Produksi Emas dan Tembaga PT Freeport Anjlok, Ini Sebabnya

Minggu 28-07-2019,22:02 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

JAKARTA – PT Freeport Indonesia (PTFI) mencatat, produksi dan penjualan tembaga dan emas sepanjang semester I/2019 turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Berdasarkan laporan kinerja Freeport-McMoran (FCX) pada semester I/2019, produksi tembaga tercatat 270 juta pounds atau turun 58,96% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 658 juta pounds. Penurunan produksi tersebut berakibat turunnya penjualan tembaga PTFI. Tercatat sampai Juni 2019 penjualan tembaga PTFI menurun 48,81% sebesar 325 juta pounds dibandingkan periode yang sama tahun lalu mampu menjual 635 juta pounds tembaga. Penurunan juga terjadi pada produksi emas, yangturun 76,32%, yaitu 316.000 ounces dibandingkan pada Juni 2018 mencapai 1,33 juta ounces. Kendati demikian, Chief Executive Officer (CEO) Freeport- McMoRan Inc Richard C Adkerson menilai, penjualan PTFI masih menunjukkan kinerja positif. Dia memperkirakan, penjualan tembaga sepanjang tahun ini sebanyak 630 juta pounds dan emas sebanyak 800.000 ounces. Penurunan produksi tersebut disebabkan masa transisi operasional pertambangan bawah tanah. \"Kami melaporkan bahwa ramp-up bawah tanah di Grasberg maju sesuai rencana, karena kami menargetkan peningkatan volume dan arus kas dari Grasberg distrik mineral,\" kata Adkerson dalam pernyataan resminya, Sabtu (27/7). Selama kuartal II/2019, kegiatan ekstraksi bijih di tambang bawah tanah Grasberg Block Cave rata-rata mencapai 7.400 metrik ton bijih per hari. FCX menargetkan, proses tersebut bisa meningkat hingga 15.000 metrik ton bijih per hari pada akhir 2019. Sementara tambang bawah tanah Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang terletak di sebelah timur blok Grasberg telah memulai produksi. Ekstraksi bijih dari tambang bawah tanah DMLZ rata-rata mencapai 7.700 metrik ton bijih per hari pada kuartal II/2019. Diperkirakan, ekstraksi bijih dari tambang bawah tanah DMLZ akan meningkat hingga 11.000 metrik ton bijih per hari pada akhir 2019. \"Seiring transisi dari tambang terbuka ke bawah tanah, produksi logam diharapkan meningkat pada 2021,\" ujar Adkerson. Laporan tersebut menyebutkan, rata-rata pengeluaran modal tahunan PTFI untuk proyek pengembangan tambang bawah tanah mencapai USD0,7 miliar per tahun untuk periode empat tahun dari 2019 hingga 2022. Selama paruh pertama 2019, PTFI menggunakan kuota ekspor yang disetujui sekitar 180.000 metrik ton konsentrat untuk periode ekspor saat ini yang berakhir pada 8 Maret 2020. Dengan volume produksi yang diperkirakan lebih tinggi, PTFI sudah meminta persetujuan dari pemerintah untuk meningkatkan kuota ekspor pada periode saat ini. PTFI berharap bisa menerima persetujuan tambahan kuota ekspor pada kuartal III/2019. Sementara itu, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan, permintaan persetujuan tambahan ekspor dari PTFI masih dalam proses evaluasi. \"Ini sedang diproses dan dievaluasi,\" ujarnya. (der/rls/fin)

Tags :
Kategori :

Terkait