Ribuan Warga Serbu Tradisi Grebeg Syawal, Ada Apa di Keraton Kanoman Cirebon

Jumat 22-06-2018,12:02 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Grebeg Syawal merupakan tradisi yang menjadi prosesi ritual Keraton Kanoman Cirebon, sejak beberapa abad lalu. Prosesi ritual yang ditahbiskan dalam bentuk “pengakuan” terhadap silsilah para leluhur, dan “perhelatan” yang berisi doa-doa kepada para raja yang telah wafat sebagai pendahulu keraton. Tahun 2018, Keraton Kanoman melaksanakan ritual Grebeg Syawal pada hari Jum’at tanggal 22 Juli. Prosesi ritual Keraton ini, esensinya melakukan ziarah kubur Sultan Kanoman (Gusti Sultan Raja Muhammad Emirudin) yang akan diiringi segenap keluarga maupun kerabat dekat Keraton. Gusti Sultan beserta rombongan berangkat dari Pendopo Jinem Keraton Kanoman pukul 06.30 WIB, dan diperkirakan sampai di Astana Gunung Sembung sekitar pukul 07.00 WIB. Selanjutnya, Gusti Sultan memasuki Kori Gapura alun-alun dan Kori Krapyak. Kedua Kori tersebut, merupakan pintu gerbang dari pintu-pintu yang akan dilalui Gusti Sultan beserta segenap keluarga dan kerabat dekat, memasuki pintu ke-8 dan pintu ke-9. Kemudian Gusti Sultan yang diikuti segenap keluarga dan kerabat dekat, melewati Lawang Pitu (tujuh pintu) menuju Sapta Rengga (ruangan dalam makam Syekh Sunan Gunung Jati) yang berada di puncak bukit Gunung Sembung. Sebelumnya, Gusti Sultan segenap keluarga dan kerabat dekat Keraton Kanoman, melewati tujuh pintu, yaitu; Lawang Pasujudan, Ratna Komala, Jinem, Rararoga, Kaca, Bacem dan Teratai. Pintu-pintu itu, secara khusus hanya bisa dilewati Gusti Sultan dan keluarga. Pada hari lain, dibuka ketika Grebeg Syawal, Grebeg Ageng, dan pada saat Gusti Sultan atau keluarga berziarah. Sesampai di Sapta Rengga, Gusti Sultan segenap keluarga dan kerabat dekat keraton,  melakukan tahlil, dzikir serta berdoa di makam-makam leluhur. Dimulai dari makam Kanjeng Sunan (Syekh Sunan Gunung Jati) yang berdampingan dengan makam Ibundanya (Ratu Mas Rarasantang) dan makam para leluhur yang selama ini, dikenal sebagai tokoh Cirebon. Di antaranya, Pangeran Cakrabuana (Kakak Ratu Mas Rarasantang), Fatahillah (menantu Kanjeng Sunan), Pangeran Pasarean (Putera Mahkota Kanjeng Sunan), Pangeran Dipati Carbon, Pangeran Brata Kelana, Pangeran Panjunan (Syayid Abdurrahman), Pangeran Kejaksan (Syayid Syarifuddin), Nyi Mas Pakungwati, Puteri Ong Tien Nio dan tokoh-tokoh lain. Secara berurutan, Gusti Sultan melanjutkan tahlil, dzikir dan berdoa pada makam Panembahan Ratu I (cicit Kanjeng Sunan) dan makam Sultan-Sultan Keraton cirebon. Istirahat sejenak di Balai Laras atau Lunjuk. Kemudian Gusti Sultan dengan diikuti keluarga serta rombongan peziarah, keluar dari Mergu—lokasi pemakaman yang biasa digunakan warga Tionghoa berziarah dan berdoa sebagai bagian dari penghormatan terhadap Puteri Ong Tien Nio. Prosesi berikutnya, Gusti Sultan menuju Pesanggrahan Kanoman untuk jeda istirahat dan dipersilakan mencicipi hidangan “jamuan makan” yang disediakan jeneng serta kraman Astana Gunung Jati. Seusai jamuan makan, Gusti Sultan dengan keluarga secara simbolis melakukan tradisi curak (membagikan uang) kepada masyarakat yang ada di sekitar komplek pemakaman. Beberapa saat setelah itu, rangkaian prosesi ritual ditutup Gusti Sultan, segenap keluarga serta kerbat dekat keraton menuju Lawang Pasujudan untuk pamit pulang kembali ke Keraton Kanoman. (dkw/pojokjabar)

Tags :
Kategori :

Terkait