Menteri BUMN Dituding Lamban Tindak Maskapai Nakal

Jumat 14-06-2019,18:00 WIB
Reporter : Dedi Haryadi
Editor : Dedi Haryadi

JAKARTA-Persoalan maskapai penerbangan di Tanah Air bakal berkepanjangan. Pasalnya, sejumlah pihak terkait melemparkan tanggung jawabnya. Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi membuat pernyataan mengejutkan, bahwa persoalan tarif selama ini tidak ada masalah. Tidak ada maskapai yang melanggar tarif yang diterbitkan Kemenhub. Dia menjelaskan, berdasarkan undang-undang Kemenhub disebutkan hanya berwenang mengatur batas atas dan bawah tiket pesawat. Sampai saat ini, katanya, tidak ada yang melanggar dari ketentuan tersebut. Namun jika dibutuhkan tindakan lebih lanjut, maka kewenangan berada di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).  “Tentang harga-harga di antara itu tidak melanggar, apabila memang dibutuhkan tindakan lebih lanjut yang berwenang adalah KPPU dan Kementerian BUMN,” ujar. Mantan direktur Utama Angkasa Pura II (Persero) itu mengusulkan terkait informasi mengenai kewenangan tersebut ada di ranah leading sector (sektor pemimpin), bukan kepada Kemenhub. Budi tidak menjelaskan yang dimaksud siapa yang akan menjadi leading sector tersebut. “Saya mengusulkan apabila membutuhkan data lebih lanjut adalah leading sector bukan Kemenhub, kami laporkan mungkin ada 1-2 langgar, kita sudah lakukan tindakan pada maskapai. Tidak ada melanggar,” kata Budi. Hal tersebut dipaparkan Budi saat menjawab pertanyaan Komisi V DPR RI terkait masih mahalnya tiket pesawat. Dalam rapat tersebut, beberapa anggota memberikan sejumlah pandangan. Anggota Komisi V Fraksi PDI Perjuangan, Hengky Kurniadi meminta Kemenhub untuk mengkaji soal rencana mengundang maskapai asing untuk ikut bersaing di Indonesia. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo meberikan masukan untuk menekan harga tiket mahal yakni dengan maskapai asing ikut bermain di dalam negeri. “Memang benar perusahaan asing maksimal (kepemilikan) 49 persen tapi perlu kita pikirkan lagi, apakah benar harga tiket tinggi hanya dimiliki 2 grup airlines (Garuda Indonesia dan Lion Air Grups) yang besar ini. Apakah tidak karena tidak efisien yang lain,” kata Hengky. Untuk masalah tiket, katanya, bisa dihitung komponen penyusunnya, seperti bahan bakar, gaji pegawai, asuransi, bunga, dan sebagainya. Nah dari situ bisa dihitung berapa besar pendapatannya. “Kita bisa melihat bisa memperkirakan profit berapa, profit berapa yang kita toleransi di situ,” ujarnya. Anggota Komisi V Fraksi PPP, Elviana berpandangan, untuk mengatasi masalah tiket perlu ada lembaga yang melakukan penindakan. “Tiket mahal kalau ada penerbangan yang melanggar batas atas, batas minimal saya pikir ada lembaganya untuk menindaknya. Dalam catatan bapak (Menhub) ada berapa yang melanggar batas maksimal minimal?,” tanyanya. Terpisah, Pengamat Penerbangan, Gerry Soejatman membenarkan pernyataan Menteri Budi bahwa penindakan adalah ranah Kementerian BUMN. “Statement Menhub Budi memang benar, urusan penindakan persaingan tidak sehat bukan di Kemenhub. Kalau ada BUMN yang melakukan persaingan tidak sehat, ya Kementerian BUMN juga bisa dilibatkan,” ujar Gerry kepada Fajar Indonesia Network (FIN). Catatan Gerry, selama ini memang tidak terjadi pelanggaran yang dilakukan oleh maskapai. Lanjutnya, harga tiket mahal menjelang Lebaran adalah siklus biasa yang terjadi setiap tahunnya. \"Ya ini DPR mikirnya tiket mahal berarti ada yang melanggar, padahal tidak. Dari tahun kemarin DPR sepertinya memprotes tiket mahal sewaktu Lebaran dan liburan Natal, padahal hal itu biasa, yang penting maskapai tidak melanggar TBA,” kata Gerry. (din/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait