Jangan Memarahi Anak di Depan Umum, Begini Kajiannya

Jumat 07-12-2018,02:59 WIB
Reporter : Dian Arief Setiawan
Editor : Dian Arief Setiawan

Niat hati mendidik anak lebih disiplin. Namun, memarahi anak di depan umum ternyata punya dampak tak main-main bagi anak, pun orang tua. Mendisiplinkan anak di muka umum tak sama dengan di rumah. Jika caranya salah dan dilakukan sembarangan, ini bisa sampai menyakiti psikologis anak bahkan membelit Anda dengan masalah hukum. Terlepas dari motif apapun yang membuat orang tua marah, Anda mungkin pernah melihat--atau mengalami--orang tua memarahi anaknya seakan orang lain tak memperhatikan. Ada yang meluapkan emosi dengan suara tinggi, kelepasan membentak. Bahkan ada juga yang mencubit atau menjewer. Tak kalah parah ujar Peggy Drexler, Ph.D., psikolog penelitian sekaligus asisten profesor psikologi di Cornell University, ada cara ‘halus’ mendisiplinkan anak di muka umum yang sebetulnya juga tidak baik. Biasanya ini membuat sang anak menangis sedih akibat perilaku atau ucapan sepele orang tua. Misal, mendiamkan atau pura-pura mengabaikan sang anak, berkomentar mengancam atau menyindir, juga sekadar memutar mata seakan meremehkan. Menurut Drexler, berniat mengubah perilaku anak dengan cara-cara yang telah disebutkan di atas sama sekali tidak baik. Terlebih lagi jika dilakukan di muka umum. Sebab, tiap orang yang melihat tentu punya cara dan pandangan berbeda soal mendisiplinkan anak, dan lebih penting, “Kebanyakan anak-anak belum bisa membedakan antara keinginan mendadak, tindakan mereka, dan diri mereka sendiri,” kata Dexler. June Tangney, seorang psikolog klinis di George Mason University menambahkan, mendisiplinkan anak dalam situasi publik dengan cara-cara yang telah disebut di atas lebih sering meningkatkan perasaan malu ketimbang rasa bersalah. Rasa malu dan bersalah sangat berbeda. Malu adalah emosi yang membuat kita merasa buruk akan diri sendiri. Sedangkan rasa bersalah adalah emosi yang membuat kita merasa buruk tentang sesuatu yang dilakukan. Lanjut Tange, rasa bersalah akan membuat seseorang berusaha keras untuk berubah dan memperbaiki kesalahan karena mereka tahu perbuatannya lah yang bermasalah, bukan dirinya. Sebaliknya, \"Ketika orang merasa malu pada diri mereka sendiri, mereka menyalahkan orang lain dan cenderung tidak bertanggung jawab atas tindakan mereka. Orang cenderung menarik diri ketika merasa malu. Mereka tidak fokus untuk mempelajari cara yang tepat untuk melakukan sesuatu. Mereka berfokus pada bagaimana mempertahankan diri,\" jelas Tangney. Efek lebih lanjut dari rasa malu di depan publik ini, menukil Parent24 dan Ayahbunda, bisa sampai menyebabkan kecanggungan sosial di kemudian hari, trauma dan minder, pun takut bersosialisasi karena kurang percaya diri. Bahkan, anak-anak bisa tumbuh dengan cara seperti bagaimana ia “dikasari”, pun membentuk kepribadiannya menjadi pemberontak dan pendendam, serta egois dan individualis. Tak berhenti sampai di situ, persoalan mendisiplinkan anak di muka umum ini juga bisa dibawa ke ranah hukum. Hukum Online menulis tindakan tersebut, sekalipun tidak melibatkan kontak fisik, termasuk bentuk intimidasi yang menyebabkan anak menderita kekerasan psikis. Pelaku kekerasan psikis pada anak dapat dijerat pidana berdasarkan UU Perlindungan Anak. Kekerasan psikis, menurut laman resmi Pusat Penelitian dan Pengembangan Kemensos RI, adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan penderitaan psikis berat pada seseorang. Baca: PROBLEMA DAN SOLUSI STRATEGIS KEKERASAN TERHADAP ANAK Hak perlindungan anak terbebas dari kekerasan psikis tercantum dalam Pasal 58 ayat (1) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM), dan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UU Perlindungan Anak). Bagi pelaku, bisa dijerat pasal 76C UU 35/2014 tentang larangan menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak . Ancaman sanksinya terdapat dalam Pasal 80 UU 35/2014, dengan pidana paling lama tiga tahun enam bulan dan atau denda paling banyak Rp72 juta. Namun, bila anak sampai mengalami luka berat atau mati, jumlah pidana akan terus bertambah dengan denda maksimal Rp3 miliar dan 15 tahun penjara . Oleh sebab itu, mengetahui kiat mendisiplinkan anak sekaligus meredam emosi di muka umum sangat penting. Anggia Chrisanti, konselor dan terapis dari Biro Konsultasi Psikologi Westaria, menyarankan para orang tua untuk lebih dulu mempertimbangkan tiga hal sebelum mendisiplinkan anak dengan cara seperti marah. Seberapa penting, seberapa segera, dan seberapa sepadan maksud Anda yang sebetulnya bertujuan baik dengan risiko trauma. Jika menurut Anda perilaku anak menjurus bahaya, sangat penting sampai tidak bisa ditunda untuk menegur di tempat yang lebih sepi.dan harus segera didisiplinkan, maka lakukan. Mendisiplinkan anak, menurut pendapat sejumlah ahli dilansir Parent, sebetulnya perlu diawali dari rumah dengan Anda mencontohkan sopan santun dan bahasa yang baik. Tidak disiplin juga bisa dicegah sebelum dimulai dengan membiasakan memuji saat anak berbuat baik. Ketahui juga batasan anak seperti apa yang membuatnya bosan agar bisa membuat persiapan. Di tempat umum, kunci mendisiplinkan anak adalah tenang dan sebisa mungkin tak banyak bicara. Lalu, komunikasikan masalah dan bagaimana memperbaikinya, dengan lembut dan tanpa menyalahkan.

Tags :
Kategori :

Terkait