Kemendag Lepas Segel, Gula Petani Aman Dikonsumsi

Jumat 08-09-2017,07:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON- Pihak penyidik Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI akhirnya melepas segel yang mengelilingi ribuan ton gula di PG Tersana Baru, Babakan, Cirebon, Kamis (7/9). Langkah itu diambil setelah uji lab atau test yang dilakukan PPNS Kemendag RI menyatakan bahwa gula-gula tersebut sudah sesuai SNI dan aman dikonsumsi. Pihak Kemendag RI datang bersama Komisi IV DPR RI dan pihak Kementerian Pertanian (Kementan). Mereka juga sempat melakukan dialog dengan manajeman PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) II Cirebon, dan para petani yang tergabung dalam APTRI (Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia). Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi IV Herman Khaeron MSi meminta kepada otoritas keamanan pangan dan perdagangan jika menemukan sesuatu menyangkut hajat hidup rakyat, diharapkan untuk tidak langsung mengambil tindakan yang malah membuat gaduh dan keresahan di masyarakat. “Aksi penyegelan itu kan sempat bikin ramai. Ini yang harus kita hindari. Ke depan harus ada upaya yang lebih baik, gunakan pendekatan-pendekatan persuasif, jangan sampai ada kegaduhan,” kata pria yang akrab disapa Hero itu. Aksi penyegelan, kata Hero, tergolong kasus baru. Sehingga membuat masyarakat, terutama para petani kebingungan. Persoalan tidak sesuainya mutu gula, sambung dia, juga bukan semata-mata karena proses produksi yang salah. Bisa juga karena cara penyimpanan gula yang kurang baik sehingga mengubah nilai kandungan dalam gula. “Akibat dari penyegelan ini, tidak hanya rakyat yang menderita karena tidak bisa menjual gula. Kondisi tersebut juga dipastikan berimbas langsung kepada RNI ataupun PTPN karena gula-gula yang disegel tersebut sebagian merupakan milik BUMN, yang tentunya juga menginginkan gula bisa segera dijual untuk menutupi ongkos produksi,” kata anggota DPR Dapil Cirebon-Indramayu, itu. Saat ini, menurut Hero, pemerintah sedang berupaya untuk bisa swasembada gula. Salah satu caranya adalah dengan berusah mensejahterakan petani agar senantiasa selalu bercocok tanam tebu. Jangan sampai petani merasa seperti dipojokkan dengan aturan yang begitu banyak, dibatasi harga, dan seakan-akan dipersulit dari aspek lainnya. “Lahan terus menyusut tiap tahun, solusi keberlangsungan usaha ini ada di tangan petani. Mereka harus didukung, dibekali pengetahuan, modal, dan aturan yang sedikit dilonggarkan agar ke depan minat untuk bertani tebu semakin tinggi dan jalan menuju swasembada pangan semakin dekat,” bebernya. Terkait harga beli yang ditawarkan Bulog, Hero pun meminta harga Rp9.700 tersebut dikaji kembali oleh pemerintah. “HET-nya kan sudah jelas Rp12.500. Tentu ketika ada keluhan dari petani terkait persoalan harga, pemerintah juga harus respons dan mendengar aspirasi petani. Kalau semuanya duduk bersama membahas persoalan ini, semuanya diuntungkan dan semua pasti senang,” kilahnya. Sementara Ketua DPD APTRI  Jawa Barat, H Nana Karnadi dalam kesempatan tersebut menyampaikan bahwa harga yang ditawarkan oleh Bulog tidak masuk dan tidak sesuai untuk petani. Hal tersebut merujuk pada hasil panen dan ongkos perawatan dan biaya sewa tanah yang begitu mahal. Sehingga harga yang ditawarkan jauh lebih renda dari harga yang diminta oleh petani. “Kalau petani dengan harga segitu sama saja kita dipaksa untuk merugi. Ongkosnya saja sudah lebih dari angka itu. Malah yang ada saat ini, harga yang ditawarkan Bulog ini dikhawatirkan akan merusak harga gula di pasaran. Para investor dan pembeli bisa saja hanya membeli gula dengan acuan harga yang ditawarkan oleh Bulog. Jadi jelas kita akan tetap menolak harga dari Bulog. Kami minta kepada bapak-bapak dari DPR RI agar aspirasi ini disampaikan kepada pemerintah,” ungkapnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait