Tak Terbukti Korupsi, Hotasi Bebas

Rabu 20-02-2013,09:57 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Mantan Dirut PT Merpati Nusantara Airlines, Hotasi Nababan, kini bisa bernapas lega. Sebab, dakwaan menyalahgunakan kewenangan dalam sewa pesawat Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 oleh Kejaksaan Agung dinyatakan tidak terbukti. Kemarin, majelih hakim pengadilan Tipikor memutuskan vonis bebas bagi Hotasi. Dalam sidang yang berlangsung sore hari itu, Ketua Majelis Hakim Pangeran Napitupulu mengatakan tidak ada pelanggaran hukum atas apa yang dilakukan Hotasi Nababan. Baik pada dakwaan primer yakni Pasal 2 Ayat 1 UU Tipikor, maupun dakwaan subsider Pasal 3 UU yang sama. \"Tidak terbukti dakwaan pirimer dan subsider, maka terdakwa harus dibebaskan dari segala dakwaan. Majelis hakim juga sependapat dengan nota pembelaan terdakwa, bahwa perbuatan sewa sudah dilakukan dengan transparan, sejalan dengan tata kelola perusahaan yang baik,\" ujar Pangeran Napitupulu. Vonis bebas itu menorehkan sejarah baru bagi Pengadilan Tipikor yang berada di Jalan H.R Rasuna Said. Hotasi menjadi terdakwa pertama yang bebas untuk dakwaan korupsi dalam jumlah besar. Sebelumnya, tiap sidang di Pengadilan Tipikor selalu berujung vonis penjara. Pertimbangan hakim untuk membebaskan Hotasi dari segala tuntutan hukum karena proses sewa pesawat dan membayar security deposit sudah dilakukan secara hati-hati. Termasuk di dalamnya ada iktikad baik, sesuai dengan kondisi perusahaan, dan diikuti informasi yang dinilai cukup. \"Unsur melanggar good governance tidak terbukti,\" imbuhnya. Begitu juga dengan dakwan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung yang menuding Hotasi memperkaya diri sendiri atau korporasi. Menurut Pangeran Napitupulu, fakta persidangan tidak menunjukkan adanya niat dari Hotasi untuk melanggar Pasal 3 UU Tipikor. Itulah kenapa dakwaan subsider harus dinyatakan tidak terbukti. Lebih lanjut hakim menjelaskan, apa yang dilakukan Hotasi wajar. Sebab, sudah sejak lama Merpati Airlines ingin menyewa pesawat tetapi tidak juga berhasil karena kondisi keuangan yang sulit. Bank juga lebih mudah memberikan kredit kepada perusahaan yang keuangannya bagus daripada sebaliknya. \"Saat itu terdakwa dapat mandat, mengandalkan suntikan dana Hotasi lantas mencoba nambah armada. Karena menambah jumlah pesawat berarti pemasukan akan bertamah,\" jelasnya. Di samping itu hakim juga menilai apa yang dilakukan Hotasi sebagai risiko bisnis. Hakim juga sadar kalau bisnis tidak bisa selalu untung 100 persen, tetapi harus meminimalisasi kerugian. Ketika kondisi mendesak, dalam bisnis biasa dikenal take it or leave it. Kalau pilih ditinggalkan, berarti manajemen telah kehilangan peluang untuk memperbaiki keuangan. Ketika memilih mengambil, berarti ada keputusan untuk memperbaiki sektor tersebut. \"Belum kembalinya security deposit harus dinilai sebagai risiko bisnis,\" tegas hakim. Seperti diketahui, kasus ini bermula 18 November 2006 silam saat Hotasi menandatangani Perjanjian Sewa-Menyewa (Lease Agreement Summary Of Term) dengan perusahaan Thirdstone Aircraft Leasing Group (TALG) Inc. Pesawat yang disewa adalah Boeing 737-400 dan Boeing 737-500 yang dimiliki East Dover Ltd. Pada 20 Desember 2006, Hotasi menandatangani kontrak sewa dengan TALG Inc. Untuk memperlancar, Hotasi lantas mentransfer uang USD 1 juta melalui Bank Mandiri ke rekening pengacara Hume and Associates. Tetapi, sampai waktu ditentukan dua pesawat itu tidak juga diantar oleh TALG Inc. Belakangan diketahui kalau uang yang disetor malah dikemplang oleh oknum TALG Inc yaitu John Cooper dan Alan Messner. Dalam vonis tersebut, satu hakim anggota yakni Hendra Yosfin dissenting opinion. Dia bersikukuh kalau apa yang dilakukan Hotasi termasuk tindak pidana korupsi. Sepakat dengan jaksa pada Kejaksaan Agung yang sebelumnya menuntut Hotasi Nababan dengan 4 tahun penjara dan denda Rp500 juta. Menurut Hendra, Hotasi terbukti melanggar Pasal 3 UU Tipikor yang mengatur tentang memperkaya diri sendiri. \"Terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar UU Tipikor,\" katanya. Sementara itu, Juniver Girsang, kuasa hukum Hotasi mengaku sangat gembira dengan putusan itu. Apalagi, majelis hakim juga sepakat dengan pledoi yang disampaikan oleh Hotasi maupun tim kuasa hukum. \"Majelis bisa melihat fakta pengadilan. Masalah jaksa yang pikir-pikir, kalau mereka bisa memahami kasus ini selesai,\" katanya. Hotasi juga tak kalah gembira. Dia langsung menyebut kalau putusan tersebut menunjukkan masih adanya hukum di Indonesia. Dia lantas menyindir jaksa penuntut umum yang nekat membawa kasus tersebut ke persidangan. \"Seharusnya, pemberantasan korupsi itu dimulai dengan cara yang benar dan tidak terkontaminasi,\" urainya. (dim)

Tags :
Kategori :

Terkait