Walah, Kualitas Garam Cirebon di Bawah Standar

Rabu 14-11-2018,19:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

CIREBON-Serapan PT Garam untuk garam produksi Cirebon masih terbilang minim. Hal tersebut dikarenakan kualitas garam yang diproduksi petani di Cirebon mayoritas masih berada jauh dari standar PT Garam. Sehingga, tidak memungkinkan untuk diserap oleh PT Garam. Hal tersebut disampaikan Direktur Operasi PT Garam Hartono saat ditemui Radar  Cirebon di sela-sela monitoring gudang PT Garam di Pangenan. Menurutnya, garam yang diserap PT Garam adalah garam dengan kualitas pertama atau kualitas paling bagus, yang bisa diproduksi para petani yang biasanya dalam produksinya menggunakan geomembrane (terpal). “Pertama PT Garam hadir di tengah masyarakat untuk melakukan stabilisasi harga. Ketika terjadi harga murah atau anjlok, maka PT Garam turun melakukan intervensi untuk mengangkat harga agar petani tidak mengalami kerugian. Saat ini, harga yang ditawarkan PT Garam untuk perkilogramnya sebesar Rp1.350,” ujar Hartono. Saat ini, sekitar 17 ribu ton garam yang diserap PT Garam dari wilayah Indramayu dan Cirebon. Penyerapan garam tersebut sudah dilakukan sejak September lalu dan direncanakan masih terus dilakukan hingga Desember 2018. “Untuk Jawa Barat, lahan pertanian ada diwilayah Cirebon dan Indramayu. Untuk pruduksi nasional masih mengandalkan dari Jawa Timur, di sana bisa menyuplai kebutuhan sampai 60 persen. Sisanya, baru dari Jawa Barat dan daerah lainnya. Target sendiri untuk garam yang bisa kita serap sekitar 27 sampai 28 ribu ton sampai Desember,” imbuhnya. Hartono pun menyayangkan pola garapan para petani di Cirebon yang sampai saat ini hanya sedikit yang sudah menggunakan geomembrane. Padahal penggunaan geomembrane membuat kualitas garam menjadi lebih baik. “Ini yang harus diubah. Mindset para petani garam yang sudah harus mulai memikirkan kualitas dari hasil produksinya. Karena garam yang bisa kita serap adalah garam dengan kualitas pertama. Ini yang mungkin mesti didorong untuk segera dilakukan perubahan dari cara produksi,” bebernya. Sementara itu, Ketua Asosiasi Petani Garam Seluruh Indonesia (Apgasi) Jawa Barat Mohammad Taufik kepada Radar menuturkan, dari jumlah total garam yang diserap PT Garam, sebanyak 80 persennya merupakan garam produksi petani dari wilayah Indramayu. “Dari total serapan garam ini, yang punya asli Kabupaten Cirebon hanya sekitar 20 persen saja. Mayoritas dari Indramayu. Di sana paling besar terserap karena produksi petaninya sudah bagus, sudah pakai geomembrane. Kualitasnya tidak kalah dengan garam impor,” jelasnya. Untuk garam yang bisa diserap PT Garam sendiri, menurut pria yang akrab disapa Taufik tesebut, harus memenuhi beberapa ketentuan. Di antaranya yang paling utama adalah masuk kategori kualitas pertama. “Dari ciri fisik sebenarnya sudah bisa dilihat. Yang pertama garam harus putih, harus bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 7 persen. Artinya, garam harus bagus dari mulai masa produksi,” katanya. Diakui Taufik, sebenarnya pemerintah sudah memberikan bantuan geomembrane ke kelompok petani untuk meningkatkan kualitas produksi petani Cirebon. Namun fakta di lapangan, para petani yang menggunakan geomembrane tidak banyak dan jumlahnya masih bisa dihitung dengan jari. “Ini yang tidak kita mengerti. Kenapa sudah ada bantuan, tapi tidak digunakan. Bantuan yang digelontorkan pemerintah saat itu cukup banyak, perkelompok itu hampir 53 gulung geomembrane. Harusnya kalau itu digunakan, tentu saat ini hasil produksi garam di Cirebon bisa seluruhnya diserap oleh PT Garam dengan harga yang bagus,” ungkapnya. (dri)

Tags :
Kategori :

Terkait