura, Kecamatan Suranenggala, Kabupaten Cirebon, kemarin. Di Kabupaten Cirebon, hanya ada satu wilayah yang memproduksi garam tahun lalu, yakni wilayah Kecamatan Pangenan. Industri garam lokal sebenarnya punya potensi. Kendalanya, terutama alasan faktor cuaca, dan fluktuasi harga yang tidak stabil. Harga garam kadang turun ke titik rendah Rp200-300/kg. Namun saat ini, peranan pemerintah dalam mengembangkan industri garam lokal masih belum optimal. Petani garam di Desa Bendungan, Kecamatan Pangenan, Imadudin (42) mengatakan, meskipun saat ini produksi garam belum bisa maksimal akibat masih sering terjadi hujan dan panas matahari yang kurang konstan, namun perlahan-lahan para petani sudah bisa memanen garam. “Saya sudah sepuluh kali panen musim sekarang, total sekitar 10 ton yang saya hasilkan dari lahan seluas setengah hectare. Memang belum puncaknya karena panas juga belum maksimal,” ujarnya. Jika panas sudah normal, maka panen biasanya bisa dua hari sekali. Namun dengan kondisi cuaca yang belum maksimal, maka para petani harus menunggu setidaknya tiga sampai empat hari untuk bisa panen. “Kalau proses seluruhnya lama, bisa makan waktu dua minggu sampai sebulan, tergantung panas. Tapi ini sudah agak normal, kita sekarang tiga hari sekali panennya,” imbuhnya. Dalam sekali panen, pria yang akrab disapa Didin ini mengaku bisa mendapatkan untung sekitar 2,5 juta. jumlah tersebut masih bisa bertambah jika panas musim kemarau sudah normal. Diakuinya, musim kemarau ini membawa keberuntungan sendiri setelah setahun sebelumnya tidak bisa berproduksi. Harga yang ada saat ini di tingkat petani adalah harga tertinggi selama dirinya pernah menggarap garam. “Sekarang paling murah harganya Rp2.700, umumnya Rp3.000/kg. Seumur-umur, ini harga paling mahal. Biasanya tidak sampai segini, Rp2 ribu saja sudah bagus sekali,” katanya. Namun demikian, rencana pemerintah pusat yang sedang mengkaji kemungkinan mengimpor garam, tentu membuatnya gelisah. Pasalnya, sudah menjadi hukum alam jika stok langka, maka harga akan mahal. Namun jika stok melimpah, malah akan menggerus harga yang saat ini ada. “Ya otomatis anjlok, stok banyak malah garam kita yang tidak laku, kalau ditanya setuju atau tidak ya jelas saya tidak setuju, lalu siapa yang akan menjamin harga garam ditingkat petani tidak merosot tajam,”ungkapnya. Menurut Imadudin, adalah sebuah ketidakadilan jika pemerintah tidak memikirkan nasib petani jika memaksakan impor. Terlebih, petani garam jarang sekali mendapatkan bantuan maupun stimulan untuk meningkatkan hasil dan produksi garam. “Bantuan terpal membran hitam yang untuk dasar tambak garam itu saja sudah tiga tahun lalu, setelah itu boro-boro. Kalau pemerintah mengaku sering mengeluarkan program coba ditelusuri, macetnya di mana, tepat sasaran tidak?” paparnya. Sementara itu, harga garam di tingkat pedagang di sejumlah pasar tradisional di Cirebon mengalami kenaikan. Hal tersebut terjadi karena kiriman dari sejumlah distributor garam dan sales garam tersendat dan kadang tidak lancar. “Harga garamnya naik, sekarang semuanya merk lokal semua, yang cap Kapal dari Surabaya malah sudah dua bulan tidak kirim. Dari distributornya harga sudah naik. Kita hanya ambil selisih sedikit,” ujar Nung salah satu pedagang garam di Pasar Cipeujeuh, Kecamatan Lemahabang. Untuk saat ini, harga garam termahal adalah garam dengan merk dagang 555 yang dijual dengan harga 1.500 sampai 2.000 untuk ukuran 250 gram. Sementara untuk merk lainnya masih di bawah harga garam 555. “Kita hanya