CIREBON-Pemerintah berupaya memenuhi kebutuhan warga yang belum memiliki sistem sanitasi di permukimannya. Bantuan berupa instalasi air limbah komunal dikucurkan setidaknya Rp6,3 miliar. Namun, ada beberapa yang kini tidak berfungsi. Kepala Seksi Infrastruktur Air Limbah (IPAL) Dinas Pekerjaan Umum Penataan Ruang (DPUPR) Kota Cirebon H Deny Rohmawan SE mengatakan, dana bantuan dari provinsi tahun 2015 ini disalurkan melalui Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM). Ada enam kelurahan yang menerimanya. Nilainya masing-masing Rp425 juta untuk 15 titik. \"Uang itu langsung ke BKM. Kami sifatnya memonitoring saja. Pengerjaannya juga BKM,\" ujar Deny kepada Radar Cirebon. Program ini berasal dari Dirjen Cipta Karya dan Satker Pembangunan Infrastruktur Pemukiman Kota Cirebon. Deny mengakui, pernah ada permasalahan program itu di RW 10 Kelurahan Panjunan, Kecamatan Kejaksan, Kota Cirebon. Bangunan instalasi pada waktu itu belum diselesaikan. Sehingga ada pemanggilan penanggung jawabnya oleh pihak kepolisian. Tapi persoalan ini tidak dilanjutkan karena pekerjaan sudah diselesaikan. \"Waktu itu penanggung jawabnya terkendala masalah cuaca, jadi pengerjaan tidak tepat waktu,\" ungkapnya. Terkait kurang terpeliharanya instalasi sanitasi, Deny menganggap itu tanggung jawab BKM. Pasalnya, setelah instalasi selesai dibangun dan digunakan warga, kewajiban warga juga yang memelihara dan merawatnya. Dia bahkan menyarankan warga mengadakan iuran bulanan. Sebagai sumber dana pemeliharaan. Jangan sampai program yang dibiayai pemerintah terkesan mubazir, dipakai beberapa bulan sudah tidak berfungsi. Ia pun meluruskan, program ini bukan membuat MCK tapi instalasi sanitasi berupa septic tank yang bisa melayani sedikitnya 50 warga sekitarnya. Namun dari pantauan Radar di beberapa lokasi, justru ada BKM yang membangun dalam bentuk MCK. Soal ini, Deny mengaku tak memahami. Tapi ia menduga MCK tersebut sebagai fasilitas tambahan. Keberadaan proyek sanimas ini, mulanya diharapkan dapat menjadi solusi untuk kawasan permukiman dengan sanitasi belum aman. Berdasarkan data Strategis Sanitasi Kota (SSK) Cirebon tahun 2015, sedikitnya 4.792 warga masih buang air besar (BAB) sembarangan. Memanfaatkan sungai, kebun dan laut. Kemudian 20.234 kepala keluarga hidup dengan jamban tidak aman. Dari studi lapangan yang dilakukan Radar Cirebon secara acak di enam lokasi, seluruhnya masih mengalami masalah sanitasi. Dari enam RW yang dikunjungi dari tiga kelurahan dan tiga kecamatan, ditemukan 81 warga yang belum memiliki jamban. Alias masih BAB sembarangan. Misalnya di RW 07 Kayuwalayang, Kelurahan/Kecamatan Kesambi yang terdapat 19 kepala keluarga. RW 07 Kesunean Utara, Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk terdapat 20 kepala keluarga. RW 10 Samadikun Utara, Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan terdapat 5 kepala keluarga, RW 10 Samadikun Selatan. Kemudian Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan terdapat 7 Kepala Keluarga. RW 11 Samadikun Utara, Kelurahan Kesenden, Kecamatan Kejaksan terdapat 15 kepala keluarga dan RW 10 Pesisir, Kelurahan Panjunan, Kecamatan Lemahwungkuk terdapat 15 kepala keluarga. Dari enam RW yang dikunjungi di tiga kelurahan dan tiga kecamatan, dua diantaranya telah memiliki sanimas. Di RW 07 Kesunean Utara misalnya. Terdapat sanimas dengan fasilitas 7 unit yang dibangun dengan anggaran ratusan juta rupiah. Namun pemanfaatannya masih minim. Masalah sanitasi ini juga menjadi salah satu indikator penetapan kawasan kumuh. Dalam Surat Keputusan (SK) Walikota 665/Kep.70-BAPPEDA/2015, luas kawasan kumuh di Kota Cirebon mencapai 59,60 hektare, yang berada di 3 kecamatan dan 7 kelurahan. Ini juga diperkuat dengan data Strategi Pembangunan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan (SPPIP) yang dikeluarkan tahun 2012. Disebutkan bahwa 23,70 persen rumah di Kota Cirebon tidak sehat. Persentase 23,70 persen itu dari 59.632 unit bangunan rumah tinggal. (gus)
Proyek Septic Tank Rp6,3 M Banyak yang Mangkrak
Selasa 02-04-2019,14:00 WIB
Editor : Dedi Haryadi
Kategori :