Gerindra Sebut Pengambilan Saham Freeport Jadi Masalah Baru

Senin 24-12-2018,11:34 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Pemerintah melalui PT Inalum mengambilalih saham PT Freeport Indonesia sebesar 51,2 persen. Inalum harus membayar U$D3,85 miliar atau Rp55,7 triliun untuk meningkatkan sahamnya di Freeport dari 9,36 persen menjadi 51,232 persen. Dana tersebut didapat Inalum dari penerbitan surat utang global sebesar U$D4 miliar. Merespons hal itu, Ketua DPP Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengaku sangat menyayangkan langkah kebijakan tersebut. Hal itu dikarenakan memiliki potensi masalah baru bagi Indonesia. Sebab, dana akuisisi saham Freeport berasal dari utang luar negeri. \"Orang bilang ini hebat. Justru pandangan bagi Gerindra ini merupakan sumber masalah baru. Karena Freeport itu yang dibayar oleh Inalum menggunakan global bond yang artinya utang dari asing,\" papar Ahamad di Jakarta. Menurutnya, jika pemerintah ingin benar-benar menguasai Freeport, seharusnya dibayar oleh uang negara yang bersumber dari APBN dan penyertaan modal ke BUMN atau melalui domestic bond. \"Sama juga bohong. Itu sama juga dimiliki oleh asing, dibayar pakai dolar dan sebagainya. Sederhana saja. Jadi, kita ini dibodohi saja soal Freeport,\" ujar Riza. Riza memastikan bahwa, merupakan kebohongan publik jika faktanya dalam pembelian 51,2 persen saham Freeport pemerintah menggunakan dana pinjaman alias utang. \"Kalau dibeli oleh asing, bukan milik Indonesia namanya. Dibayar dengan global bond. Penyertaan modal Inalum itu menggunakan dana asing, sama saja Mc Moran (Freeport) juga nanti yang beli,\" tegasnya. Namun, pemaparan lain disampaikan oleh Anggota Komisi VII DPR RI, Bara Hasibuan Walewangko. Dia mengatakan bahwa pihaknya sangat berharap pengelolaan tambang sumber daya alam (SDA) di Indonesia di bawah Freeport bisa lebih profesional. Politikus dari Dapil Sulawesi Utara (Sulut) ini menilai, bilamana pengelolaan sudah maksimal, otomatis dapat semakin memajukan perekonomian bangsa. \"Indonesia resmi menguasai kepemilikan mayoritas. Ini memberikan tanggung jawab kepada pihak Indonesia untuk bisa membuktikan bahwa operasi Freeport ini bisa dilakukan dengan lebih baik, lebih profesional,\" kata Bara. Politikus asal Partai Amanat Nasional (PAN) ini menambahkan, selama ini Freeport banyak sekali ditimpa masalah. Bukan hanya terkait sumber daya manusia, tapi juga persoalan sosial hingga lingkungan hidup. \"Dikarenakan Indonesia sudah memegang mayoritas, seharusnya tanggung jawab akan lingkungan dan sosial dapat lebih diperhatikan. Termasuk aspek transfer teknologi. Bukan hanya mengejar aspek keuntungan semata,\" paparnya. Dirinya berjanji, dalam waktu dekat, pihaknya yakni Komisi VII DPR RI akan melakukan pertemuan guna memastikan program-program apa saja yang akan dijalankan pada tahun 2019 mendatang. \"Pastinya akan kami panggil dan dengarkan apa saja rencana programnya. Karena inikan juga untuk kesejahteraan rakyat Indonesia,\" pungkasnya. (frs/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait