Hakim Sutarno mengetuk palu tiga kali medio Januari 2019, sementara tiga terdakwa kurir narkoba menekuk kepalanya. Ada tatapan mata kosong seolah tak percaya bahwa mereka divonis mati melalui ketukan sebuah palu kayu di meja hijau.
Keputusan majelis hakim Pengadilan Negeri Bengkalis, Provinsi Riau itu menandai awal 2019 dengan vonis terberat dari seluruh bentuk hukuman di Indonesia, sebuah perang melawan kronisnya narkoba. “Menjatuhkan kepada terdakwa dengan hukuman mati,” begitu Hakim Sutarno membacakan amar putusan dengan tebal puluhan halaman.
Didampingi dua hakim anggota, Wimmid D Simarmata dan Aulia Fhatma Widhola, majelis hakim menyatakan ketiga terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 114 ayat (2) Juncto Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Mereka adalah Juliar (22), Dedi Purwanto (31) dan Andi Syahputra (26).
Ketiganya terlibat peredaran 55 kilogram sabu-sabu dan 46.000 butir ekstasi. Seluruh barang haram selundupan asal negeri jiran Malaysia itu masuk melalui Pulau Bengkalis. Ini sebuah pulau di pesisir Provinsi Riau dan berbatasan langsung dengan Selat Malaka, jalur pelayaran tersibuk di dunia.
Di meja hijau tersebut, hakim mengabulkan seluruh tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Bengkalis, yang sebelumnya memohon agar ketiganya dihukum mati. Namun, ada sejumlah catatan menarik selama jalannya sidang tersebut.
Pertama, ketiganya merupakan kurir, dan selanjutnya kurir hanya bagian kecil dari jaringan terselubung narkoba. Setidaknya pada level sedikit di atas mereka masih ada pengedar, bandar, hingga penyelundup.
Sayangnya, selama sidang tidak semuanya terungkap jelas. Siapa dalang, aktor utama atau bos besar mereka. Farizal SH dan Helmi Syahrizal SH, yang mendampingi ketiga terpidana itu juga memberi catatan. Misalnya, majelis hakim alpa menghadirkan beberapa saksi kunci. “Kami akan ajukan banding. Sekaligus, kami akan tembuskan ke Komisi Yudisial (KY),” kata Farizal SH didampingi Helmi.
Penegak hukum dalam setahun terakhir berlomba-lomba unjuk gigi melawan narkoba. Polda Riau dan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Riau pada akhir tahun lalu sama-sama mempublikasikan hasil pengungkapan.
Polda Riau contohnya. Seluruh jajaran Direktorat Reserse Narkoba dan seluruh jajaran di Bumi Lancang Kuning menangkap 2.600 lebih tersangka narkoba sepanjang 2018. Angka itu melonjak dibandingkan tahun sebelumnya 1.900 tersangka.
Tidak hanya tersangka, jumlah barang bukti yang disita juga meningkat drastis. Padahal, berdasarkan catatan Antara, pelaku narkoba yang diputus mati berulang kali terjadi.
Di Pengadilan Negeri Bengkalis, misalnya, dalam kurun satu tahun terakhir tiga kali menjatuhkan hukuman vonis mati. Pada September 2018, Pengadilan Negeri Bengkalis yang berada di pesisir Riau dan menjadi sasaran empuk penyelundupan narkoba itu memvonis mati atas dua kurir 10 kilogram sabu-sabu.
Sutarno yang kala itu juga menjadi pimpinan majelis menjatuhkan vonis mati kepada M Hanafi (38) dan Riko Fernando (38). Keduanya divonis bersalah melanggar undang-undang narkotika dalam kasus peredaran 10 kilogram sabu-sabu.
Pada awal 2018, vonis mati juga diterima Eri Jack alias Eri Jack. Terpidana yang dikenal sebagai nelayan kaya mendadak dengan aset miliaran rupiah itu terbukti bersalah mengedarkan narkoba dengan barang bukti 40 kilogram sabu-sabu.
Namun, contoh hukuman mati itu tak kunjung meredupkan bisnis serbuk haram di Riau. Setiap hari, masih ada saja kurir yang terjerumus bisnis haram itu.
Ada pekerjaan rumah besar yang masih perlu dibenahi para penegak hukum. Salah satu yang utama, otak besar bandar narkoba. Memang bukan pekerjaan mudah. Karena Polisi dan BNN kompak menyatakan jaringan mereka terputus.
Akan tetapi, seharusnya dengan pemetaan dan kerja sama baik, sedikit banyak akan terungkap. Karena mayoritas para kurir, pengedar, dan bandar yang diungkap petugas selalu menggunakan cara dan jalur penyelundupan yang sama: wilayah pesisir Riau.
Selain itu, meskipun ada bandar narkoba yang berhasil dibekuk, BNN dan Polisi juga berulang kali kembali mengungkap mereka kembali aktif di balik jeruji. Lemahnya pengawasan lembaga pemasyarakat membuat mereka dengan mudah kembali mengedarkan narkoba yang hanya bermodal ponsel.
Kasus terakhir bandar narkoba yang kembali mengendalikan peredaran serbuk haram itu diungkap di Lapas Klas IIA Bengkalis pada 18 Desember 2018 lalu. Sebanyak 12 kilogram sabu-sabu asal Malaysia disita Polda Riau. Penyelidikan polisi mengungkapkan tiga Napi masing-masing IN (31), SM (43) dan SU (41) menjadi pengendali, mulai dari masuk ke Indonesia hingga pengiriman melalui jalur Pulau Rupat-Dumai.
Tidak hanya Lapas Bengkalis, kasus napi terungkap menjadi pengendali narkoba juga terjadi di sejumlah Lapas lainnya seperti Pekanbaru dan Indragiri Hilir. Sederet pekerjaan rumah itu pun menjadi tantangan penegak hukum di 2019.
Pantai Riau Jalur Narkoba Provinsi Riau menjadi pintu favorit utama penyelundupan narkoba di wilayah barat Indonesia. Di sana, garis pantainya membentang lebih dari 2.000 kilometer dari Kabupaten Rokan Hilir, Kota Dumai, Bengkalis, Meranti, Pelalawan, hingga Indragiri Hilir.
Ribuan pelabuhan tikus dan anak sungai menjadi pintu masuk empuk bagi penyelundup narkoba. Polda Riau sepanjang 2018 lalu menyita 325 kilogram sabu-sabu dari 1.200 lebih perkara.
Mayoritas sabu-sabu itu ditangkap di wilayah pesisir Riau. Bengkalis menempati urutan pertama, lalu Dumai dan Rokan Hilir menduduki peringkat jumlah sabu terbanyak berikutnya. Jumlah pengungkapan itu di luar hasil kinerja BNN Riau yang menyita 19 kilogram sabu-sabu berikut ribuan ekstasi.
Di satu sisi, pengungkapan itu merupakan prestasi. Sisi lainnya menjadi indikator resmi betapa mengerikannya Riau dikepung narkoba. “Padahal target saya 2018 itu hanya 200 kilogram. Ini diluar ekspektasi saya ada 300 kilogram lebih sabu-sabu,” kata Direktur Reserse Narkoba Polda Riau, Kombes Haryono kepada Antara.
Menurut dia, narkoba masih menjadi atensi besar Kapolda Riau Irjen Pol Widodo Eko Prihastopo sepanjangan tahun ini. Kasus narkoba akan berhasil diperangi jika seluruh pihak bersatu. Tidak hanya Polisi, namun juga TNI, BNN Riau, hingga masyarakat sipil sekalipun. Terutama nelayan sebagai penguasa lautan.
Sindikat Narkoba Libatkan Mahasiswa
Penyakit kronis bernama narkoba tidak hanya mengintai warga dengan tingkat pemahaman pendidikan biasa. Namun juga mahasiswa. Baru-baru ini, 21 Januari 2019, Polresta Pekanbaru menyita 8.617 butir pil ekstasi dari tangan seorang mahasiswa salah satu perguruan tinggi di bu kota Provinsi Riau tersebut.
Seluruh ekstasi yang tersimpan dalam enam paket besar tersebut disita dari tersangka berinisial MJ alias Jabar (27) di kompleks Perumahan Unri Kecamatan Tampan akhir pekan lalu.
Pengungkapan itu merupakan satu dari kasus peredaran narkoba melibatkan mahasiswa. Berdasarkan catatan Antara, pada September 2018 lalu, Polresta Pekanbaru menangkap AS (21), seorang mahasiswa aktif yang terlibat peredaran 4,5 kilogram sabu-sabu dan 3.000 ekstasi.
Pada Juli tahun yang sama, AP (26) seorang mahasiswa juga ditangkap berikut barang bukti 3,2 kilogram sabu-sabu senilai Rp3,6 miliar serta 3.200 ekstasi. AP yang merupakan kurir itu mengaku tergoda penghasilan besar menjadi pengedar narkoba, meski akhirnya berurusan dengan Polisi.
Dua mahasiswa lainnya, D (23) dan AK (25) juga harus berurusan dengan Polresta Pekanbaru karena terlibat narkoba dengan barang bukti 1,9 kilogram sabu-sabu dan 500 ekstasi. Bahkan, saat itu polisi menyebut tersangka aktif jual beli narkoba hingga ke Provinsi Sumatera Selatan.
Kapolresta Pekanbaru Kombes Pol Susanto beberapa waktu lalu menyebut jaringan kartel narkoba sengaja memanfaatkan mahasiswa sebagai kurir hingga bandar. “Tentu tidak semua. Mereka hanya oknum. Mereka ini awalnya target pasar,” katanya.
Para jaringan narkoba yang terkenal rapi serta sistem terputus itu kemudian menjadikan mahasiswa sebagai agen. Mereka diiming-imingi narkoba gratis hingga pendapatan besar. Untuk itu kepolisian meminta peran orang tua serta keluarga dapat lebih ditingkatkan serta kepada mahasiswa dapat bijaksana dalam menjalin pertemanan.
Narkoba dan Riau dalam beberapa waktu terakhir seolah menjadi dua kata yang sulit dipisahkan. Terobosan penting dibutuhkan untuk memotong agar penegak hukum seolah terlihat tak berdaya melawan ganasnya permainan mereka, para bandar dan pemain narkoba. (*)