JAKARTA - Pemerintah Belanda harus membayar kompensasi kepada keluarga dari 11 orang di Sulawesi Selatan yang dieksekusi mati oleh pasukan pimpinan Raymond Pierre Paul Westerling saat perang kemerdekaan RI.
Keputusan itu ditetapkan oleh Pengadilan Distrik Den Haag. Di mana, Pemerintah Belanda diperintahkan membayar ganti rugi mulai dari 10 ribu euro atau sekitar Rp178 juta kepada delapan istri dan empat anak-anak para korban, yang dibunuh tentara Belanda di Sulawesi Selatan antara 1946-1947.
\"Pengadilan menganggap bahwa sebelas orang tewas akibat kelakuan buruk tentara Belanda. Sebagian besar kasus melibatkan eksekusi mati di luar hukum,\" kata hakim pengadilan, dilansir dari AFP, Kamis (26/3).
Pengacara Liesbeth Zegveld menuturkan, ini adalah kali pertama hakim membeberkan jumlah kompensasi yang harus diberikan secara spesifik meski pengadilan telah menerima sejumlah kasus serupa.
Juru bicara Pengadilan Den Haag, Hakim Jeanette Honee, menilai kompensasi terbesar diterima oleh anak korban yang melihat sang ayah dibunuh ketika dirinya berusia 10 tahun.
Sejumlah istri yang ditinggal para korban pembunuhan juga menerima kompensasi hingga 3.600 euro. Sementara anak-anak korban menerima ganti rugi dengan nilai yang lebih sedikit berdasarkan usia mereka saat peristiwa berlangsung.
Para hakim menuturkan, jumlah kompensasi itu didasarkan dari jumlah pendapat per tahun yang diperoleh para korban saat kejadian berlangsung. Saat itu, belasan korban yang dibunuh itu menerima pendapatan sekitar 100 euro per tahun.
\"Pengadilan mengakui bahwa jumlah yang rendah ini tidak proporsional dengan rasa sakit dan kesedihan yang disebabkan oleh pembunuhan para suami dan ayah ini,\" ucap pengadilan melalui pernyataan.
\"Jumlah kompensasi yang diberikan ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan yang telah kehilangan, hanya kerusakan materi dalam bentuk mata pencaharian yang hilang,\" sambung pernyataan tersebut.
Selain kasus pembunuhan 11 pria tersebut, pengadilan juga sedang mendengarkan beberapa kasus serupa lainnya yang menuntut kompensasi atas kekejaman yang dilakukan pasukan kolonial Belanda selama penjajahan.
Setidaknya 860 orang Indonesia terbunuh regu tembak Belanda antara Desember 1946 dan April 1947 di Sulawesi. Pemerintah Belanda sempat meminta maaf pada 2013 atas pembunuhan massa tersebut. Saat itu, Indonesia sudah menyatakan kemerdekaan, namun Belanda tidak mengakuinya.
Sekitar dua pekan lalu, Raja Belanda Willem-Alexander secara resmi meminta maaf kepada bangsa Indonesia tentang kekerasan masa lalu. Permintaan itu disampaikan Willem di Istana Bogor, Jawa Barat, saat berkunjung ke Indonesia.
\"Di tahun-tahun setelah diumumkannya Proklamasi, terjadi sebuah perpisahan yang menyakitkan dan mengakibatkan banyak korban jiwa. Selaras dengan pernyataan pemerintahan saya sebelumnya, saya ingin menyampaikan penyesalan saya dan permohonan maaf untuk kekerasan yang berlebihan dari pihak Belanda di tahun-tahun tersebut,\" kata Willem Alexander di Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (10/3).
Menurutnya, pemerintah Belanda telah mengakui kemerdekaan Indonesia sejak 2005. Saat itu, Pemerintah Belanda, dengan diwakili oleh Menteri Luar Negeri Bernard Bot, melakukan kunjungan resmi pertama di Indonesia.
\"Pemerintah Belanda telah mengakui secara politik maupun moral sejak 15 tahun lalu. Kami mengucapkan selamat pada Indonesia yang merayakan 75 tahun kemerdekaan 17 Agustus nanti,\" tuturnya. (der/afp/fin)