jual garam lokal, produksi Cirebon kalau tertulis di bungkusnya. Kalau yang kiriman dari luar yang favorite itu sebenarnya yang cap Kapal, tapi kosong terus,” kilahnya. Terpisah, Kepala Bidang Usaha Kelautan dan Perikanan Kabupaten Cirebon, Yanto didampingi Kasi Usaha Kelautan, Yulia Herwati mengatakan, pemerintah melalui kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan, saat ini sebenarnya punya program nasional Gudang Garam dan Lahan Integrasi Garam Nasional. Kabupaten Cirebon salah satunya mendapatkan bantuan itu. Gudang Garam itulah yang nantinya berperan sebagai dolog untuk menyerap garam lokal. Sehingga, bisa bersaing dengan garam impor. Namun demikian, gudang garam yang pembangunannya menelan anggaran Rp1,8 miliar itu, masih belum beroperasi. Kendalanya, saat ini masih proses kelengkapan administrasi. Karena adanya perubahan susunan birokrasi di Pemerintah Kabupaten Cirebon. \"Harapannya secepatnya, gudang garam masih proses karena kemarin ada mutasi. Jadi, masih ada urusan administrasi yang harus dilengkapi,\" ucap Yanto. Pemerintah Kabupaten Cirebon sendiri sebenarnya ikut bangga, dengan adanya sarana prasarana gudang garam nasional di Kabupaten Cirebon yang berada di wilayah Desa Bungko, Kecamatan Kapetakan. Hal ini bisa ikut meningkatkan ekonomi masyarakat, terutama petani garam di Kabupaten Cirebon. Gudang Garam Nasional itu, memiliki kapasitas 2.000 ton. Sementara lahan integrasi garam yang akan digunakan luasnya sekitar 17,4 Ha. \"Dengan adanya gudang, diharapkan bisa menyerap tenaga kerja lokal sekitar. Kita juga ingin garam yang ada di sini, tidak ketinggalan kualitas dari impor,\" ungkapnya. Dia menjelaskan, Gudang Garam Nasional itu nantinya akan dikelola oleh koperasi. Pelaksanaannya didampingi oleh PT Garam. Industri garam di Kabupaten Cirebon sendiri, diakuinya memiliki potensi. Hal itu apabila melihat jumlah petani tambak garam di Kabupaten Cirebon, sebanyak 5.306 orang. Mereka tersebar di enam kecamatan yakni Losari, Gebang, Pangenan, Mundu, Suranenggala dan Kapetakan. \"Paling banyak di Pangenan, paling sedikit di Suranenggala,\" sebutnya. Memang faktor cuaca menjadi kendala utama dalam produksi garam. Tahun 2016 lalu, Kabupaten Cirebon hanya memproduksi garam sebanyak 1.160 ton. Karena cuaca yang mengalami kemarau basah. Padahal, normal produksi bisa mencapai 350 ribu ton atau 80-100 ton per ha. \"Tahun lalu kita hanya produksi dari Pangenan, dan hanya dua bulan produksi, yakni bulan Agustus dan September,\" jelasnya. Ketua Koperasi Garam Rakyat Muara Jati yang ditunjuk untuk mengoperasikan Gudang Garam Nasional di Kabupaten Cirebon, H Kusnadi mengatakan, operasional Gudang Garam Nasional di Kecamatan Kapetakan, saat ini terhambat karena urusan birokrasi. \"Masih belum beroperasi karena kemarin Kabid dan Kadisnya dimutasi, jadi terhambat,\" ucapnya. Padahal dia memiliki harapan besar dengan hadirnya Gudang Garam Nasional itu. Salah satunya bisa mengontrol harga garam agar lebih stabil. \"Bangunan sudah jadi 100 persen. Tinggal nunggu finishing di bagian depan. Ini anggarannya dari APBD, tapi belum ada. Karena kemarin ada proses mutasi,\" jelasnya. Kusnadi menyebutkan, ada lahan koperasi yang digunakan untuk lahan percontohan garam nasional. Awal bulan Juni lalu, pihaknya sudah mulai melakukan pengolahan lahan. Biasanya, pengolahan lahan untuk produksi garam memakan waktu satu bulan untuk pengerasan dan pengolahan. \"Kalau masih belum beroperasi, kita bisa rugi,\" ucapnya. (jml/dri)  

Tags :
Kategori :

Terkait