Pedagang Cemas Adanya Kasus Beras Oplosan

Sabtu 29-07-2017,12:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

INDRAMAYU–Pedagang beras pada beberapa wilayah di Kabupaten Indramayu resah. Itu karena mereka merespons penolakan diberlakukannya Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 47/M-DAG/PER/7/2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 27/M-DAG/PER/5/2017 tentang Penetapan Harga Acuan Pembelian di Petani dan Harga Acuan Penjualan di Konsumen. Terungkapnya kasus dugaan pengoplosan beras pabrik PT IBU Bekasi, Jawa Barat, diduga menjadi faktor pemicu terjadinya aksi mogok massal pengiriman beras ke Pasar Induk Beras (PIB) Cipinang yang dilakukan komunitas pedagang beras dan pengusaha penggilingan padi di Kabupaten Indramayu. “Terbongkarnya kasus dugaan beras oplosan inilah yang membuat pedagang maupun pengusaha penggilingan padi khawatir. Mereka ikutan cemas, takut kena dampak. Lalu kompak stop produki dan tidak memasok lagi beras ke Cipinang,” duga Wana, pedagang beras asal Kecamatan Haurgeulis. Dugaan ini bukan tanpa sebab. Sejatinya, mengoplos beras merupakan hal yang wajar dilakukan oleh para pedagang, termasuk dirinya. Tindakan ini dilakukan untuk menekan harga serta menyesuaikan permintaan konsumen. “Kalau jual beras premium murni, itu harganya terlalu mahal. Konsumen nggak mau beli. Dicampur dengan beras medium, harga menjadi lebih rendah,” kata dia. Namun, dia menegaskan, beras oplosan bukan campuran beras bersubsidi. “Kalau mengoplos beras bersubsidi, itu jelas pelanggaran. Pedagang beras di sini tidak berani kalau melakukan itu, risikonya tinggi,” sambung Wana. Biasanya, yang dicampur adalah beras sejenis, memiliki ukuran butir serta warna yang sama, tetapi kualitasnya berbeda-beda. Ada pula yang mengoplos beras KW 1 dengan KW 3 sehingga menjadi beras berkualitas KW 2. Misalnya mencampurkan beras medium dengan jenis Pandanwangi. Sehingga, beras menjadi bagus, berkualitas, namun harganya tetap terjangkau. Sama halnya dilakukan oleh warga para penerima u beras miskin (raskin) yang mencampurkannya dengan beras kualitas medium sebelum dikonsumsi. Menurut Wana, mengoplos beras pun bertujuan agar sesuai dengan selera masyarakat. “Masyarakat kita jarang mengkonsumsi beras premium murni. Contoh misalnya Pandanwangi. Itu kalau matang wanginya terasa banget, nasinya terlalu pulen. Lalu dicampur dengan beras jenis lain supaya dilidahnya pas. Jadi sebenarnya mengoplos beras sudah menjadi kebiasaan masyarakat kita,” terang Wana. Rusna, bandar beras asal Kecamatan Anjatan membenarkannya. Beras yang dioplos tidak selalu merugikan konsumen. “Justru sebaliknya,” kata dia. Sebab, sambung Dia, beras oplosan malah bikin kualitas beras bagus, tapi harganya tetap murah. Untuk campuran beras sendiri, tergantung kualitas beras yang ingin dihasilkan. Komposisinyapun harus tepat. “Pihak berwajib pun harus jeli. Kondisi di lapangan memang sudah seperti ini. Jangan semua beras oplosan disamaratakan sebagai sebuah pelanggaran. Terkecuali terhadap beras bersubsidi,” terangnya. (kho)

Tags :
Kategori :

Terkait