Menelusuri Desa-Desa Terdampak Longsor dan Tanah Gerak di Kuningan (2)

Selasa 06-03-2018,17:31 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

Pergerakan tanah di Dusun Cipari, Desa Margacina, Kecamatan Karangkancana, membuat warga trauma. Sepekan lebih mereka meninggalkan rumah-rumah yang rusak. Ada yang ngontrak rumah, ada yang menetap di lokasi pengungsian. Ada juga yang trauma berat dan tak ingin kembali lagi ke Cipari. Muhammad Taufik, Kuningan DI lokasi pengungsian, setiap malam warga harus tidur berdempetan di atas matras yang disediakan BPBD dan hasil sumbangan masyarakat. Saat siang hari, para lelaki kembali beraktivitas seperti biasa. Ada yang bertani dan berkebun. Akses jalan yang sempat terbuka dimanfaatkan warga untuk mengambil perabotan rumah tangga, termasuk kendaraan pribadi yang masih tertinggal di Dusun Cipari. Beberapa keluarga dengan kondisi ekonomi cukup mapan, memilih mengontrak rumah di beberapa desa tetangga. Seperti di Desa Kaduagung, Karangkancana, dan beberapa desa lainnya. Mengontrak rumah memang menjadi pilihan. Rumah yang dikontrak itu dijadikan sebagai tempat tinggal sementara sekaligus mengamankan perabotan. Karena tak mungkin perabotan dan harta benda lainnya dibiarkan di rumah mereka di Cipari yang sewaktu-waktu ambruk karena pergerakan tanah. Tentu, yang mengontrak berasal dari yang mampu secara ekonomi. Sementara mereka yang tergolong miskin, memilih bertahan di pengungsian yang disediakan pemerintah dan menggantungkan hidup dari bantuan masyarakat yang setiap hari berdatangan. Sehari tiga kali warga di pengungsian mendapatkan jatah makan yang dibagikan petugas dari BPBD dan relawan. Para pengungsi selalu antusias setiap kali menerima bantuan makanan dan pakaian layak pakai. Pasalnya, sebagian besar dari mereka mengungsi tanpa sempat membawa pakaian, karena perabotan yang masih tertinggal di rumah dan meninggalkan rumah dengan pakaian yang menempel di badan saja. \"Saya tidak sempat membawa barang-barang, karena rumah rusak berat dan barang-barang masih tertinggal di sana. Tidak ada barang yang bisa dibawa, kecuali baju yang menempel di badan ini,\" kata Sapti (67) salah satu pengungsi kepada Radar. Menurut Sapti, kejadian pergerakan tanah yang terjadi sepekan lalu menyebabkan trauma mendalam sehingga membuatnya tak mau lagi pulang ke kediamannya. Selain telah menyebabkan rumahnya rusak berat dan tak layak untuk dihuni, Sapti mengaku pergerakan tanah menimbulkan suara bergemuruh yang membuat dirinya ketakutan luar biasa. \"Saya takut jika kejadian pergerakan tanah kembali terjadi. Saya sangat trauma dan tidak ingin pulang ke rumah. Mudah-mudahan pemerintah bisa memfasilitasi agar kami diberi tempat tinggal baru di tempat yang lebih aman,\" harap Sapti. Senada diungkapkan Tatang (69). Rumahnya juga mengalami kerusakan cukup parah hingga tak mungkin lagi ditinggali. Retakan di tembok dan lantai keramik di rumahnya tergolong parah. Sulit untuk diperbaiki. Kecuali dibangun ulang. \"Untuk dibangun lagi juga tentu akan menghabiskan biaya sangat besar. Belum lagi potensi pergerakan tanah yang masih mungkin terjadi. Sehingga saya juga ingin pindah saja,\" katanya. Sekretaris Desa Margacina Yopi Muhammad Ikhlas mengatakan pergerakan tanah telah menyebabkan ratusan rumah warga rusak berat. Bahkan, dari yang sebelumnya hanya mengalami kerusakan ringan, ternyata dalam kurun waktu satu minggu ini kerusakannya terus membesar sehingga menjadi lebih parah dari sebelumnya. \"Hampir 75 persen warga bersedia untuk direlokasi. Namun untuk kepastiannya masih menunggu hasil kajian dari tim Geologi PVMBG,\" ujar Yopi. Namun demikian, tak semua warga Cipari mengungsi. Yopi menyebutkan, mereka yang tinggal di RT 06 RW 02 yang posisinya berada di kawasan yang lebih tinggi, pergerakan tanah tidak terlalu berdampak pada permukiman warga. “Jumlah warga yang masih bertahan sebanyak 116 jiwa. Mereka beralasan rumahnya tidak terdampak, sehingga memilih tetap tinggal di Cipari,\" ujar Yopi. Terkait para pengungsi, Yopi membenarkan jumlah yang menempati aula Desa Kaduagung sejak beberapa hari terakhir ini mulai berkurang. Mereka yang mempunyai uang memilih mengontrak rumah atau menumpang di rumah saudaranya di desa lain. Tercatat, dari keseluruhan jumlah KK yang mengungsi di aula desa sebanyak 200 KK, kini hanya tersisa setengahnya saja. Namun demikian, Yopi memastikan hingga saat ini kondisi warga di pengungsian masih aman. Semua kebutuhan pokok seperti makan, air bersih hingga pemeriksaan kesehatan masih terpenuhi dengan baik. Kiriman bantuan seperti makan, air bersih, dan pakaian masih terdistribusikan menjangkau seluruh pengungsi, baik yang tinggal di aula maupun di rumah penduduk. (*/bersambung)

Tags :
Kategori :

Terkait