Sulit Air, Padi Mengering, Petani Andalkan Air Hujan

Sabtu 20-01-2018,17:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Sudah sebulan terakhir, Warsid (55) menggarap lahan pertanian yang ia sewa di Desa Pangenan/Kecamatan Pangenan. Sudah berkali-kali juga ia melakukan tambal sulam padi yang ia tanam setelah padi yang ia rawat perlahan-lahan mengering dan mati. Dari 7 hektare lahan pertanian yang digarap oleh Warsid, satu hektare di antaranya mulai menunjukan tanda-tanda akan mati. Bagian tanaman padi mulai  perlahan-lahan menguning. Bahkan sudah banyak tanaman padi yang menguning dan mati. “Ini sudah beberapa kali saya tambal sulam, tapi terus mati. Penyebabnya karena tidak ada air, hujan juga tidak pasti. Kadang cuma sebentar bahkan cuma gerimis aja terus tidak jadi hujan,” ujar Warsid. Meskipun saat ini air tengah melimpah dan hujan sering turun, namun masalahnya ada pada lahan yang digarap oleh Warsid. Lahan tersbeut menurut Warsid, adalah lahan yang tidak teraliri oleh irigasi sekunder maupun tersier, sehingga praktis sistem pengairan lahan garapannya hanya mengandalkan air hujan. “Ini benar-benar yang disebut sawah taah hujan, tanpa irigasi dan tanpa saluran pengairan, air hanya nunggu hujan,” imbuhnya. Selain persoalan air, masalah lainnya adalah lahan yang ia garap ini pernah terkontaminasi air laut sehingga tanahnya sedikit keras dan sulit untuk padi bisa tumbuh dengan normal. “Ini lokasinya dekat dengan tambak garam, dekat dengan kolam tampungan air asin,sawah disini juga dulunya bekas empang air asin, yang beberapa tahun lalu kita buka dan kita jadikan sawah kembali,” bebernya. Meskipun dekat dengan lahan garam, namun diakui Warsid, lahan garapannya tersbeut termasuk subur. Bahkan sebelumnya selama enam tahun berturut-turut ia berhasil memanen padi yadan tidak pernah gagal. “Tahun-tahun lalu air hujannya bagus, baru tahun ini air begit usulit,biasanya kalau bulan desember air sudah melimpah dan banyak, kalau hujan datang kita bisa tenang, kita garap lahan ini setahun sekali, kita sewa perhektarenya 2 juta, digarap pas musim hujan saja,iniistilahnya lahan blangko, lahan dekat laut,” kilahnya. Warsid pun berharap ada pihak yang membantunya mengairi sawah menggunakan pompa, pasalnya jika dibiarkan terus bergitu, 7 hektar lahan yang ia garap terancam mengering dan mati. “Saya belum pernah dapat bantuan, kalau ada pompa sih enak, bisa pompa, kita tidak tergantung air hujan lagi,kalau rugi sudah  jelas, perhektare saya sewa dua juta, ini yang sudah mati ada satu hektare, kalauditambah biaya perawatan dan bibit, bisa dihitung sendiri kerugian sampai saat ini,”paparnya. Sementara itu, Samsuri, petani lainnya yang ditemui Radar mengatakan, saat ini lahan pertanian yang teraliri air dari irigasi tersir maupun sekunder relative aman dari persoalan kekurangan air. Permasalahan tentu hanya ada pada sawah tada hujan yang sumber airnya hanya menunggu turunnya hujan. “Ya untuk mengatasi kekurangan air tentu harus pakai pompa. Tapi kalau dekat dengan air asin, mungkin yang keluar juga airnya kurang bagus kualitasnya,” ungkapnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait