LHKPN Cabup Cirebon Alot, Rakhmat-Yayat dan Kalinga Perlu Perbaikan

Sabtu 20-01-2018,08:00 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

CIREBON- Pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) peserta Pilkada Serentak 2018 ditutup tadi malam pukul 00.00 WIB. Bila melewati deadline laporan tak diserahkan kepada KPK, pencalonan akan gugur. Sampai pukul 22.00 WIB, masih ada 27 bakal calon di antara total 1.150 yang belum melaporkan LHKPN. Untuk pilkada di wilayah III Cirebon (kecuali Indramayu), masih ada bakal calon yang pelaporan harta kekayaannya belum muncul karena masih butuh perbaikan dan juga verifikasi. Itu biasanya terjadi karena ada kesalahan input data, baik yang dilakukan langsung oleh bakal calon atau oleh tim suksesnya. Untuk Pilkada Kabupaten Cirebon, dari empat pasang calon yang akan mengikuti tahapan pilkada, sebenarnya seluruhnya sudah melaporkan harta kekayaannya. Tapi untuk statusnya berbeda. Ada yang sudah terverifikasi dan ada yang perlu perbaikan. Seperti laporan harta kekayaan milik pasangan Rahkmat dan Yayat. Keduanya berdasarkan situs KPK, memerlukan perbaikan, sehingga harta kedunya tidak bisa ditampilkan pada halaman muka situs KPK. Selain pasangan Rakhmat-Yayat, calon lainnya yang LHKPN-nya perlu perbaikan adalah Kalinga. Dian Hernawa Susanti yang mendampingi Kalinga, justru sudah terverifikasi. Pasangan Sunjaya Purwadisastra-Imron dan HM Luthfi Nurul Qomar juga sudah terverifikasi. Sementara untuk kandidat dari Kota Cirebon, dua pasang yang akan melenggang ke tahapan pilakda sudah terverifikasi dan lengkap. Untuk Kabupaten Majalengka, hanya Sanwasi calon kepala daerah yang diusung Golkar, PPP, dan Demokrat yang status LHKPN-nya masih dalam proses verifikasi. Sementara calon lainnya sudah terverifikasi. Kuningan, seluruh kandidaitnya terverifikasi LHKPN-nya. Direktur Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK Cahya Hardianto Harefa menyatakan bahwa pihaknya harus bekerja keras untuk menyelesaikan rekapitulasi laporan kekayaan pasangan calon. Sebab, banyak calon yang mengurus data kekayaan mendekati deadline. Misalnya pasangan calon walikota/wakil walikota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Dedie A. Rachim. Pasangan yang diusung PAN, Demokrat, Golkar, dan Nasdem itu baru selesai mengurus LHKPN kemarin. Mereka sebenarnya mengurus secara online. Namun, ada data fisik yang harus diklarifikasi langsung ke petugas KPK. “Khawatir kalau salah,” ujar Bima Arya. “Kalau kami prinsipnya masih bisa menerima (sampai tadi malam, red), apalagi yang online,” ucap Kunto Aryawan, staf Direktorat Pendaftaran dan Pemeriksaan LHKPN KPK. Kunto mengatakan, tidak jarang calon yang keliru memasukkan data angka kekayaan. Misalnya yang terjadi pada pelaporan LHKPN calon bupati Pinrang, Sulawesi Selatan, Jamaluddin Jafar. Tim sukses (timses) calon tersebut sempat keliru memasukkan angka. Dari yang seharusnya Rp8,9 miliar menjadi Rp8,9 triliun. ”Jadi, timsesnya salah masukin angka,” ungkapnya. Terkait calon yang belum mendaftarkan LHKPN hingga tadi malam, Kunto masih menelusuri. Menurut dia, ada kemungkinan calon keliru mengisi kolom jabatan di formulir LHKPN. Sesuai ketentuan, setiap calon seharusnya menuliskan keterangan jabatan sebagai calon gubernur/wakil gubernur atau calon bupati/wakil bupati atau calon wali kota/wakil wali kota. “Bisa jadi ada yang lapor, tapi tidak mencantumkan jabatan sebagai calon, tapi sebagai jabatan definitifnya,” ujar dia. Selama melayani peserta pilkada, KPK selalu menunggu sampai jam kerja berakhir. Bahkan, lembaga superbodi itu menyiapkan sepuluh meja pelayanan untuk pelapor yang datang langsung ke gedung KPK di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, tersebut. Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, seluruh data LHKPN bakal diverifikasi lebih lanjut. Pihaknya belum bisa menentukan apakah harta kekayaan seluruh calon kepala daerah itu berasal dari sumber pendapatan yang jelas. Namun, yang pasti, pelaporan LHKPN di KPK sudah ditutup kemarin. Dengan demikian, calon yang belum mendaftar otomatis tidak bisa memenuhi syarat pencalonan. “Kalau tidak lapor (LHKPN), tentu syarat (pencalonan) tidak terpenuhi, tapi itu (gugur tidaknya calon) merupakan domain KPU,” terang mantan aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) tersebut. LHKPN itu pun bisa menjadi arsip KPK untuk menelusuri seberapa jauh kekayaan yang wajar dan tidak wajar dari setiap calon. Febri mengingatkan, masyarakat sejatinya bisa turut memantau harta kekayaan calon kepala daerah di situs KPK Pantau Pilkada. Dari situs itu, masyarakat, khususnya yang memiliki hak suara dalam pilkada nanti, bisa menentukan calon pemimpin yang tepat. ”Yang punya konsep kuat menyejahterakan masyarakat,” ujarnya. Sampai saat ini, KPK telah memproses 78 kepala daerah dalam 93 kasus korupsi dan pencucian uang. Mereka semua dipilih rakyat, tapi justru merampok uang rakyat dengan cara korupsi. Nah, masih maraknya kepala daerah seperti itu diharapkan menjadi pelajaran semua pihak. ”Kami berharap kepala daerah tidak justru diproses dalam kasus korupsi,” imbuh dia. Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif menambahkan, pihaknya bakal terus bertukar informasi dengan Polri seiring pembentukan satuan tugas (satgas) anti-money politics dalam pilkada nanti. Ke depan setiap temuan praktik bagi-bagi uang yang dilakukan penyelenggara negara dan kroninya ditangani KPK. ”Untuk tindak pidana pemilihan umum, polisi bekerja sama dengan KPU dan Bawaslu,” ucapnya. Laode pun mengajak masyarakat untuk terlibat aktif dalam pemberantasan korupsi selama pilkada berlangsung. Dia juga berharap masyarakat tidak terjebak dengan janji-janji uang yang ditawarkan kandidat tertentu. Sebab, calon yang mau membeli suara sudah pasti tidak layak menjadi pemimpin daerah. ”Kalau kandidat itu mau membayar para pemilih, pasti itu bukan kandidat yang baik,” tuturnya. (dri/tyo/c9/c10/ang)

Tags :
Kategori :

Terkait