Pak Ogah Protes Penutupan U-Turn

Senin 14-05-2018,18:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Iwan dan seorang rekannya nampak sibuk. Akhir pekan jadi hari yang melelahkan buat mereka. Maklum, lalu lintas Jl Cipto Mangunkusumo lebih padat dari biasanya. Pria 45 tahun ini bukan polisi. Bukan juga petugas Dinas Perhubunghan (Dishub). Ia hanya masyarakat biasa yang mencari nafkah di jalanan. Tugasnya, mengatur kendaraan yang hendak putar arah. Tiap 15 menit sekali, dua Pak Ogah –sebutan untuk pengatur lalu lintas dadakan- bergantian memegang peluit dan bendara. Untuk satu u-turn rata-rata terdapat delapan Pak Ogah. Mata pencaharian mereka juga bergantung pada aktivitas ini. Sehingga, ketika mendengar ada rencana penutupan u-turn, tentu saja langsung protes.  “Kemacetan itu bukan dari  pengatur parkir. Kendaraannya memang tambah banyak,” ucap Iwan, kepada Radar Cirebon. Dia bersama rekan-rekan lainnya khawatir penutupan u-turn bakal membuat mereka kehilangan mata pencaharian. Di Jalan Cipto sendiri, terdapat empat u-turn yang berdekatan dengan mall. Dishub memang tidak akan menutup semuanya secara permanen. Ada yang direncanakan menggunakan lampu pengatur lalu lintas portable khususnya di depan perumahan TNI-AL. Tetapi di depan Indosat dan eks Kantor Disdagkop-UKM kemungkinan besar bakal ditutup. Penutupan dan pembuatan u-turn baru ini masuk dalam rencana jangka menengah dan panjang. Dari pantauan Radar Cirebon, tiap u-turn punya grup petugas parkir sendiri-sendiri. Ajat (47), punya pandangan berebda. Ia setuju pada penutupan u-turn. Tapi, tidak semua ditutup. Hanya yang tikungannya sempit saja. “Kalau depan perumahan TNI AL kan lebar. Muternya gak susah. Tapi depan Indosat itu sempit, muternya susah jadi bikin macet,” katanya. Tapi, dia juga meminta dishub mempertimbangkan u-turn baru untuk akses keluar masuk menuju Jl Sutawinangun (Pecilon). Dari tugas mengatur lalu lintas, para Pak Ogah menyambung hidup. Uang receh Rp500-1.000 diterima saja. Mereka memang tidak mematok tarif. Dari kumpulan uang kecil itu, satu Pak Ogah bisa bawa pulang uang Rp50-60ribu per hari. Di akhir pekan, biasanya ada rezeki berlebih. “Harus bagi-bagi. Jadi ya rata-rata Rp50-60 ribu per hari,” jelas Ajat. Di  u-turn perumahan TNI AL yang tidak terlalu  padat, dalam satu kali tugas ditangani oleh dua orang pak ogah. Mereka bergantian tiap 30 menit sekali. Sementara untuk u-turn depan Indosat, belokan itu termasuk ramai. Pergantian petugas bisa sampai 15 menit sekali. Begitu juga di depan eks kantor Disdagkop-UKM. “Kami sebenarnya kan membantu polisi. Kalau  polisi tugas seperti  kami, apa ada yang mau?” katanya. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait