Warga Ontrog Balai Desa Sumbakeling

Senin 24-02-2020,19:30 WIB
Reporter : Leni Indarti Hasyim
Editor : Leni Indarti Hasyim

KUNINGAN - Belasan warga Desa Sumbakeling, Kecamatan Pancalang mengontrog balai desa, Minggu (23/2). Mereka mengeluhkan kosongnya dana kas Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Mereka menuding dana Bumdes tidak digunakan sebagaimana kewajiban.

“Bumdes sudah berdiri sejak 2012. Tapi apa manfaatnya bagi kami. Mau pinjam saja buat modal usaha susah. Katanya kas nol rupiah,” keluh warga Desa Sumbakeling, yang tidak mau namanya dikorankan.

Ia merasa kecewa dengan Bumdes. Ia menduga kuat ada kejanggalan dari pengurus Bumdes lama dan kades lama. Saat itu, Sumbakeling dipimpin oleh Habib Soleh, menjabat selama 2 periode. Oleh Habib, Bumdes didirikan dengan unit usaha simpan pinjam. BUMDes dipimpin Dadang Setia, tapi karena wafat tahun lalu, kedudukannya digantikan oleh anaknya Neneng Rusmiati.

Belum lama, kepemimpinan BUMDes kembali beralih ke Nana Mulyana.

“Laporan pembukuan itu, saya lihat juga janggal. Masa kas dana Bumdes nol rupiah. Padahal waktu pembentukan di tahun 2012, ada dana awal Rp50 juta di tahap I dan Rp50 juta lagi di tahap II,” aku Nana.

Ketua Bumdes Desa Sumbakeling lama Neneng Rusmiati, membantah semua tudingan segelintir masyarakat itu. Menurut dia semua sudah clear. “Saya sudah meng-clearkan di depan masyarakat,” aku Neneng.

Dijelaskan, Ia hanya pegang dana pinjaman Bumdes tahun 2019. Sebelum 2019, Sekdes Sumbakeling yang pegang. Tahun 2019, pun Ia hanya melanjutkan almarhum bapaknya saja. 

2

Ia membenarkan, kas di laporan nol rupiah. Nol itu ada pada dirinya, uangnya ada di masyarakat. Disebutkan modal awal dulu kelompoknya hanya Rp17 juta, hingga mendapat pemasukan total Rp23 juta lebih. “Besaran uang tersebut, Rp15 juta lebih ada di masyarakat peminjam. Sehingga saldo ditangannya waktu itu, tersisa Rp7,5 juta,” sebutnya

Saldo itu pun, Ia bayarkan Rp5 juta lebih untuk pembebasan tanah di Salakadomas, karena masih ada piutang itu. Sisanya lagi Rp2,5 juta, kembali dipinjam 2 orang. Ibu Eyo Rp1 juta, dan Ibu Yayah Hendra Rp2 juta karena pinjaman mendesak. Itupun Rp500 ribunya pakai uang pribadi dirinya dulu karena Ia merasa tidak tega mendengar kebutuhannya.

“Harusnya di laporan kan minus, tapi nggak minus karena uang pribadi saya Rp500 ribu nggak saya tulis dulu. Jadi ada sisa saldo Rp170 ribuan lebih lah. Jadi uang semua di masyarakat,” jelas Neneng.

Karena akhir tahun 2019, Ia melaporkan kondisi keuangan itu apa adanya ke pengurus Bumdes, Pepen. Untuk ke ketua Bumdes baru belum bertemu, karena baru menjabat. Yang pasti Ia tidak akan pernah takut, karena tdiak berbohong. Semua bukti administrasi lengkap, mulai kartu pinjaman masyarakat, laporan bulanan, laporan tahunan, semua ada.

Neneng pun membantah bahwa dirinya adalah ketua lama. Sifatnya Ia hanya menggantikan sementara bapaknya yang almarhum. Sedangkan status sebenarnya Ia hanyalah anggota, penanggung jawab kelompok 1. “Kelompok simpan pinjam kan ada 5. Saya ini di kelompok 1. Anehnya, kenapa hanya diobok-obok, saya diserang. Kelompok lain nggak. Saya heran juga. Tapi biarlah, saya legawa. Saya nggak takut sama sekali, karena saya tidak bohong,” tegasnya.(tat)

Tags :
Kategori :

Terkait