InsyaAllah, Syachrul Idrus Relawan Penyelam Mati Syahid

Minggu 04-11-2018,16:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

TERUS berjuang tanpa kenal lelah. Semangat yang berkobar selalu terpancar saat  menjalankan tugas kemanusiaan. Evakuasi serpihan dan korban Lion Air JT 610 menjadi misi terakhirmu. Selamat jalan pejuang kemanusiaan, Syachrul Idrus. Anto sapaan akrab Syachrul Idrus harus meninggalkan istri, Iyan Kurniawati saat tengah berlibur di Jogjakarta. Kabar jatuhnya pesawat Lion Air JT 610, Senin, 29 Oktober, membuat hatinya tergerak untuk segera merapat ke pusat pencarian bersama tim SAR gabungan di  Posko Utama di Jakarta International Container Terminal (JICT), Tanjung Priok, Jakarta. Pria asal Makassar itu bergabung bersama tim Indonesia Diving Rescue Team (IDRT). Rekan korban, Yudha Ernawan, mengatakan, IDRT menurunkan delapan penyelam terbaiknya. Ada tiga orang Sulsel. \"Termasuk saya, Anto, dan Aji Panangian. Satu orang IDRT bertindak sebagai supervisor atau pemantau. Dan, sisanya tujuh orang termasuk kami dari Sulsel masuk ke barisan regu penyelam,\" ujarnya. Para penyelam bertugas mencari serpihan dan korban pesawat yang titik koordinatnya telah ditandai menggunakan teknologi echo sonar oleh kapal Teluk Bajau Victory di kawasan Perairan Karawang, Jawa Barat. Kata Yudha, tim penyelam dibagi dalam beberapa regu. \"Saya dan Anto berada di regu yang sama,\" katanya. Bagi Yudha, Anto merupakan sosok yang menginspirasi. Anto selalu fokus dan menunjukkan totalitasnya dalam menjalankan tugas kemanusiaan. Jika para tim penyelam biasa tak menuntaskan pencarian sampai batas waktu yang telah ditetapkan Basarnas, maka tidak bagi Anto. \"Waktu Air Asia jatuh pada 2015 lalu, Anto bekerja penuh. Satu bulan dia di atas kapal tim pencari. Dia baru kembali ke daratan saat tim SAR memutuskan untuk menghentikan pencarian,\" ungkap Yudha. Jiwa sosial Anto begitu kuat. Saat peristiwa gempa dan tsunami di Sulawesi Tengah dia juga ikut bergabung bersama tim SAR gabungan. Padahal spesialisasinya adalah penyelam. \"Begitulah kalau jiwa kemanusiaan itu sudah mengakar kuat. Seperti Anto yang  turun lapangan membantu dalam mengevakuasi korban di Sulteng,\" ucap pria yang berprofesi sebagai arsitek ini. Saat peristiwa pesawat Lion Air JT610 jatuh, Anto jugalah yang mengabari dan mengajak Yudha untuk segera bergabung di pusat evakuasi. Padahal saat itu Anto tengah menikmati libur bersama istrinya, Iyan setelah baru saja pulang dari Palu. \"Kewajiban ini kan tidak harus dipenuhi. Namanya juga misi relawan kemanusiaan. Tetapi, Anto rela tinggalkan istri yang saat itu masih bersama di Jogja, \" kata pria kelahiran 12 Agustus 1975 itu. Sehari sebelum Anto meninggal, Yudha bersama rekan-rekannya tak merasakan firasat apapun. Di atas kapal, Anto tetap bersikap seperti biasa. Suka becanda dan menghibur rekannya. Hanya saja di grup percakapan Anto sempat menulis tentang manusia yang menjadi korban pesawat Lion Air JT 610. \"Lalui diikuti dengan kalimat lalu kapan giliran kita? Hanya Allah SWT yang tahu. Kesadaran  iman kita berkata bersiap setiap saat. Kapanpun dan dalam keadaan apapun,\" ucap Yudha membacakan pesan terakhir Anto di grup percakapan. Pada Jumat, 2 November, Anto bersama tim penyelam lainnya kembali melakukan proses evakuasi korban. Sambil menunggu giliran untuk menyelam, pria 48 tahun itu kerap menghimbur rekannya dengan tingkah dan bahasanya yang lucu.  \"Hari itu tampak berjalan seperti biasa. Dan kami pun sempat salat Zuhur dan Asar sebelum tiba giliran regu kami untuk melakukan penyelaman,\" ucap alumni D3 Teknik Arsitektur Universitas Hasanuddin tersebut. Tibalah saat regu yang berjumlah sebelas orang termasuk Anto dan Yudha. Tepat pukul 16.08 WIB tim regu penyelam menyisir area haluan kanan kapal Victory. Regu penyelam mengikuti tali yang terhubung dari kapal ke dasar lautan menjadi salah satu penanda titik pencarian korban dan serpihan pesawat Lion Air JT 610. \"Untuk menyelam kita pake peralatan khusus yang menghubungkan komunikasi terpusat dari satu komando. Jadi kita tahu kapan harus turun dan kapan harus naik. Kita menyelam saling menjaga satu sama lain,\" ucap Yudha. Setelah melakukan penyelaman hampir setengah jam, regu penyelam pun lalu naik ke permukaan setelah menerima aba-aba langsung dari leader. Kepanikan mulai melanda saat salah satu anggota regu tak muncul di permukaan. Di tengah kepanikan itu, KM SAR Basidewa mengumumkan telah menemukan salah satu anggota regu penyelam dalam kondisi mengambang. Anto masih kondisi setengah sadar saat itu, pertolongan pun langsung dilakukan. Dia mengalami dekompresi. Pertolongan dengan cardiopulmonary resuscitation (CPR) dengan memompa bagian dada Anto dengan tangan pun dilakukan. Dibantu dengan alat hyperbaric chamber. Kondisi Anto yang tak menentu, kapal Victory memutuskan untuk bergerak membawanya merapat ke posko Basarnas untuk segera mendapatkan perawatan medis. \"Menyelamatkan nyawa Anto saat itu benar-benar menjadi prioritas. Saat perjalanan tindakan CPR kami lakukan secara bergantian selama 25 menit tanpa ada jeda,\" ucapnya. Dalam hati, Yudha tahu nyawa Anto sudah sangat sulit untuk diselamatkan saat tindakan CPR tak membuatnya stabil. Semua teman-teman penyelam yang menemani saat terakhir Anto duduk tersungkur di samping tubuhnya. Air mata mulai berderai. Tangis pun tak terbendung. \"Tetapi kami masih menaruh harapan dan keajaiban. Karena secara medis kondisi Anto belum bisa dipastikan telah meninggal saat itu,\" kata Yudha, pria kelahiran Malang, Jawa Timur. Anto kemudian dievakuasi, ke RSUD Koja, Jakarta Utara. Mayoritas teman Anto masih mengenakan baju selam, termasuk Yudha saat mengantar dan menunggu Anto di RSUD. Dalam kondisi cemas, pihak rumah sakit pun memastikan nyawa Anto tak terselamatkan. \"Kita begitu terpukul. Bagi kami Anto sudah seperti bapak dan sahabat bagi teman-teman penyelam. Sesama tim penyelam Anto memang bisa kami panggil ayah. Itu karena begitu besarnya perhatian almarhum kepada teman-teman penyelam, sampai-sampai dia seakan menggantikan sosok orang tua kami saat bertugas,\" ungkap Yudha. Nama almarhum juga populer di kalangan tim Basarnas Makassar, Kendari, hingga Maumere. Tidak ada yang tak kenal nama Anto. Sikapnya yang bersahaja, religius, dan suka membuat orang tertawa sangat begitu membekas. Yudha bertutur, ini bukan kali pertama dirinya melihat Anto dengan semangat kemanusiaan tinggi  acap kali turun ke area bencana. \"Saya pernah bersama di Sengkang dan juga waktu peristiwa kapal tenggelam di Sungai Jenneberang. Almarhum benar-benar total dan fokus jika sedang bertugas,\" ungkap Yudha. Bagi Yudha, almarhum Anto pantas mendapatkan atensi khusus dari pemerintah. Demi misi kemanusiaan, dia rela meninggalkan usaha tempatnya mencari nafkah dan keluarga. Almarhum juga selalu kerja full sesuai dengan waktu evakuasi yang ditetapkan Basarnas. \"Kalau misalnya waktunya sebulan, beliau tentu akan terus ikut sampai selesai,\" ucapnya. Sikap sosial yang tinggi, tentu hendaknya menjadi inspirasi bagi para anak muda. Yudha benar-benar kehilangan sosok panutan. \"Insya Allah beliau mati syahid. Karena meninggal saat menjalankan tugas. Apalagi ini tugas mulia,\" pungkasnya. Kepala Basarnas, Marsekal Madya M Syaugi, juga mengungkapkan rasa duka cita. Baginya, Anto telah menjadi pahlawan kemanusiaan. Dia menjadi pelipur dan alasan para keluarga korban Lion Air JT 610 menaruh harapan saat proses pencarian dan evakuasi dilakukan. \"Dedikasi almarhum tak diragukan lagi. Jam terbang, pengalaman dan kualitas yang ditunjukan selama turun melakukan evakuasi mengabarkan ketulusaanya dalam melakoni misi kemanusiaan,\" ucapnya. (fin)

Tags :
Kategori :

Terkait