Jelang Pelal, Kaprabonan Cuci Benda Pusaka

Kamis 15-11-2018,23:03 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

CIREBON - Seminggu menjelang tradisi malam pelal atau panjang jimat, Kaprabonan melakukan tradisi jamasan. Tradisi itu berupa mencuci sejumlah benda pusaka yang merupakan peninggalan para leluhur. Benda pusaka itulah yang nantinya bakal diarak saat malam pelal atau panjang jimat dalam menyambut hari lahir Nabi Muhammad SAW, 20 November 2018 M atau 12 Maulid 1440 H. Prosesi jamasan sendiri dipimpin Pangeran Hempi Raja Kaprabonan. Adapun pusaka yang dibersihkan yaitu pusaka kebesaran di antranya Keris Ki Jimat, Keris Ki Naga Liman, Keris Ki Kambang, Tombak Ki Sutasoma, Keris Ki Nagainten dan lainnya. Biasanya pelaksanaan prosesi cuci pusaka ini dilakukan pada tanggal ganjil sebelum tradisi panjang jimat. Jamasan itu, menjadi tradisi di sejumlah keraton sebelum malam pelal. \"Untuk kaprabonan kita melakukannya lebih awal supaya tidak terlalu dekat pada pelaksanaan malam pelal,\" ujar Hempi, kepada Radar Cirebon, Rabu (14/11). Pelaksanaan prosesi cuci pusaka sendiri dilakukan dengan khidmat dihadiri kerabat dan keluarga Keraton Kaprabonan. Benda pusaka dibersihkan terlebih dahulu dengan air kembang tujuh rupa. Kemudian dicuci dengan asem dan campuran jeruk nipis. Itu dilakukan agar benda pusaka itu tidak cepat karatan. Tradisi cuci pusaka ini merupakan tradisi leluhur yang masih dilestarikan. Adanya tradisi panjang jimat memeringati Maulid Nabi, juga sebagai bentuk alkulturasi budaya Jawa dan Islam. Karena saat itu, para wali berdakwah mensyiarkan agama Islam melalui budaya. Panjang jimat, sendiri memiliki makna yang sangat dalam dan sarat nilai-nilai Islam. Panjang jimat ini, memiliki arti sepanjang hidup manusia harus terus mengucapkan kalimat syahadat. \"Jimat di sini dalam arti syahadat,\" ucapnya. Hempi menjelaskan, tradisi leluhur sangat penting dilestarikan. Karena dalam tradisi mengajarkan etika dan moral. Di mana etika dan moral menjadi elemen untuk membangun bangsa dan negara di tengah arus globalisasi. Hempi berharap, dalam tradisi jamasan juga dilakukan doa bersama untuk mendoakan leluhur. Agar diberikan jalan hidup berkah. Dia juga berpesan agar masyarakat tetap berpegangan pada agama yang menjadi pedoman tingkah lampah kehidupan. Dengan tradisi jamasan ini selain untuk merawat benda-benda pusaka yang berusia ratusan tahun juga untuk menjalin silaturahmi antara warga dan keraton. Dia berharap ada perhatian khusus generasi muda untuk mempelajari warisan benda-benda pusaka. Sehinga bisa dipelihara dan perlu dijaga. Hal ini karena benda-benda pusaka itu menyimpan sejarah masa lalu. \"Kita dua kali dalam setahun mecuci benda-benda pusaka ini. Pertama itu, malam satu suro dan tanggal tujuh mulud,\" jelas pria yang juga peraih gelar doktor sejarah dari Univeritas Padjajaran tersebut. (jml)

Tags :
Kategori :

Terkait