DPR Masih Soroti Eksekusi Mati Tuti Tursilawati tanpa Notifikasi

Selasa 06-11-2018,13:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Pemerintahan Kerajaan Arab Saudi mengeksekusi mati Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Majalengka Tuti Tursilawati atas kasus pembunuhan terhadap majikannya Suud Malhaq Al Utibi pada 2010 lalu. Ironisnya, keputusan eksekusi mati itu tanpa sepengetahuan atau notifikasi kepada Pemerintah Indonesia. Anggota DPR-RI Fraksi PAN Yandri Susanto mengatakan keputusan Arab Saudi untuk tidak memberikan notifikasi menjadi bukti lemahnya daya tawar Indonesia sebagai bangsa. Lebih jauh dikatakan, eksekusi mati Tuti yang tanpa notifikasi itu telah merendahkan harkat dan martabat Indonesia. Maka dari itu, PAN menginginkan daya tawar yang dilakukan pemerintah terhadap negara tempat TKI dihukum mati itu harus tinggi. “Yang perlu bisa kita lakukan ke depan itu menaikan daya tawar kita lewat G to G, negara dengan negara. Siapapun yang memimpin negara ini untuk berusaha agar warga negara kita bisa dilindungi,” kata Yandri Susanto dalam dikusi publik di Ruang Pressroom DPR-RI, Senin (5/11). Legislator asal Banten itu menyebut, guna menaikan daya tawar Indonesia bisa juga dilakukan secara formal maupun informal, yang terpenting nyawa anak bangsa ini diselamatkan. Berkaca pada kasus Tuti, ia menegaskan bahwa pemerintah Arab Saudi tidak menganggap Indonesia sebagai negara yang berdaulat. “Ini tidak bisa dibiarkan. Pemerintah Arab Saudi tidak nganggap tuh Indonesia. Tidak nganggap ada KBRI-nya, ada Komjen-nya, nah ini perlu dikaji,” ucapnya. Dikatakan politisi yang kini menjabat Ketua DPP PAN itu, pemerintah harus melakukan langkah-langkah lain dalam menyelematkan anak bangsa dari hukuman mati. Seperti halnya dilakukan Prabowo Subianto saat menyelamatkan TKI Indonesia yang akan dihukum mati di Malaysia beberapa tahun lalu. “Kita akui ada yang kita loloskan karena ada beberapa yang mau dihukum mati, namun bisa diloloskan. Misalnya dulu di Malaysia dijemput oleh Pak Prabowo bisa juga dibebaskan. Berarti harus nunggu Pak Prabowo jadi presiden ya,” ucap Yandri. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IX Ichsan Firdaus menjelaskan, sejak tahun 2008 hingga 2018 sudah enam TKI yang dihukum mati oleh Pemerintah Arab Saudi. Terkait dengan kasus yang dialami oleh Tuti Tursilawati, Pemerintah lewat Badan nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sudah melakukan lobi-lobi terkait kasus eksekusi mati Tuti Tursilawati. Namun, dalam kasus eksekusi mati ini Pemerintah kerajaan Arab Saudi tidak mengenal hukum. “Data MigranCare, perlindungan TKI tercatat 2008-2018 sebanyak 6 TKI sudah dieksekusi mati di Adab Saudi. Terkait kasus Tuti kasus yang sejak 2011 sudah diproses buying time. Kita harus klarifikasi sudah membuat MoU penekanan 2011. Problemnya di Arab Saudi tidak mengawal tatacara hukum. Tetapi tidak dilanjutkan secara kesepakatan, kordinasi seluruh stake holder termasuk Kemenlu, dan bukan hanya MoU, ada perjanjian yang mengikat juga, yakni Konvensi Wina 1963 itu,” kata Ichsan Firdaus. Dijelaskan, ada kasus-kasus hukum yang bisa dibebaskan dua sampai tiga bulan, tetapi masalah ini agak beda dengan masalah hukum yang dialami Tuti Tursilawati. Buat politisi Partai Golkar ini, DPR harus mendorong Pemerintah Indonesia untuk menekan Pemerintah Kerajaan Arab Saudi agar mematuhi Konvensi Wina pada tahun 1963. “Sebenarnya ada juga kasus yang dibebaskan 2 bulan, 3 bulan yang lalu. Bukan berarti bahwa pemerintah tidak melakukan apa-apa, terutama di Malaysia ya. Perlu kita kecam agar Saudi Arabia, dan perlu didorong untuk mematuhi Konvensi Wina 1963, untuk melakukan perjanjian, bukan hanya sebatas MoU, tetapi sifatnya mengikat,” jelasnya. (RBA/FIN)

Tags :
Kategori :

Terkait