Mesin Tidak Memadai,Giling Tebu Terpaka Dihentikan

Kamis 13-09-2018,23:30 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-PG Sindanglaut mengakhiri musim giling tebu tahun 2018 lebih awal. Selasa (11/9), management PG Sindanglaut mengakhiri giling tebu yang baru mencapai sekitar 90 persen dari tebu yang ada di wilayah kerja PG Sindanglaut. Hal tersebut disampaikan Kepala Bina Sarana Tani (BST) PG Sindanglaut Zuliar saat ditemui Radar Cirebon. Menurutnya, alasan penghentian giling tahun ini dikarenakan beberapa alasan di antaranya adalah terkait performa dari alat dan mesin yang sering mengalami kendala. Sehingga managemen terpaksa mengambil langkah untuk menghentikan giling lebih awal. “Salah satu masalahnya ada di performance alat dan mesin. Ini keputusan terbaik yang kita ambil. Selanjutnya untuk tebu-tebu tersisa akan kita giling di PG Tersana Baru. Jumlahnya tidak banyak, sekitar 10 persen yang belum digiling,” ujarnya. Menurut Zuliar, dari target awal 2, 4 juta kuintal tebu pada saat sebelum musim tanam, kemudian mengalami perubahan target karena satu dua hal, sehingga akhirnya target tersebut diturunkan menjadi 2,1 juta kuital tebu. “Untuk realisasinya, ditambah dengan jumlah tebu yang belum ditebang dan nanti digiling ke PG Tersana Baru, diperkirakan sampai selesai tebang jumlahnya sekitar 1,7 juta kuintal tebu. Ini tidak ada hubungannya dengan isu penutupan PG. Selesainya musim giling lebih awal karena memang potensi di Tersana Baru saat ini lebih bagus,” imbuhnya. Selama musim giling 2018, saat ini jumlah gula yang berhasil diproduksi PG Sindanglaut kurang lebih sebanyak 122.842 kuintal dengan target awal 160.315.  “Untuk rendemen harian kita cukup rendah angka rata-ratanya sekitar 6,8 tapi untuk rendemen total itu sekitar 7,1,” jelasnya. Saat disinggung mengenai potensi kerugian dari PG dalam pelaksanaan musim  giling 2018, pria yang akrab disapa Izul tersebut mengatakan sampai dengan saat ini, penghitungan masih terus dilakukan dan belum selesai, seiring dengan belum selesainya produksi dan musim giling tahun ini. “Untuk hal itu (kerugian-red) belum bisa saya sampaikan, karena bukan bidang saya, saat ini mungkin masih penghitungan, mungkin nanti kalau sudah selesai produksi bisa ditanyakan lagi,” paparnya. Sementara itu, salah satu tokoh petani tebu WTC H Anwar Asmali saat ditemui Radar Cirebon mengatakan, sebelum proses giling dihentikan, para petani sebelumnya sudah diajak rapat untuk berdiskusi terkait hal-hal yang mungkin timbul dari proses selesainya giling di PG Sindang dan kemudian berpindah ke PG Tersana Baru. “Tentu ada risiko yang timbul dari mulai jarak, waktu dan lain-lain. Dan yang paling pasti adalah akan muncul biaya karena jarak tersebut tadi. Ini mau tidak mau harus dipenuhi,” paparnya. Dalam rapat tersebut, H Anwar menyampaikan biaya yang muncul dari proses pindahnya giling tahun 2018 akhirnya disepakati akan ditanggung bersama antara pabrik dan PG Sindanglaut. Besaran yang muncul saat itu adalah Rp1.500 perkuintal tebu. “Jadi angka yang tadi dibagi dua, dibagi antara PG dan petani, ini win-win solution, kita kena Rp750, PG juga demikian, kalau dibilang rugi ya pasti rugi, paling banyak saya berarti, karena punya saya belum semuanya ditebang, jumlahnya masih banyak, tebu saya terkahir ditebang,” ungkapnya. Persoalan utama yang dihadapi pabrik gula saat ini menurut H Anwar adalah menyusutnya areal lahan pertanian tebu setiap tahunnya. Menurutnya, hal itulah yang menyulitkan pabrik gula dan petani meraup untung dari bisnis tersebut. Lahan menurutnya menjadi intrumen penting dari keberlangsung pabrik gula, sehingga adalah hal yang tidak mungkin jika mempertahankan pabrik gula tidak dibarengi dengan upaya memperbanyak dan mencetak lahan-lahan tebu oleh para petani. “Mempertahankan pabrik gula itu penting, tapi yang tidak kalah penting juga adalah bagaimana cara mempertahankan lahan dan petani tebu agar tetap ada, jika hal tersebut dilakukan bisnis ini akan terus hidup untuk waktu yang lama,” ungkapnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait