Skandal Sprindik Rawan Politisasi

Sabtu 23-02-2013,23:38 WIB
Reporter : Dedi Darmawan
Editor : Dedi Darmawan

JAKARTA - Proses hingga penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka mengundang pula perhatian kalangan luar Partai Demokrat. Terutama, terkait dengan bocornya kopi surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) KPK ke publik beberapa waktu lalu. Salah satunya, pakar hukum tata negara sekaligus mantan Mensesneg Yusril Ihza Mahendra menganggap ada yang janggal atas beredar luasnya kopi sprindik tersebut. \"Pak SBY kan mempersilakan KPK untuk memperjelas status Anas. Dengan ada begitu, lantas keluar sprindik, kan bisa dianalisis ke mana arahnya,\" kata Yusril dalam acara diskusi di kompleks parlemen di Jakarta, kemarin (22/2). Menurut Yusril, langkah SBY sebagai ketua majelis tinggi dengan delapan poin hasil keputusan di Cikeas pada 8 Februari 2012 tentu berdampak pada Anas. \"Itu yang kemudian berdampak pada masalah sprindik dan gonjang-ganjing apakah yang bersangkutan tersangka atau bukan,\" tandasnya. Dia lalu memaparkan bahwa persoalan sprindik sudah diatur dalam KUHP. Intinya, dikeluarkan lembaga penegak hukum seperti halnya KPK untuk mengubah status seseorang menjadi tersangka. Kaitannya dengan Anas, lanjut Yusril, selama ini mantan ketua umum PB HMI itu diperiksa KPK tidak dalam kedudukan sebagai saksi. Tapi, hanya dimintai keterangan. Seseorang bisa dimintai keterangan sebagai saksi, menurut dia, jika dalam sebuah kasus sudah ada tersangka. \"Nah, yang dikemukakan oleh Kawanbin (Ketua Dewan Pembina SBY, red) agar Pak Anas fokus menangani dugaan persoalan hukum yang dihadapi. Pertanyaannya adalah persoalan hukum apa? Tersangka dia bukan, saksi dia bukan,\" papar mantan menteri hukum dan perundang-undangan itu. Kondisi-kondisi tersebut, menurut Yusril, membuat KPK menjadi sangat dilematis. \"Kan persoalan hukumnya tidak ada, supaya ada bagaimana? Kan begitu tho? Ya, kemudian dibikin jadi ada,\" sindirnya, lantas tersenyum. Keadaan itulah, lanjut dia, kemudian berkembang dengan munculnya sprindik bocor. Lalu, muncul spekulasi kapan Anas dijadikan tersangka. \"Bagi yang bersangkutan, itu kerugian yang nyata,\" tegas Yusril. Sebab, kata dia, yang beredar tentu saja bukan sprindik tersangka dalam arti sesungguhnya. Melainkan, baru sebatas draf sprindik yang belum jadi sprindik. \"Bagi saya, ini jelas merugikan, kalau Anas merasa dirugikan, bisa lapor ke polisi, biar ditangani. Karena itu kejahatan biasa, KPK tidak bisa menangani,\" tandasnya. Pada bagian lain, aktivis Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi mengatakan, beredarnya sprindik Anas Urbaningrum sungguh bukan persoalan sederhana. Bukan sekadar kecerobohan staf administrasi di kantor KPK, tetapi ada aroma kejahatan politik (abuse of power) yang berdampak sistemik. Karena itu, KPK tidak boleh menganggap skandal sprindik Anas sebagai masalah internal. Dengan demikian, itu cukup ditangani sendiri. KPK harus segera berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi (MK). Sebab, patut diduga ada pihak luar yang bermain untuk kepentingan politik. \"Aroma politik dalam skandal sprindik Anas itu sangat keras. Makanya, selain harus transparan dalam menyelidiki soal ini, KPK juga perlu segera berkonsultasi dengan Mahkamah Konstitusi dan pihak-pihak yang bisa membantu,\" ungkap Adhie. Jubir presiden era Gus Dur itu melihat ada orang luar yang memesan sprindik aspal itu kepada orang dalam KPK sebagai instrumen untuk mengancam pihak lain, dalam hal ini Anas Urbaningrum. \"Sprindik aspal itu dipakai untuk menakut-nakuti dan mengancam Anas (dan para pendukungnya) agar segera mundur dari jabatannya sebagai Ketum Partai Demokrat. Kalau Anas sudah mundur, sprindik sudah tidak diperlukan lagi. Juga tidak penting lagi apakah Anas jadi tersangka atau tidak dalam skandal megakorupsi Hambalang,\" katanya. Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Indra menilai, sprindik tersebut disengaja dibocorkan untuk kepentingan politik. Sebab, menurut dia, yang namanya sprindik untuk seseorang itu sudah hampir pasti tersangka dan bukan rahasia lagi. \"Masalahnya, ada apa di KPK? Ternyata KPK tak sebersih seperti yang dibayangkan masyarakat dengan bocornya sprindik tersebut,\" kritiknya. Dengan demikian, lanjut dia, pembocornya harus diselidiki dan diumumkan ke publik secara terbuka. Hanya, dia sepakat bahwa pihak yang menyelidiki tindak pidana pembocoran itu bukan KPK. \"Melainkan kepolisian. Kalau terbukti, virus tersebut harus dibasmi,\" tegasnya. Anggota Komisi III dari Fraksi PPP Ahmad Yani menambahkan, bocornya sprindik itu juga menunjukkan kelemahan manajemen administrasi KPK. Padahal, menurut dia, lembaga tersebut selama ini menyakralkan sprindik. \"Meski, ya sprindik itu biasa-biasa saja sebenarnya. Tapi, karena sudah bocor, pembocornya harus diungkap ke publik,\" ucap Yani. Menurut dia, ada sesuatu yang aneh pada lembaga pemberantas korupsi itu. \"Ada yang tidak beres di internal KPK, khususnya di penyidik tingkat dua, tiga, dan empat yang banyak permainan. Kalau di tingkat satu komisioner KPK, saya masih percaya,\" selorohnya. (dyn/c10/agm)

Tags :
Kategori :

Terkait