KPK Temukan Ketidakcocokan Keterangan Kasus Meikarta

Kamis 15-11-2018,20:32 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejauh ini telah memeriksa 69 saksi demi mengungkap dugaan skandal suap perizinan proyek Meikarta di Bekasi, Jawa Barat. Ke-69 saksi terdiri dari 12 pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Barat, 17 pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi, dan 40 pegawai Lippo Group. Namun, KPK menemukan ada ketidakcocokan keterangan yang dilontarkan para saksi. Juru Bicara KPK, Febri Diansyah mengatakan, ketidakcocokan informasi tersebut terungkap usai penyidik memeriksa lima saksi. Mereka yang dipanggil merupakan Kepala Bidang (Kabid) Fisik Bappeda Provinsi Jawa Barat Slamet, Kepala Seksi Pemanfaatan Ruang Dinas Bina Marga Provinsi Jawa Barat Yani Firman, Kabid Kebersihan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Bekasi Dodi Agus, sekretaris pribadi mantan Presiden Direktur Lippo Cikarang Toto Bartholomeus, Melda, serta seorang pihak swasta bernama Achmad Bachrul Ulum. \"Selain adanya dugaan backdate (pemunduran tanggal) dalam rekomendasi perizinan Meikarta, KPK juga menemukan adanya ketidaksingkronan keterangan saksi dari pejabat dan pegawai di Lippo group,\" ungkap Febri di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (14/11). Febri memaparkan, pemeriksaan kelima saksi tersebut terkait pendalaman soal proses pemberian rekomendasi perizinan di Pemprov Jawa Barat dan Pemkab Bekasi. Sedangkan, saksi dari pihak swasta dan pegawai Lippo Group diperiksa guna mengetahui sumber aliran dana yang diduga digunakan untuk suap tersebut. Febri juga mengingatkan para saksi agar tidak memberikan keterangan palsu di hadapan penyidik. Ia juga mewanti-wanti kepada pihak lain yang berupaya memegaruhi keterangan saksi. Sebab, KPK dapat memproses pihak-pihak tersebut dengan pasal-pasal di UU Tipikor. \"KPK mengingatkan adanya ancaman pidana pemberian keterangan yang tidak benar sebagaimana diatur di Pasal 22 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu juga ada ketentuan larangan melakukan perbuatan Obstruction of Justice di Pasal 21 UU Tipikor tersebut,\" pungkasnya. KPK mengendus adanya dugaan pemunduran tanggal (Backdated) dalam sejumlah rekomendasi perizinan proyek Meikarta. Untuk itu, KPK mendalami dugaan pembangunan proyek Meikarta dilakukan sebelum surat izin mendirikan bangunan (IMB) dikeluarkan jajaran Pemkab Bekasi. Penelusuran terkait proses perizinan proyek Meikarta penting dilakukan lantaran menyangkut sejumlah rekomendasi. Seperti Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal), izin lingkungan, izin pemadam kebakaran, dan sebagainya. Maka dari itu, KPK tidak hanya mendalami perkara administrasi perizinan Meikarta. Namun, KPK juga memastikan sejumlah pihak agar tidak dirugikan. Hingga saat ini, KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus tersebut. Di antaranya, masing-masing Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin, Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro, dua konsultan Lippo Group Taryadi dan Fitra Djaja Purnama, serta pegawai Lippo Group Henry Jasmen. Kemudian, tersangka lain yang merupakan pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi di antaranya Kepala Dinas PUPR Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Sahat M Nahor, Kepala Dinas PMPTSP Dewi Trisnawati, dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Neneng Rahmi. KPK menjelaskan, Neneng Hasanah Yasin diduga menerima dana suap sebesar Rp 7 miliar, dari yang dijanjikan Rp 13 miliar, dari Billy Sindoro dkk. Dugaan suap tersebut berkaitan dengan izin pembangunan proyek Meikarta seluas 774 hektare.Suap tersebut diduga diberikan dalam sejumlah tahap yang dilakukan pada April hingga Juni 2018. Dana tersebut disalurkan melalui sejumlah pejabat Pemkab Bekasi. (Riz/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait