Berharap Siswa Tambahan, Swasta Tolak Sekolah Terbuka

Rabu 23-08-2017,02:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON – Rencana pembukaan sekolah terbuka mengundang prokontra. Khususnya bagi sekolah swasta yang hingga kini masih berharap ada siswa tambahan. Kendati demikian, Balai Pelayanan dan Pengawasan Pendidikan (BP3) Wilayah V Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat, bersikeras tetap merealisasikan rencana itu. Kepala BP3 Wilayah V Dinas Pendidikan Jabar, Dra Hj Dewi Nurhulaela MPd mengatakan, SMA Terbuka merupakan program Disdik Jawa Barat. Sekolah ini diperuntukan bagi seluruh elemen masyarakat yang karena kendala tertentu tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMA. Seperti karena bekerja, sekolah jauh dan tidak memiliki biaya. “Terpenting anak sekolah. Kalau siswa itu tidak mampu, jika swasta mau menggratiskan silahkan. Kami mendukung penuh jika demikian,” ucap Dewi, kepada Radar, Senin (21/8). Dewi menjelaskan, bagi lulusan dan memiliki ijazah SMP/MTs usia maksimal 21 tahun, dapat mengikuti jenjang pendidikan SMA Terbuka. Tempatnya di seluruh SMAN/SMK dan swasta di wilayah Jawa Barat. Sekolah swasta juga boleh membuka SMA Terbuka. Dengan syarat, biaya pendidikan digratiskan karena siswa tidak mampu. Hal ini sebagai wujud komitmen Disdik Jabar dalam memastikan setiap warga agar tetap bersekolah sampai jenjang setingkat SMA. Kendala dimaksud, ujar Dewi, terkadang ada lulusan SMP/MTs yang tidak cukup waktu karena sudah bekerja, jarak sekolah terlalu jauh, kendala biaya, hingga pernah melanjutkan tetapi putus sekolah. Sistem pendidikan yang diterapkan melalui pola pendidikan jarak jauh. Peserta didik SMA Terbuka dapat melaksanakan pembelajaran atau praktik terpisah dari sekolah induk. Dalam pembelajarannya, hanya dua kali dalam seminggu tatap muka dengan guru. Pembelajaran menggunakan sumber yang dikelola jarak jauh melalui teknologi informasi, modul/tutorial, dan media elektronik lain. “SMA Terbuka dapat tetap bekerja sambil sekolah. Terpenting anak tetap sekolah,” tuturnya. SWASTA KEKURANGAN SISWA Di lain pihak, sejumlah sekolah swasta masih kekurangan siswa. Mereka berancana membuka pendaftaran sampai September. Forum Kerja Kepala Sekolah (FKKS) SMA Swasta Kota Cirebon, Rudi Pramadi mengatakan, hampir 11 SMA swasta tahun ini mengalami penurunan siswa hingga 50 persen. \"Tahun ini penurunannya sangat terasa,\" ujar Rudi. Meski beberapa sekolah seperti SMA BPK Penabur, SMA Putra Nirmala, SMA Al-Azhar, serta SMA Santa Maria masih bisa memperoleh siswa hingga ratusan, namun beberapa sekolah lainnya mengalami penurunan. Jumlah siswa  untuk SMA Terang Bangsa, SMA Nurussidiq berkisar hanya 20-40 saja. Sedangkan SMA Syarif Hidayatullah juga Sekar Kemuning baru menerima 17-20 siswa. Ada juga sekolah yang menerima kurang dari 17 siswa seperti, SMA Taman Siswa, SMA Cokroaminoto, SMA Widya Utama, SMA Geta School dan SMA Windu Wacana. \"Sekolah saya saja dulu siswanya 27, sekarang baru 17 siswa saja,\" ungkap pria yang juga kepala SMA Syarif Hidayatullah ini. Menyikapi hal tersebut, ia dan pihak sekolah lainnya telah menggelar beberapa komunikasi dengan anggota FKKS SMA Swasta Kota Cirebon juga FKKS SMA Swasta Jabar. Hasilnya, penurunan jumlah siswa di sejumlah SMA swasta pun dirasakan oleh semuanya, bukan hanya di Cirebon. Oleh sebab itu, semua memberanikan diri membuka pendaftaran hingga September mendatang. Rudi heran dengan fenomena belakangan ini. Melihat dari data kelulusan dan juga jumlah kuota yang diterapkan di sekolah negeri, seharusnya masih ada siswa yang belum sekolah. Tapi, para siswa ini tidak diketahui ke mana rimbanya. \"Buktinya masih banyak siswa dan orang tua siswa yang datang ke sekolah kami untuk menanyakan PPDB. Jadi sebenarnya masih banyak siswa yang belum sekolah. Oleh sebab itu kami hanya melihat dan menunggu saja sampai September mendatang,\" paparnya. Di tempat terpisah, Kepala SMA Taman Siswa, Drs Sugiarto menambahkan, penurunan jumlah siswa tahun ini juga dirasakan olehnya. Tahun ini ia hanya bisa mendapatkan 12 siswa saja. Permasalahan kurangnya siswa tersebut ia rasakan bukan hanya karena berlakunya sistem zonasi saja. Tapi, ada faktor lain dan perlu dicarikan solusinya. Pihaknya juga anggota FKKS SMA Swasta lainnya pun mengaku terus memperbaiki Sistem Peningkatan Mutu Internal (SPMI). \"Kami tidak menyalahkan sistem zonasi, tapi kami juga terus meningkatkan SPMI,\" tuturnya. (ysf/apr)  

Tags :
Kategori :

Terkait