Perlu Dukungan LBH Kampus

Sabtu 17-11-2012,09:34 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Laporan ke Jamwas dan Komjak Bisa Jadi Pilihan KEJAKSAN - Rencana class action yang akan diajukan masyarakat dan mahasiswa, bisa menjadi kontrol hukum dan sosial. Sepanjang dilakukan dengan bukti yang kuat. Alternatif aduan juga bisa disampaikan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) atau Komisi Kejaksaan (Komjak). Termasuk mengajukan pra peradilan atas penerbitan SP3 kasus Pemuda. Demikian dijelaskan praktisi dan pengamat hukum pidana, Agus Prayoga SH. Menurutnya, rencana upaya class action atas SP3 proyek Pemuda perlu didukung. Sikap demikian menunjukkan implementasi Tridharma Perguruan Tinggi. “Saya sangat mendukung. Mahasiswa perlu dukungan tim LBH kampus dalam melakukan class action, agar praktiknya bisa dituntun,” ujarnya kepada Radar, Kamis (15/11). Agus menilai munculnya rencana class action, membuat kontrol sosial dan hukum atas perkara-perkara yang menonjol di Kota Cirebon menjadi lebih transparan dan terbuka. Dia menerangkan, dalam perjalanannya banyak perkara yang telah masuk Kejaksaan, namun tidak ada tindaklanjut. Seperti kasus rumah dinas wali kota, gedung wanita, pompa air PDAM, dan Jasmara DPRD tahun 2008. “Jika (Kejaksaan, red) mau transparan, tidak akan ada prasangka dan persepsi negatif,” tegasnya. Pria yang sudah 25 tahun berkecimpung di bidang hukum itu mempertanyakan, tentang SP3 yang diberikan secara terbuka oleh Kejaksaan. Menurutnya, kasus-kasus lain harus pula dibuka seperti kasus proyek Pemuda. Berdasarkan informasi yang dimiliki, lanjut Agus, penasihat hukum tersangka dugaan korupsi proyek Pemuda (saat ini sudah bukan tersangka lagi, red), dikabarkan berasal dari keluarga Kejaksaan Agung. Agus menerangkan gugatan class action bisa dilakukan ke Pengadilan Negeri (PN) Kota Cirebon. Namun, pada pengalamannya gugatan class action banyak menuai kekalahan. Karena itu, Agus menyarankan, mahasiswa dan masyarakat yang akan menggugat untuk menempuh pra peradilan tentang sah tidaknya penghentian penyidikan tersebut. Masalahnya, sambung dia, yang melakukan itu harus orang yang berkepentingan atau pelapor perkara. “Memang, di PN Semarang pernah memenangkan gugatan class action terhadap Pemkot Semarang. Tapi (umumnya, red) lebih banyak yang kalah,” tuturnya. Agus berpendapat, sebelum melakukan gugatan class action, proses hukum dan SP3 bisa diadukan kepada Jamwas dan Komjak. Tujuannya agar kedua pihak itu melakukan langkah koreksi dan analisa terhadap hal yang akan digugat. Menurutnya, dalam melakukan langkah hukum harus objektif dan cukup dasar. “Kalau Kejaksaan dianggap bermasalah, adukan saja ke Jamwas atau Komjak. Atau ajukan praperadilan, bisa juga sebagian lakukan class action,” papar pengurus DPC Partai Demokrat Kota Cirebon itu. Jika dalam pra peradilan dimenangkan, maka jaksa harus melanjutkan perkara tersebut. “Meskipun menang, belum tentu jaksa mau lanjut,” ucapnya. Hal itu diperbolehkan sebagai sikap Kejaksaan. Paling berwenang mengajukan pra peradilan adalah pelapor kasus proyek Pemuda. Sebelumnya, Koordinator Aliansi Mahasiswa Peduli Masyarakat (AMPM) Fakultas Hukum Unswagati, Sunan Bendung menyatakan, mahasiswa bersama masyarakat tidak ragu melakukan gugatan class action terhadap pengeluaran SP3 kasus proyek Pemuda. Pihaknya akan mendesak Kejaksaan Agung dan Komisi Kejaksaan untuk turun. Apabila ada oknum dari Kejaksaan Negeri Kota Cirebon yang melanggar etis hukum dalam proses penegakan hukum. “Kami dan masyarakat sudah sekian lama mengikuti perkembangan kasus ini. Jika SP3 ini sesuai, silakan. Sebaliknya jika tidak, mahasiswa dan masyarakat tidak akan tinggal diam,” tegasnya. (ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait