DPPKP Monitoring Jajanan Anak Sekolah, Bawa Bekal Lebih Aman

Sabtu 25-11-2017,09:05 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Belakangan ini marak kasus anak keracunan jajanan sekolah. Kebanyakan korbannya siswa sekolah dasar. Meski di Kota Cirebon keracunan jajanan belum ditemukan, tapi para orang tua siswa tetap merasakan kekhawatiran. DUA kejadian keracunan jajanan sepanjang November, pantas membuat orang tua khawatir terjadi di sekolah. Korbannya tak main-main. Di SDN 1 Muara, Kecamatan Suranenggala, 33 anak keracunan makanan nasi kuning (sebelumnya diduga penyebabnya jajanan crepes). Sepekan berselang, 7 anak keracunan makroni basah di SDN 1 Karangsari, Kecamatan Weru. Bagi anak-anak usia sekolah dasar, jajanan di pinggir jalan dan di kantin-kantin sekolah sangat menggiurkan. Bentuk dan warna-warni yang menarik membuat anak-anak tidak dapat menahan hasrat untuk mengonsumsinya. Ironisnya, di balik tampilan yang menarik itu, terkadang mengandung bahan-bahan yang tidak layak konsumsi. Tidak jelas komposisi dan kandungan gizinya, karena sebagian besar jajanan anak sekolah berupa makanan olahan. Di lain pihak, para pedagang juga tak sepenuhnya bisa disalahkan. Mereka berusaha meracik makanan dengan harga yang terjangkau kantong anak SD. Nuryani (34), salah satu pedagang kaki lima yang setiap hari mangkal di sekolah-sekolah. Ia menawarkan dadar gulung dengan seharga Rp1 ribu. Bahan bakunya, telur dan saus cabai. Harganya murah dan tampilannya menggoda. Dagangan Nuryani pun laris manis diburu anak-anak SD. Satu hari, ia bisa menjual lebih dari 50 tusuk dadar gulung. \"Namanya juga jajanan anak SD, yang penting murah meriah, kalau lagi laris bisa dapat untung Rp100 ribu/hari,” ujarnya. Saefudin (50) juga mengungkapkan hal senada. Dia menjual Mi Gilink di sekitaran sekolah dasar. Bahan-bahannya diklaim aman bankan disebutnya tidak mengandung pengawet dan bahan berbahaya. \"Ini pakenya terigu aja, terus digiling pake alat,” ujar pria yang sudah berjualan lebih dari lima tahun itu. Jajanan sejenis ini, memang favorit anak-anak SD. Harganya pas di kantong. Rasanya, pun cukup membuat mereka ketagihan. \"Mi nya enak, murah lagi,\" ujar Farah (9), salah satu siswi SD dengan wajah polosnya. Farah dan teman-temannya tak menghiraukan apa bahan yang terkandung dalam jajanan tersebut. \"Kalau gak enak, aku gak beli,\" tambahnya. Berbeda dengan Farah, Hafiza (10) memilih makan bekal yang dibawanya dari rumah. Sejak kecil ia tidak dibiasakan orang tuanya untuk jajan di sekolah. Tiap hari, Hafiza membawa bekal yang sudah disiapkan dari rumah. “Kata mamah makan dari bekal aja, nggak boleh jajan sembarangan,” ungkapnya. Perlindungan terhadap siswa dari jajanan sekolah yang tak layak konsumsi masih lemah. Dinas Pangan Pertanian Perikanan dan Kelautan (DPPKP) memang sudah melakukan rapid test pada sampel jajanan sekolah. Tapi pengujian yang dilakukan hanya pada unsur pewarna kimia, formalin dan boraks. Unsur-unsur lain yang tak kalah berbahaya tidak masuk dalam pengujuan ini. Termasuk faktor kebersihan dalam pengolahan. Kendati demikian, Kepala Bidang Konsumsi dan Keamanan Pangan DPPKP, Elmi Masruroh berjanji akan melakukan monitoring berkelanjutan. Dia juga mengingatkan orang tua agar memprioritaskan pemberian bekal kepada anak. “Makanan terbaik adalah makanan yang diolah oleh keluarga. Sebaiknya orang tua menyiapkan makanan yang diolah di rumah untuk anak dibawa ke sekolah,” katanya. Elmi yakin, kebiasaan membawa bekal dari rumah akan menghindarkan anak-anak dari jajanan berbahaya. Termasuk bahan-bahan yang tidak layak untuk dikonsumsi. Tidak hanya itu, DPPKP juga menuntut sekolah untuk memberi perhatian lebih terhadap masalah ini. “Nggak cukup bilang jangan jajan sembarangan. Paling aman disarankan bawa bekal makanan dari rumah, karena kita tahu sendiri bagaimana mengolahnya,” sarannya. Saran dari DPPKP ini memang belum diterapkan sebagian besar sekolah. Dari pantauan Radar, baru beberapa sekolah saja yang memiliki kantin dengan pengelolaan baik. Mayoritas ialah sekolah swasta. Lokasi kantinnya bahkan di dalam ruangan. Salah satunya di Sekolah Pelita Bangsa (SPB) Jl Cipto Mangunkusumo. Di lokasi lainnya, TK Al-Irsyad Al-Islamiyyah justru punya aturan tersendiri. Sekolah yang berada di di Jl Pekarungan 70 tersebut menerapkan peraturan kepada siswa-siswinya untuk tidak jajan di luar sekolah. Peraturan ini sudah diterapkan sekolah sebelum maraknya jajanan sekolah yang bermasalah. “Untuk urusan kesehatan makanan kami sangat ketat. Kami punya aturan bahwa orang tua harus membawa bekal untuk anak langsung dari rumah masing-masing,\" ujar Nafisah, salah satu Guru di TK Al-Irsyad Al-Islamiyyah Kota Cirebon. Mutu jajanan di luar sekolah pihaknya tidak bisa menjamin. Selain tidak bisa mengintervensi pedagang, mereka yang berjualan di luar sekolah memang tidak bisa dijangkau pihak sekolah. “Kalau di dalam sekolah, kami masih bisa awasi. Nah kalau udah pulang sekolah kami nggak bisa memantau. Itu penjualnya kan di mana-mana,” ungkapnya. Antisipasi lain yang dilakukan pihak sekolah adalah mendatangkan tenaga kesehatan untuk sosialisasi dan memberikan pengetahuan kepada para siswa tentang jajanan yang sehat dan bergizi. Pihaknya mengimbau, para siswa untuk mematuhi aturan sekolah untuk tidak jajan sembarangan. Kemudian para orang tua, agar memantau anak-anaknya.“Untuk orang tua siswa diharapkan agar memantau anaknya, apa yang mereka makan tentu berdampak pada kesehatan,” katanya. (mike dwi setiawati)

Tags :
Kategori :

Terkait