Warga Sudah Melek Politik

Rabu 30-01-2013,09:13 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

Cawalkot-Cawawalkot Sepakat Tak Main Politik Uang KEJAKSAN- Sedikitnya 84 persen warga menyatakan akan menolak untuk memilih pasangan calon wali kota dan calon wakil wali kota yang menggunakan politik uang. Sejumlah pasangan cawalkot-cawawalkot juga sepakat untuk bersaing sehat. Calon Wali kota dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Bamunas S Budiman mengungkapkan, pemimpin harus menjadi teladan. Kalau untuk menjadi seorang pemimpin saja sudah menggunakan cara yang tidak benar seperti money politic, kinerja ke depan patut dipertanyakan. “Politik uang itu tidak benar dan tidak mendidik,” tuturnya. Bos Grage Group ini menambahkan, saat hendak melakukan sesuatu yang benar, harusnya dimulai dengan hal yang benar. “Kalau kita mau melakukan yang benar, harus dengan jalan yang benar juga. Jadi pemimpin itu amanah rakyat. Bukan harus menghalalkan segala cara,” tuturnya. Kalaupun misalnya ada calon lain yang melakukan hal itu, Oki tidak takut suaranya akan berkurang. Karena, diakui Oki, masyarakat Kota Cirebon saat ini sudah cukup pintar dan melek politik. “Mereka akan memilih mana yang memang benar-benar baik mana yang bukan. Masa iya mau menggadaikan nasib Kota Cirebon lima tahun hanya karena uang yang nilainya tidak seberapa,” lanjutnya. Calon Wakil Wali kota, Priatmo Adji pun mengatakan hal senada. Menurut dia, masyarakat saat ini sudah cerdas dalam memilih. Pasalnya, tidak banyak masyarakat yang terpengaruh karena politik uang atau money politic. “Urusan ada calon yang melakukan ya biarkan saja, karena mulut dan hati bisa berbeda. Uang bisa saja diterima tapi saat di bilik suara, pilihan beda lagi,” jelasnya. Yang terpenting, kata dia, adalah bagaimana bisa mendapat kepercayaan masyarakat untuk memimpin kota dan membenahi Kota Cirebon. “Saat memang masyarakat sudah percaya, mau ada yang pakai politik uang atau apa, itu tidak akan mengalihkan pilihan,” tukasnya. Terpisah, Calon Wali kota dari Partai Golkar, Drs H Ano Sutrisno MH, jutru punya cara agar tidak terjebak dalam politik uang. \"Sangat tidak setuju. Kalau ada yang melakukan seperti itu, tidak mendidik,\" katanya. Dibandingkan menggunakan cara politik uang, ia punya cara sendiri untuk mengambil simpati masyarakat. Memberi pendidikan politik salah satunya. \"Harus ada pendidikan politik. Masyarakat sekarang sudah pintar,\" sambungnya. Sebab, kata dia, untuk meraih kemenangan dalam pilkada dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tidak melulu menggunakan politik uang. \"Meraih kemenangan banyak kok caranya. Yang seperti ini tidak mendidik. Supaya masyarakat bisa paham mengikuti pesta demokrasi, ada caranya yang benar. Tidak dengan politik uang,\" paparnya. Pendidikan politik yang ia lakukan di antaranya turun langsung ke masyarakat. Agar masyarakat dapat secara langsung mengenalinya. Sekaligus silahturahmi agar saat hari H pilkada masyarakat memilihnya sebagai wali kota Cirebon 2013-2018 mendatang. \"Selalu silahturahmi kepada masyarakat untuk menyukseskan pesta demokrasi ini. Sampaikan pesan juga kepada mereka kalau saat hari H tiba, mereka datang ke TPS untuk menggunakan hak pilihnya dan memilih sesuai pilihannya. Ya kalau bisa pasangan Ano-Azis,\" paparnya. Ia juga berpesan kepada masyarakat maupun anak muda, untuk tidak golput saat pemilihan berlangsung. Sebab satu suara dari rakyat menentukan lima tahun Kota Cirebon ke depan. Selain itu, pasangan Ano-Azis ini pun mengaku sah-sah saja untuk menjanjikan posisi kepala dinas kepada pejabat tertentu agar memenangkannya di pilkada. \"Sah-sah saja, tapi jangan mengabaikan profesionalisme orang tersebut. Jangan melanggar ketentuan yang ada,\" katanya. Untuk menempatkan posisi kepala dinas, harus sesuai dengan kriteria yang berlaku. Sehingga jabatan yang nanti ditempati dapat dipegang dan dijalankan dengan baik. \"Yang jelas ada aturan mainnya,\" ujarnya. Ia menambahkan, selama ini pasangan Ano-Azis menganggap bahwa dana kampanye yang digunakan selama menjelang pilkada merupakan bagian dari akses untuk meraih kemenangan. Oleh karena itu, butuh diperjuangkan walaupun dengan angka yang besar. \"Wajar saja karena untuk Pilkada butuh uang. Perlu biaya untuk memperjuangkan kemenangan,\" tuturnya. Namun ia tak mau mempersoalkan masalah finansial yang menjadi modal untuk kampanye selama menjelang Pilkada. Baginya, finansial yang ia keluarkan untuk mengikuti pilkada masih dalam batas wajar. \"Tidak berlebihan. Kalau berlebihan akan tidak baik. Bisa-bisa mikirnya balik modal karena sudah keluar uang banyak. Batas wajar saja,\" katanya. Sementara itu, pasangan H Sofyan dan H Sunarko Kasidin (SS), dipastikan tidak akan menggunakan politik uang dalam pemilihan wali kota. Selain dilarang secara aturan, hal itu bisa terkategorikan suap menyuap. Imbasnya, akan menuntut pengembalian uang jika sudah terpilih. Korupsi, menjadi jalan untuk mengembalikan uang yang telah keluar untuk menyogok para pemilih. Pasangan SS memastikan tidak akan menggunakan maupun menerapkan praktik politik uang. Sebab, hal itu sama dengan memberikan pembelajaran kepada masyarakat untuk melakukan aksi sogok-menyogok. Bagaimanapun, hal sogok-menyogok atau suap, secara tegas dan jelas dilarang oleh aturan agama mana pun. Terlebih, negara Indonesia menggunakan aturan jelas untuk suap menyuap itu. “Bagi kami, haram hukumnya melakukan hal itu. Politik yang cerdas tidak memberikan pembelajaran buruk,” ucap H Sofyan. Selain itu, bisa dipastikan jika sang calon menggunakan aksi suap menyuap agar dipilih, akan menghitung kembali uang yang dikeluarkan dan mengambil gantinya dari uang negara yang tujuan awalnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian, akan ada korelasi sebab akibat yang jelas akan politik uang. “Bagi kami, menggadaikan rakyat selama lima tahun ke depan dengan satu lembar rupiah, sangat naif sekali. Masyarakat sudah cerdas dan dewasa dalam menggunakan hak pilihnya,” ucap pria kelahiran Kota Cirebon itu. Begitupula dengan menawarkan posisi kepala dinas kepada pejabat tertentu agar memenangkan pasangan calon wali kota, SS tidak pernah berniat melakukan itu. Menurut Sofyan, jabatan adalah amanah yang tidak bisa digadaikan dengan apa pun. Seperti halnya aturan dari pemerintah pusat, jabatan harus disesuaikan dengan kemampuan dan kapasitas pejabat yang bersangkutan. Tujuannya, agar ilmu dan serapan pengetahuan yang didapat, bisa maksimal diterapkan dalam pekerjaannya. Sebagai contoh, Kepala Dinas Pendidikan tidak boleh dijabat oleh pejabat dengan latar belakang teknik. “Kebijakannya akan riskan. Prinsipnya, jabatan harus diemban kepada orang yang tepat, baik ilmunya maupun sikapnya,” terangnya. Jika calon sudah menawarkan jabatan tertentu kepada siapa pun yang membantunya memenangkan, hal itu sama saja dengan menggadaikan masa depan warga Kota Cirebon. Selama ini, pasangan SS tidak pernah mengetahui aliran utang untuk kampanye. Sebab, Sofyan dan pasangannya, memaksimalkan kemampuan yang ada. Baik keuangan maupun kemampuan lainnya. “Alhamdulillah, dana kampanye kami cukup untuk memberikan kontribusi kepada masyarakat,” ungkapnya. Alasannya tidak berutang dana untuk kampanye dan lebih memilih memaksimalkan keuangan yang ada, karena jika menang, calon yang banyak berutang akan menjadi uang dari mana pun agar utangnya segera kembali lunas. Atau, ada kesepakatan tertentu yang akhirnya hanya menguntungkan pihak tertentu dan merugikan masyarakat luas. Dalam hal ini, warga Kota Cirebon kembali hanya menjadi korban. “Kami menghindari itu. Kami bekerja bukan untuk bersama-sama membangun dan menyejahterakan masyarakat Kota Cirebon,” ucapnya. (kmg/nda/ysf)

Tags :
Kategori :

Terkait