Tren Curhat Bergeser, dari Buku Dairy ke Status Medsos

Sabtu 23-12-2017,07:35 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

PERKEMBANGAN teknologi dan zaman membuat kebiasaan dan aktivitas manusia berubah. Dulu, curhat biasanya bersifat pribadi dan sangat privasi. Tidak sedikit mereka yang mencurahkan isi hatinya lewat buku diary. Teknologi akhirnya membuat orang tidak lagi curhat lewat buku diary, tetapi lewat ketikan-ketikan komputer. Kehadiran internet pun membuat curhat nyaris kehilangan batas privasinya. Tak jarang pengguna internet mengumbar masalahnya di media sosial seperti facebook, BBM atau instagram. Buku Diary dianggap jadi buku paling anti diketahui orang lain karena berisi curhatan yang bersifat pribadi dan rahasia. Bahkan ragam buku diary sampai ada yang melengkapi dengan gembok dan kunci. Maksudnya apalagi kalau bukan untuk pribadi. Yang tahu hanya diri sendiri. Beda zaman, beda pula budayanya. Curhat ala Dear Diary ini berganti. Kids zaman now ini senang untuk curhat dengan \'dunia\' ketimbang merenung intim dengan buku diary tiap hari. Perihal hal-hal kecil pun jadi obsesi tersendiri untuk diketahui orang-orang asing. Mulai dari masalah terberat hingga terkecil terkesan wajib diketahui orang lain. Berbanding terbalik bukan? Diakui salah satu pengguna Media Sosial, Widianingrum (22), bercerita tanpa sadar media sosial seperti berfungsi sebagai tempat mencurahkan hati. Rasanya ketika sudah mencuit ada kepuasan tersendiri. \"Contohnya ketika sedang ada kejadian hari itu juga yang menurut saya nggak enak hati. Tangan memang gatel untuk update aja. Paling sering di Instagram karena ada medianya seperti Insta Story-nya. Di situ jadi lebih blak-blakan curhatnya,\" terangnya. Ditanya soal apa dampak yang dirasakan, Widia terdiam. Tak ada katanya. Hanya sekadar meluapkan emosi lalu selesai, tak ada kelanjutan. Suatu ketika ia bercerita, berkat curhatannya itu permasalahan yang dialaminya justru lebih menjadi-jadi. \"Jadi curhat tentang siapa yang kesindir siapa. Mungkin jeleknya di situ kalau curhat di status. Maksud hati meluapkan isi hati eh malah jadi bikin kesal orang lain.\" Dari pengalamannya itu ia mulai mengurangi curhat di media sosial atau sekadar membuat status yang tak perlu. Jika dirasa penting, baru ia mem-posting. Kini ia sadar betapa berdampaknya media sosial bagi kehidupan privasinya. Bahkan, ia memberanikan diri untuk menghapus salah satu akun media sosialnya. \"Yang paling nyandu emang instagram sih. Setelah kejadian itu, saya lebih pilih hapus akun saya di Instagram. Udah nggak pakai lagi sekarang,\" pungkasnya. Sementara, pengguna instagram lainnya, Fariza Dyan (21) minimalnya memposting 3 insta story setiap harinya. Suatu waktu, ada akun lain yang berisi foto dan display name yang sama dengan miliknya. Foto-foto yang diambil berdasarkan Screenshoot itu membuka jalan pikirannya. Betapa mudahnya seseorang mencatut foto dan mengikuti perjalanan kesehariannya hanya dengan mengklik fitur insta story di Instagram. \"Ketika tahu ada akun lain, mulai heboh sama teman-teman cari tahu. Diteror juga untuk tutup akunnya. Mungkin karena capek kita tegur juga, akhirnya dia tutup akunnya. Dari sana jadi kurang-kurang update kalau nggak penting-penting amat,\" lanjutnya. (myg)  

Tags :
Kategori :

Terkait