Menyangkal Perppu Covid-19

Selasa 28-04-2020,19:58 WIB
Reporter : Husain Ali
Editor : Husain Ali

Dengan melandaskan pada ketentuan UUD NRI 1945 Pasal 22 secara simple bahwa Presiden Joko Widodo mempunyai hak mutlak menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tenatang corona. Sampai batas pemahaman ini dapat diartikan bahwa sah-sah saja Presiden mengeluarkan Perppu dengan pertimbangan subjektifnya.

Menyangkal Perppu Corona

Menurut para ahli Hukum Tata Negara, konstitusi menggambarkan konsensus elemen masyarakat dalam bentuk aturan hukum berbangsa dan bernegara secara fundamental. Satu di antara fungsi konstitusi adalah menakar aspek konstitusionalitas sebuah produk undang-undang yang ditetapkan lembaga legislatif dan/atau Perppu yang diterbitkan Presiden.

Sehingga tidak dapat dibenarkan sebuah produk undang-undang membelakangi prinsip-prinsip ketentuan yang termaktub dalam rumusan konstitusi. Termasuk Perppu Corona juga patut diuji kepatuhannya terhadap konstitusi terutama Pasal 23 ayat satu (1) dan dua (2) UUD NRI 1945.

Pasal 23 ayat satu (1) dan dua (2) UUD NRI 1945 menyebutkan: “Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan keuangan negara ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Dan, “Rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara diajukan oleh Presiden untuk dibahas bersama Dewan Perwakilan Rakyat dengan memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah”.  

Menurut penulis, argumentasi kuat potensi cacat hukum produk Perppu Corona tersebut di antaranya: pertama, Perppu Corona mengabaikan kepatuhan terhadap hierarki peraturan perundang-undangan. Teori hierarki peraturan perundang-undangan berfungsi mengharuskan subtansi ketentuan regulasi yang termaktub dalam sebuah produk hukum memiliki keselarasan.

Merujuk konstitusi UUD NRI 1945 mengaskan bahwa penetapan besaran jumlah alokasi anggaran dan peruntukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) didasarkan pada sebuah undang-undang. Bukan diatur dalam bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang atau yang lazim diistilahkan Perppu. Selanjutnya frasa krusial yang dikesampingkan Perppu Corona terkait waktu penetapan APBN yang dilakukan lebih dari satu kali dalam satu tahun.

Kedua, alasan tidak adanya legalitas formal Perppu Corona tersebut adalah tidak menjalankan frasa pembahasan. Sekalipun tingkat keabsahan aturan yang dikeluarkan Perppu dalam doktrin hukum setara dengan undang-undang, namun munculnya aturan tersebut hanya sepihak dari unsur pemerintah. Sementara konstitusi menghendaki terjadinya pembahasan antara eksekutif dan legislatif, yakni pembahasan tentang APBN melibatkan tiga unsur antara Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat dan memerhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah.

Penggunaan nomenklatur Perppu dalam rumusan ketentuan tentang APBN itu sendiri menjadi alasan ketiga kelemahan produk hukum tersebut. Padahal secara gamblang disebutkan bahwa pengaturan tentang APBN diputuskan melalui dokumen hukum berupa undang-undang.

Selanjutnya, alasan keempat adalah penetapan aturan tentang APBN diputuskan lebih dari satu kali dalam satu tahun. Dikatakan diputuskan lebih dari satu kali mengingat sebelumnya telah diketok palu undang-undang tentang APBN. Dengan ungkapan serupa, bagi logika hukum narasi undang-undang dan Perppu diartikan perbuatan hukum berbeda yang dilakukan lebih dari satu kali.

Terakhir, lahirnya Perppu Corona tersebut patut diduga membelakangi prinsip-prinsip dan asas negara hukum sekaligus sistem konstitusionlitas yang dipedomani Indonesia dalam praktik penyelenggaraan pemerintahan.

Memang sah-sah saja Presiden menerbitkan Perppu ketika menurut subjektifikas penilainnya memandang sebuah kondisi genting dan memaksa. Namun dalam negara hukum juga dikenal pembatasan dan pembagian kekuasaan berdasarkan ketentuan hukum.

Tegasnya Perppu bisa ditetapkan ketika memenuhi tiga kriteria sebagaimana putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 138/PUU-VII/2019. Salah satunya alasan Perppu bisa diberlakukan pada saat tidak tersedianya landasan hukum atau terjadi kekosongan aturan. Fakta yang ditemukan terkait APBN 2020 telah diputuskan melalui undang-undang.

Simpulan dan Rekomendasi

Perppu Corona secara prinsip dikenal dalam konstruksi hukum di Indonesia yang ditetapkan Presiden walaupun masih perlu memperoleh persetujuan dalam forum sidang di parlemen. Namun, terbitnya Perppu Corona patut dipersoalkan secara hukum konstitusi. Karenanya diperlakukan membangun komunikasi cepat dan tepat terhadap seluruh parpol di Senayan. Rekomendasi penulis terkait komunikasi yang dibangun dalam rangka upaya menempuh legislatif review. Dokumen aturan yang dihasilkan jika terjadi legislatif review adalah undang-undang perubahan atas undang-undang APBN sebelum adanya pandemi corona.

Antara Perppu dan undang-undang perubahan tentang APBN secara hukum tetap berbeda nomenklatur dan proses pembuatannya walaupun secara hierarki peraturan perundang-undangan diletakkan pada posisi setara. Sederhana sekali sejati deskripsi mengenai perbuatan hukum yang posisinya setara namun tetap berbeda dalam situasi wabah corona ini, yakni fatwa terkait mengganti ibadah salat Jumat dengan Duhur. Itulah posisi Perppu dalam hukum.

Tags :
Kategori :

Terkait